
[DIREKTORI] Sentuhan tangannya berhasil meningkatkan kinerja Bank Rakyat Indonesia (BRI) secara signifikan. Kinerja yang begitu baik itu telah menghantarkan Direktur Utama BRI ini menerima penghargaan sebagai CEO BUMN Terbaik 2003. Begitu pula BRI yang dipimpinnya mendapat penghargaan sebagai BUMN terbaik di sektor keuangan. Dalam RUPS 17 Mei 2005, dia pun diangkat menjabat Komisaris Utama.
Jabatan direktur utama yang ditinggalkannya diisi oleh Sofyan Basir yang sebelumnya menjabat Direktur Utama Bank Bapindo.
Kinerja manajemen Bank ‘Wong Cilik” ini juga tercermin dengan suksesnya Initial Public Offering BRI (IPO BRI) dan peluncuran obligasi subordinasi rupiah awal Januari 2004.
Ketua Perhimpunan Bank- bank Negara (Himbara) yang sudah matang dan malang melintang lebih dari 26 tahun di dunia perbankan, ini optimis bahwa BRI akan menjadi bank yang terdepan di Indonesia. Ia bertekad meneguhkan konsistensi BRI melayani usaha kecil dan menengah (UKM).
Konsistensi BRI mengutamakan UKM itu telah menjadi kekuatan dan nilai lebih yang menempatkan Rudjito sebagai Dirut BRI meraih CEO BUMN Terbaik 2003 dan sekaligus menempatkan BRI sebagai BUMN bidang Keuangan Terbaik 2003 pula. Pemilihan terbaik itu dilakukan Kementerian BUMN bersama Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LM-FEUI), Institut Pengembangan Manajemen Indonesia (IPMI), dan Universitas Al Azhar Indonesia terhadap 20 nominasi BUMN termasuk CEO-nya.
Keteguhan memegang prinsip, dedikasi dan kemampuan membentuk tim yang solid, membuat Rudjito menjadi bintang pada acara Indonesia BUMN Expo 2003 itu. Ia tidak saja terpilih sebagai CEO BUMN terbaik, tapi bank yang dipimpinnya juga terpilih sebagai BUMN keuangan terbaik. Ikut terpilih bersama Rudjito adalah Dadang Heru Kodri (Direktur Utama PT Pupuk Kujang) dan Deddy Aditya Sumanegara (Direktur Utama PT Aneka Tambang).
Perihal keberhasilannya meraih penghargaan terbaik itu, Rudjito menyatakan merasa terkejut dan bersyukur. “Mudah-mudahan Allah memberikan manfaat bagi pribadi, keluarga dan institusi saya,” tambahnya saat menerima penghargaan itu. Namun, ia mengaku tidak mengetahui, mengapa dirinya terpilih sebagai CEO terbaik.
Sementara, Direktur Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Ruslan Prijadi, selaku Ketua Dewan Juri, menilai Rudjito seorang atasan yang menguasai masalah secara komprehensif mulai dari atas sampai bawah. Ia menilai Rudjito mampu menularkan visi dan misinya kepada bawahannya. Rudjito dinilai layak disebut sebagai contoh CEO yang melakukan pengkaderan dengan sangat baik.
Rudjito juga dinilai berhasil menyemangati konsistensi BRI kepada UKM. Selama ia menjabat direktur utama, BRI makin konsisten memfokuskan pada pemberian kredit kepada usaha kecil dan menengah, usaha yang nyaris tidak dilirik oleh bank lain. Rudjito juga mengaku bahwa konsistensi selama 107 tahun itulah, yang meningkatkan kinerja BRI, walaupun bank ini sempat direkapitulasi pada 2000 lalu. Hal ini telah menjadi salah satu faktor penting dalam kepemimpinan mantan Direktur Korporasi dan Internasional Bank Dagang Negara dan Ketua Asosiasi Para Banker ASEAN 2001–2003 ini.
Kenal BRI Sejak Kecil
Alumni Fakultas Ekonomi UGM (1972) kelahiran Klaten 56 tahun silam ini sejak kecil sudah mengenal dekat BRI. Waktu itu, ayah Rudjito memiliki usaha jahitan dan menjadi nasabah loyal BRI Klaten. Bahkan BRI unit, yang kantornya terletak di seberang rumah Rudjito, itu tidak bosan-bosan menawarkan kredit tambahan kepada ayahnya. Dari pengalaman masa kecilnya itulah, Rudjito mempunyai keyakinan bahwa BRI adalah bank “wong cilik” yang layak untuk diperjuangkan kebesarannya.
