Kisah Yatim-Piatu dari Narumonda

Laurence A. Manullang
 
0
526
Laurence Manullang
Laurence Manullang | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Kisah hidup si yatim-piatu dari Desa Narumonda, Porsea, Sumatera Utara, yang terkenal sebagai pemimpi (dreamer), cerdas dan sosok pekerja keras, ini laksana gudang pengalaman atau sumber mata air yang tak kunjung kering bagi siapa pun yang memandang pengalaman adalah guru yang terbaik. Dia rendah hati, jujur, tekun dan cerdas. Dia menapaki kehidupan langkah demi langkah, melintasi berbagai tantangan dan meraih berbagai keberhasilan. Sehingga menjadi seorang ekonom ternama dan top eksekutif keuangan berskala dunia.

Profesor doktor ini lahir 12 September 1941 di Desa Dairibagasan, Negeri Narumonda, Kecamatan Porsea, Tapanuli Utara (sekarang Toba Nauli), sekitar 223 kilometer arah selatan Kota Medan, Sumatera Utara. Walau lahir di sebuah desa atau kecamatan yang tak akan pernah diketemukan dalam peta karena keterpencilan dan kalah populer dari dua kota yang mengapitnya Balige dan Parapat, namun, kepiawaian dan popularitasnya di kalangan para profesional top eksekutif keuangan dunia pernah menjadi pembicaraan hangat yang sangat fenomenal.

Menurut ceritera neneknya, pada saat dia lahir, kedua orangtuanya (ayah Manail Darius Manullang dan ibu Manonga Renia boru Marpaung) sempat bingung, sebab disangka dia lahir tanpa nafas. Sang Bayi lahir dalam keadaan terbungkus oleh plasenta, nampak seperti berada dalam karung plastik. Dalam bahasa Batak disebut Baluton, yang dipercaya sebagai pertanda si bayi memiliki suatu keistimewaan.

Untung dukun beranak yang menolong ibunya cepat-cepat menyobek plasenta tersebut. Kemudian memotong ari-arinya dan menepuk-nepuk, sehingga kemudian si bayi menangis. Kedua orang tuanya merasa lega, karena si bayi yang kemudian diberi nama Timbul rupanya masih ada nafas. Berselang beberapa waktu, Timbul kecil diberi nama baptis Laurencius Adolf.

Dia cepat bertumbuh. Namun tatkala berumur jalan enam tahun bertepatan kelahiran adik satu-satunya, ayahnya Manail Darius Manullang meninggal dunia pada usia 27 tahun pada tahun 1947. Setahun berikutnya (1948), Timbul memasuki pendidikan Sekolah Rakyat VI Pardamean. Dia dan ibunya sudah mulai melampaui masa-masa paling sedih dan sulit sepeninggal ayahandanya.

Namun, tiba-tiba tampaknya malang tak dapat ditolak, dia ditimpa musibah yang lebih pahit lagi. Dua tahun sepeninggal Sang Ayah, Ibunda tercinta juga meninggal pada saat usia 27 tahun pada tahun 1949. Dunia terasa gelap. Dia yang masih di bawah usia delapan tahun dan adiknya yang baru berusia tiga tahun telah menjadi yatim-piatu.
Untunglah dia masih punya nenek, Martalena boru Marpaung yang telah menjanda 31 tahun. Dia dan adiknya dirawat, diasuh, dibimbing dan dibesarkan oleh nenek tercinta sejak tahun 1949.

Sejak itu, Timbul menjadi pemurung dan pemimpi (dreamer). Syukur, musibah yang berat itu tidak sampai menghalanginya menimba ilmu, ternyata selama SR, Timbul tidak pernah tinggal kelas dan dapat menyelesaikan SR tersebut pada tahun 1954.

Semangat hidupnya bangkit terutama berkat pengasuhan neneknya yang penuh kasih sayang. Hidup dalam pengasuhan nenek dirasakan Laurence dan adiknya justru sangat nikmat dan membahagiakan. Terlebih dalam lingkungan kultur suku Batak yang menggariskan posisi kakek/nenek (ompung) dengan cucu adalah setara dan sejajar. Cucu adalah personifikasi ompung. Jika seorang ayah seringkali mendidik anak supaya taat dengan cara keras, mencubit hingga memukul dengan sapu lidi, maka seorang ompung tak akan pernah tega dan mau melakukannya satu kali pun.