Sejak menduduki jabatan sebagai Dirut BRI, bapak tiga anak ini langsung mengenalkan tiga prinsip kepada bawahannya. Ketiga prinsip tersebut adalah membangun komunikasi interaktif dengan karyawan, membangun budaya berpikir positif, serta menggalang kerjasama tim. Ketiga prinsip ini ia ramu dengan penyampaian visi dan misi BRI secara luas.
Pria yang menjabat sebagai Pimpinan Asosiasi Para Banker ASEAN (2001-2003), ini dalam berinteraksi dengan karyawan, tidak menyukai adanya batas antara anak buah dengan atasan. Meskipun semula ada sikap skeptis dari orang lama BRI tentang keandalannya dalam memimpin bank ritel terbesar di Indonesia itu, Rudjito mengatasinya dengan berpikir positif.
Ia mengutamakan terciptanya komunikasi yang lancar antara atasan dengan bawahan dengan membuka pintu bagi setiap karyawan BRI untuk menyampaikan aspirasinya melalui telepon kantor maupun telepon genggamnya yang selalu berada dalam posisi stand by setiap saat ataupun melalui e-mail. Dalam setiap acara internal perusahaan pun Rudjito tidak tampil kaku. Ia malah sering tampil sebagai penyanyi ketimbang berpidato sebagai pimpinan.
Meningkatkan Kinerja
Hanya dalam tempo empat bulan, sejak bergabung dengan bank “wong cilik” ini pada 17 Juli 2000, sebagai Direktur Utama, Rudjito berhasil meningkatkan performance BRI jauh lebih tinggi dari yang ditargetkan. Lalu, satu setengah tahun kemudian, bersama enam direksi baru lainnya, ia berhasil menggenjot laba bersih bank ini dari Rp 11 miliar menjadi Rp 335 miliar.
Bahkan kinerja Bank BRI ini sampai triwulan ketiga 2003, telah berhasil meraih laba usaha sebelum pajak sebesar Rp 2,7 triliun. Laba usaha yang dibukukan pada periode Juli hingga September sebesar Rp 935 miliar. Laba usaha yang mencapai Rp 2,7 triliun itu meningkat sebesar 104,23 persen dibandingkan dengan periode sama tahun 2002, sebesar Rp 1,316 triliun. Besarnya laba ini terutama dari peningkatan pendapatan bunga.
Hingga triwulan ketiga 2003, Bank BRI membukukan pendapatan bunga bersih (net interest income) sebesar Rp 5,7 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp 4,456 triliun. Dari jumlah Rp 5,7 triliun tersebut, sebesar Rp 3 triliun di antaranya merupakan pendapatan bunga di luar obligasi pemerintah yang masih berjumlah Rp 27 triliun.
Dengan laba usaha sebesar Rp 2,7 triliun itu, return on aset Bank BRI mencapai 4,04 persen, sedangkan periode yang sama tahun lalu sebesar 2,23 persen. Return on equity sebesar 45,23 persen yang sebelumnya sebesar 49,90 persen dan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 17,56 persen, sebelumnya 12,58 persen.
Sementara, dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun hingga 30 September 2003 sebesar Rp 73,598 triliun. DPK tersebut didominasi tabungan dan giro sebesar 59,55 persen. Outstanding deposito 40,45 persen atau Rp 29,773 triliun.
Pinjaman yang disalurkan juga makin meningkat. Hingga akhir September 2003 tercatat sebesar Rp 45,617 triliun atau meningkat 18,81 persen dari periode sama tahun 2002 sebesar Rp 38,395 triliun. Dengan outstanding kredit tersebut, rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio/ LDR) Bank BRI sebesar 61,98 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebesar 60,32 persen.
Lebih menarik lagi, kucuran kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebesar 86,25 persen. Hal ini semakin mengukuhkan Bank BRI tetap pada komitmen mengutamakan bisnisnya terhadap UMKM.
Peningkatan kinerja yang demikian signifikan ni merupakan hasil sentuhan tangan Rudjito bersama direksi BRI lainnya, yang juga telah berhasil mengantarkan bank ini go public.
Selepas keberhasilan go public BRI yang telah listing di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) sejak 10 November 2003 lalu, BRI juga telah meluncurkan Obligasi Rupiah pada awal Januari 2004 ini. Nilai obligasi subordinasi BRI itu sebanyak-banyaknya Rp 1 triliun. Sedangkan jangka waktu obligasi subordinasi ini adalah lima tahun dengan opsi perpanjangan lima tahun lagi.