Selain ompung, tulang (paman) atau keluarga laki-laki dari ibu dan nenek yaitu Marpaung turut pula membesarkan Laurence dan adiknya dengan telaten. Itu sebabnya Laurence sangat menunjukkan rasa hormat dan respek kepada setiap marga tulang-nya Marpaung. * tsl (Telah diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 13)

02 | Terbilang Manusia Cerdas

Ketiadaan ayah dan ibu kandung tidak menghalangi keinginan Laurence mengisi hari-harinya tumbuh dan berkembang menjadi remaja Batak yang terhormat dan dibanggakan. Gejala yang timbul padanya hanyalah kecenderungan bersikap pemurung dan menjadi pemimpi (dreamer). Pendidikan Sekolah Rakyat (SR) VI di Pardamean berhasil dia selesaikan antara tahun 1948-1954.

Advertisement

Setamat SR, Timbul melanjutkan pendidikan di SMP Negeri Narumonda suatu sekolah yang paling favorite di Tapanuli Utara bahkan di Sumatera Utara pada waktu itu karena lulusannya diterima di SMA mana pun baik di Medan dan sekitarnya. Dia menyelesaikannya antara tahun 1954-1957.

Namun sikap pemurung tak dapat menyembunyikan kecerdasan Laurence. Kecerdasannya semenjak menjadi siswa SMP Narumonda terbaca oleh Pendeta Haas, seorang pendeta berkebangsaan Amerika Serikat. Karena Timbul kelihatan cerdas namun pemurung, pendeta ini menawarkannya untuk sekolah di SMA Advent di Pematang Siantar, sebuah sekolah yang menerapkan sistem boarding school (sekolah berasrama).

Sekolah yang dahulu bernama North Sumatera Training School Pematang Siantar, ini dipimpin oleh R.A. Fighur. Selama tinggal di Narumonda, Laurence dikenal dengan nama baptis Laurencius Adolf Manullang. Malah sebelum dibaptis, dia sering dipanggil dengan nama Timbul, nama yang diberi ayahandanya sebagai pertanda proses kelahirannya yang unik, terlahir dalam keadaan terbungkus rapi oleh plasenta. Setelah masuk SMA Advent Pematang Siantar, nama Timbul Laurencius Adolf Manullang diubah oleh Richard Fighur, menjadi Laurence Adolf Manullang.

Di sekolah itulah dia mendapat perhatian khusus, dilatih kepemimpinan ekstrakulikuler, bahkan dilatih pidato bahasa Inggris. Kemudian kebiasaan pemurung itu berkembang menjadi bakat dengan kemampuan membuat puisi dan prosa yang sangat produktif atas bimbingan gurunya Tulus Mangunsong yang saat ini telah menjadi warga negara Amerika Serikat bermukim di California. Mimpi-mimpinya dibiarkan saja terus berkembang bahkan memacunya ingin keliling dunia bergaul sama rata tanpa dibebani rasa rendah diri atau inferiority complex dengan warga bangsa lain.

Tiga tahun dalam pembinaan di boarding sekolah tersebut, dia berhasil menyelesaikan tingkat SMA itu dengan honorable mention. Dari Pematang Siantar dia melanjut ke Bandung memasuki sebuah kampus Perguruan Tinggi Advent Bandung, dahulu bernama Indonesia Union College Bandung. Di mana Laurence langsung dibina oleh Dr. B.A. Aen dan Dr. Percy Paul, Dr. R.H. Tauran, President dan Dean pada waktu itu yang juga menerapkan sistem boarding school. Kampus ini berafiliasi dengan Andrews University di Michigan, AS, dan dengan Philiphine Union College, Manila. Dr. Charles Martin pimpinan Pemuda Advent se-Timur Jauh mempunyai andil dalam pertumbuhan watak, intelektualitas Laurence. * tsl (Telah diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 13)

03 | President Student dan Ketemu Jodoh

Laurence muda yang senang pelajaran angka-angka memilih jalur minat akuntan. Pelajaran accounting di kampus Indonesia Union Colege itu disamakan dengan standar yang ada di Amerika. Yakni, setiap tingkat harus mengikuti ujian yang disebut project set yang untuk menyelesaikannya dibutuhkan waktu minimal tiga hari.
Project set diujikan sama kualitasnya dengan standar ujian meraih CPA (Certified Public Accountant) di Amerika, yang sesungguhnya tergolong tidak mudah. Namun, Laurence selalu saja senang menempuh pendidikan yang ketat demikian sebab terbukti dia kerapkali memperoleh nilai ujian dengan pujian.

Walau kampus menerapkan sistem belajar yang sangat intensif dan asrama yang ketat, juga sistem pendidikan Advent dibangun pada filosofi: True education is the Harmonious development of physical, mental and spiritual, producing the men of principles, who can not be bought and sold even through heaven falls into the earth, he or she will stick to the principle like the needle to the pole, masih saja terbuka kesempatan kepada setiap mahasiswa mengembangkan bakat kepemimpinan melalui pelajaran ekstrakurikuler. Laurence termasuk mahasiswa yang dapat memetik prasarana itu dengan baik, dengan terpilihnya dia menjadi President Student Association yang dapat disamakan dengan Ketua Dewan Mahasiswa.