Rudjito, menjelaskan, penerbitan obligasi subordinasi dalam dollar AS sebesar 150 juta dollar AS dan obligasi subordinasi rupiah ini dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan bisnis Bank BRI sebesar 18 hingga 20 persen per tahun mulai tahun 2004. Juga untuk mengantisipasi pemberlakuan Bassel Accord II yang mengharuskan bank memasukkan risiko pasar ke dalam risiko kredit.
***TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
02 | Penghargaan Buat BRI
Penilaian atas BUMN terbaik dititikberatkan pada sisi keuangan, operasional, manfaat keberaadaan BUMN pada publik serta penerapan prinsip Good Corporate Governance.
Pengakuan dari pihak eksternal, bukanlah hal baru bagi BRI. Sepanjang tahun 2003 saja,
Bank BRI menerima beberapa penghargaan baik dari kalangan pemerintah Indonesia, maupun dunia internasional, seperti:
BUMN Financial Sector of the year 2003 dan CEO Award 2003.
Pada 17 September 2003, Bank Rakyat Indonesia meraih penghargaan BUMN Financial Sector of the year 2003, selain itu Rudjito, Direktur Utama BRI terpilih CEO BUMN terbaik untuk kategori Gold yang diberikan melalui BUMN Award dan CEO Award, salah satu penghargaan yang sasarannya untuk merangsang kalangan BUMN untuk berlomba-lomba menjadi yang terbaik. Penghargaan ini diserahkan oleh Menteri Negara BUMN, Laksamana Sukardi pada acara pembukaan Indonesia BUMN Expo di Jakarta Convention Centre, 17 September 2003 lalu yang dihadiri oleh Presiden RI, Megawati Sukarnoputri.
Penghargaan tersebut diberikan setelah sebuah panitia independen melakukan seleksi awal terhadap 206 BUMN yang berstatus persero dan perum (perusahaan umum) beserta seluruh CEO BUMN tersebut. Hasil dari saringan awal ini memilih 20 BUMN dan CEO yang akan mengikuti tahap penjurian selanjutnya. Kriteria yang digunakan pada ajang tahun 2003 lebih ketat daripada kriteria tahun sebelumnya.
Penilaian atas BUMN terbaik dititikberatkan pada sisi keuangan, operasional, manfaat keberaadaan BUMN pada publik serta penerapan prinsip Good Corporate Governance. Sedangkan calon peraih CEO BUMN Award 2003 harus memiliki kemampuan dalam mengembangkan usaha, memberdayakan karyawan dan biasanya kinerja perusahaan merupakan hasil akhir dari kemampuan seorang CEO.
Superbrands
Berkaitan dengan merek, Bank BRI menerima penghargaan status “Superbrands” untuk merek-merek ternama di Indonesia. Superbrands merupakan organisasi independent yang memberikan penghargaan terhadap merek-merek. Organisasi yang didirikan di London 12 tahun yang lalu ini, mengenalkan dan mempublikasikan pencapaian dari ribuan merek terkemuka dalam buku Superbrands.
Di Asia, Superbrands sudah beroperasi selama 7 tahun dimana negara-negara tersebut adalah Indonesia, Filipina, Malaysia, Cina, Singapura, Thailand dan Hong Kong. Merek-merek di setiap Negara yang dipilih akan di evaluasi secara kualitatif oleh Superbrands Council. Council tersebut, yang ditunjuk oleh organisasi Superbrands, terdiri dari pakar-pakar di bidang branding, media dan komunikasi.
Supebrands Council di Indonesia untuk edisi pertama ini adalah orang-orang terkemuka seperti Hermawan Kertajaya (President, Mark Plus & Co), Agus Sudrajat (Director, Grey Worldwide), Anand B (Head of Advertising, Ogilvy & Mather), David Burke (CEO PT Indonesia Media Technologies), Fathia I Syarief (Public Affairs & Communication Manager Amex), Geoff Seebeck (CEO of Bates), Peter Sandor (Country Manager McCann Erickson), RTS Masli (President of Indonesian Association of Advertising), Soetikno Soedarjo (Managing Director PT Mugi Rekso Abadi) dan Y.W. Junardy (President of Indonesian Marketing Association).
Info Bank Award 2003
Majalah Info Bank memberikan penghargaan kepada BRI sebagai Bank dengan Kinerja Keuangan 2003 dengan predikat Sangat Bagus berdasarkan hasil penelitian dari 135 bank di Indonesia. Predikat ini diberikan kepada Bank BRI sebagai salah satu dari 11 bank dengan aset lebih dari Rp 20 triliun yang berpre-dikat “Sangat Bagus”. Kriteria peni-laian rating meliputi 5 aspek yaitu permodalan, aktiva produktif, renta-bilitas, likuiditas dan efisiensi.
The Best State Owned Company in Customer Satisfaction Strategy.
Bank BRI memperoleh penghargaan sebagai BUMN terbaik dalam memberikan kepuasan kepada nasabahnya. Penghargaan “The Best State Owned Company in Customer Satisfaction Strategy” diperoleh BRI dalam acara pencanangan “National Customer Day Award 2003” yang dilakukan oleh Presiden RI Megawati Sukarnoputri di Jakarta baru-baru ini. Penghargaan tersebut diberikan Menteri BUMN Laksamana Sukardi kepada Direktur Utama Bank BRI Rudjito disaksikan oleh Handy Irawan dari Frontier sebagai pemrakarsa “National Customer Day Award 2003”
Bank BRI bersama 14 BUMN lainnya; Bank Mandiri, Bank BNI, Telkom, Garuda Indonesia, PLN, Posindo, Semen Gresik, Merpati Nusantara, Krakatau Steel, Perum Pegadaian, Askes, Jamsostek, Angkasa Pura II dan Pelni menjadi Pelopor Hari Pelanggan Nasional yang diprakarsai oleh Frontier dan didukung sepenuhnya oleh Kementerian BUMN Republik Indonesia.
Museum Rekor Indonesia (MURI)
Pada 28 Agustus 2003, BRI juga menerima piagam penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas prestasinya memiliki 4,658 kantor yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Jumlah tersebut membuat BRI menjadi “Bank yang Memiliki Jaringan Kerja Terbanyak” di Indonesia.
Adapun Jumlah Jaringan Kerja BRI tersebut terdiri dari: Kantor Pusat (1), Kantor Wilayah (13), Kantor Inspeksi (11), Kantor Cabang (325), Kantor Cabang Pembantu (147), Kantor Cabang Syariah (8), BRI Unit (3.954)dan Pos Pelayanan Desa (199), sehingga keseluruhan-nya berjumlah 4.658 kantor. Jaringan kerja yang demikian luas sampai ke desa-desa ini telah menempatkan BRI sebagai bank paling peduli kepaa ‘wong cilik’.
Selain penghargaan yang diterima tahun 2003 ini, BRI juga menerima penghargaan lainnya seperti Peng-hargaan dari FAO (1990), Pengharga-an Upakarti (1990), Sugianto Pioneer Award (1998) dan Penghargaan Satya Lencana Pembangunan di bidang pengembangan UKM (1998).
***TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
03 | BRI Go Public
Krisis perekonomian di dalam negeri menyebabkan sebagian pinjaman BRI diletakkan di BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan dilakukan rekapitalisasi.
Rekapitalisasi menuntut beberapa syarat. Pertama, mengganti seluruh manajemen. Kedua, wajib melakukan restrukturisasi di semua bidang. Ketiga, wajib memenuhi kontrak mana-jemen dengan pemerintah menyangkut pelaksanaan business plan.
Pada awal rekapitalisasi oleh pemerintah, BRI disuntik dengan obligasi berbunga tetap yang pas-pasan. Namun BRI tidak menyerah pada keadaan dan mengandalkan 4.600 lebih jaringannya untuk penyaluran kredit pada usaha mikro kecil dan menengah.
Kemudian dilakukan persiapan BRI untuk IPO (Initial Public Offering) sejak dua setengah tahun lalu yaitu melalui program restrukturisasi yang ketat untuk menaikkan performance BRI dengan memperbaiki kinerja dan restrukturisasi di semua bidang. Upaya pengembangan BRI dilakukan dengan memperkuat struktur permodalan dan mempe5rbaiki manajemen yang didukung informasi teknologi.
Setelah program rekapitalisasi, manajemen pun diganti. Rudjito yang terpilih sebagai direktur utama bersama manajemen baru BRI lainnya segera membuat business plan yang mengukuhkan BRI tetap berfokus pada usaha kecil menengah dengan target minimum 80 persen dari total portofolio kredit. Di dalam business plan tersebut pemerintah menekankan agar BRI mempersiapkan diri untuk melakukan IPO tahun 2003.
Lalu, dalam rangka IPO itu, BRI membuat persiapan yang matang dan serangkaian kegiatan. Mulai dari penyusunan prospektus lengkap yang diumumkan dalam Public Expose 13 Oktober 2003 lalu, roadshow di dalam negeri (Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar dan Medan) dan di luar negeri (Asia, Eropa dan Amerika Serikat) dari tanggal 13 sampai dengan tanggal 28 Oktober.
Seluruh lembaga penunjang ditetapkan kira-kira 3-6 bulan sebelumnya dan proses IPO dalam artian proses due diligence, proses audit untuk posisi 30 Juni 2003, rapat umum pemegang saham untuk menetapkan permodalan BRI diselesaikan termasuk juga proses pajak dan auditnya.
Kemudian Bank Rakyat Indonesia (BRI) menetapkan penjamin emisi (underwriter) UBS dan PT.Bahana Securities dalam rangka penawaran saham perdana (Initial Public Offering / IPO) kepada publik sedangkan perusahaan penilai terpilih PT.Piesta Penilai dan PT.Satyama Graha Tara. Sedangkan untuk rencana penerbitan Obligasi Subordinasi dalam dollar Amerika, pihak BRI menetapkan UBS sebagai Lead Underwriter.
Pendaftaran minat pemesanan saham untuk para nasabah dilakukan di 54 cabang Bank BRI di kota-kota Jakarta, Banda Aceh, Medan, Padang, Palembang, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Banjarmasin, Denpasar, Manado dan Makassar.
Untuk umum, pemesanan saham dibuka dari tanggal 3 sampai dengan 5 Nopember di 3 (tiga) gerai khusus di Jakarta, Surabaya dan Medan. Di Jakarta dibuka di Bapindo Plaza, di Surabaya di lakukan di cabang Bank BRI Surabaya Kaliasin, Gedung BRI Tower, dan di Medan di Cabang BRI Medan Putri Hijau.
Dalam halgo public ini, Bank Rakyat Indonesia (BRI) pun memberikan diskon harga bagi nasabahnya yang hendak berinvestasi membeli saham BRI dalam proses IPO. Manajemen BRI juga mengupayakan lebih besar porsi saham kepada pemodal dalam negeri (dalam persentase) dibanding dengan porsi lokal saat IPO Bank Mandiri.
Listing di BEJ & BES
Kemudian PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk pada 10 Nopember 2003 lalu, mencatat sejarah dengan melakukan pencatatan perdana sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Bank BRI secara resmi tercatat sebagai emiten di BEJ dan BES dengan nama saham BBRI. Selain melakukan pencatatan saham perdana di BEJ dan BES, Bank BRI juga melakukan refund, distribusi surat konfirmasi penjatahan kepada investor, distribusi saham secara elektronik serta melakukan pembayaran kepada pemerintah dan emiten. Pemerintah selaku pemilik saham tunggal BRI melepas sampai 30 persen sahamnya di BRI kepada publik melalui pasar modal.
Dalam proses ini, selain pola divestasi (pemerintah melepas kepemilikannya) untuk disetorkan ke APBN, juga akan ada bagian BRI untuk memperkuat struktur permodalannya, mendanai pertumbuhan di masa depan termasuk pemberian kredit dan penyediaan produk pembiayaan lain kepada nasabah, meng-upgrade sistem pelaporan informasi dan menerapkan sistim core banking, memperluas cabang dan jaringan unit dan untuk kepentingan perusahaan secara umum lainnya.
Permintaan akan saham BRI memang mengejutkan sekaligus membanggakan. Banyak investor belum mendapatkan kesempatan memperoleh saham dalam penawaran perdana yang oversubscribe sebesar 7,4 kali itu dan habis dalam waktu singkat. Kenyataan ini sebenarnya menunjukkan kepercayaan para nasabah dan investor yang amat besar kepada Bank BRI.
Pasca IPO
Rudjito menegaskan Komitmen BRI untuk membangun usaha mikro, kecil, dan menengah takkan berubah, walaupun pemerintah tidak lagi menjadi pemegang saham tunggal pasca initial public offering/IPO saham bank ini. Ke depan BRI sudah menetapkan penyaluran kredit kepada kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah tidak boleh kurang dari 80 persen. Kredit korporasi tidak boleh lebih dari 20 persen. Kredit untuk korporasi fokusnya kepada agrobisnis. Untuk tahun 2004, BRI akan siap melakukan ekspansi kredit sebesar Rp 8 triliun.
Dalam langkahnya menyongsong masa depan, BRI menekankan bebera-pa hal: pertama, fokus; kedua bersi-nergi tetapi berkompetisi; ketiga jaring-an yang luas dimanfaatkan; keempat menggunakan teknologi informasi; kelima selalu melaksanakan good corporate governance dan risk manage-ment. Kemudian, memahami marketing mix, yaitu product, price, place, promotion, and people. Hal inilah yang menjadi kunci mengapa kinerja BRI bisa lebih baik dari hari ke hari.