Pada saat kepemimpinannya, Laurence ingin lebih mengembangkan hubungan antar perguruan tinggi di Indonesia, mengubah kultur Perguruan Tinggi Advent itu yang selama bertahun-tahun selalu berkiblat ke Amerika.

Laurence berhasil menjalin hubungan dengan Universitas Padjajaran (UNPAD) dan mengundang pimpinan UNPAD berkunjung ke kampus Indonesia Union Colege itu yang terletak di kaki gunung Burangrang. Undangan itu bersambut dengan baik, sebab suatu saat mahasiswa UNPAD memutuskan mengadakan cross country ke lokasi sekolah yang langsung dipimpin oleh Rektor UNPAD yaitu Prof. DR. Sumantri Brodjonegoro dan Pembantu Rektor I Prof. DR. Mustopo.

Laurence pada saat itu sangat populer dan dikagumi banyak mahasiswa/i. Bukan hanya itu, berita mengenai kepemimpinan dan prestasi akademiknya tersebar ke beberapa perusahaan seperti Caltex dan Stanvac. Kemudian utusan perusahaan itu mendatangi sekolah untuk merekrut calon lulusannya bergabung setelah graduation. Demikian pula Laurence mendapat tawaran yang pertama dari perusahaan itu bergabung dengan mereka walaupun 5 bulan lagi baru penamatan (graduation).

Gadis Pilihan
Tapi Laurence memilih Indonesia Union Corporation di Bandung, sebab dia telah menjatuhkan pilihannya terhadap seorang gadis cantik yang kemudian menjadi istrinya, yang mengabdikan layanan sebagai perawat di Bandung. Laurence menyelesaikan pendidikan di Indonesia Union College antara tahun 1960-1963 dan berhak meraih gelar Bachelor of Art (BA) bidang Accounting.

Dalam kehidupan sehari-harinya, telah berkembang pendekatan demokratis dan terbuka (transparant) serta langsung (to the point). Di mana sikap ini sebagian mewujudkan happy ending tetapi sering juga merugikannya.

Sebagai good news, pernah dia mengundang teman dekatnya, seorang gadis cantik, pada 1 Mei ke Dago Atas. Pada saat itu cuma berdua duduk di bawah pohon bambu tidak jauh dari air terjun yang memperindah kenyamanan suasana pada waktu itu.

Tanpa basa-basi, Laurence langsung menanyakan teman dekatnya untuk meningkatkan hubungan dari dekat menjadi istimewa sampai ke perkawinan. Teman dekatnya diam, lama tidak bisa bicara. Setelah didesak memberikan jawaban pada saat itu, teman dekatnya menjawab, ya. Namun beberapa hari kemudian, gadis teman dekatnya itu tidak mau menerima kedatangannya. Baru 11 hari kemudian, yaitu pada tanggal 12 Mei teman dekatnya mau menerima kunjungannya.

Ketika ditanya, kenapa koq tidak mau menerima kunjungan padahal sudah diiyakan meningkatkan hubungan. Gadis cantik itu menyatakan: “Saya bilang ya, karena takut. Kalau bilang tidak, bisa-bisa dicemplungkan ke air terjun Curug Dago Atas tersebut, dan saya memerlukan 11 hari untuk merenungkannya.”

Maka, pada tanggal 12 Mei itu, Laurence menanyakan lagi, apakah sudah merenungkan tanpa ketakutan. Temannya menyatakan: “Ya, memang kasih sayangmu murni.”

Nama gadis itu adalah Beffie Lanny Batubara kelahiran Bungabonder, Tapanuli Selatan. Kemudian dia bersama Beffie Lanny Batubara ini sungguh-sungguh dipersatukan Tuhan sebagai suami istri. Mereka menikah tahun 1964 saat usia Laurence masih terbilang muda 23 tahun, dan usia Beffie Lanny br. Batubara 22 tahun. Satu tahun kemudian mereka sudah dikaruniai anak.

Keluarga ini pun hidup bahagia dengan dikaruniai Tuhan lima orang anak yaitu Leonora Manullang, SE, MM, MBA, Associate Manager Korn Ferry Indonesia, Leonard Manullang, SE, MM/MBA pada saat ini sedang mengambil program Doktor di UPI/YAI, Agusdjaja Satrianegara, SE, MM, berada di California, Rizal Ruben, SE, MM dan istrinya Rina Idroes Chaniago, SE, berada di Pangkal Pinang, dan Yolanda Puspasari, SE, sedang berada di California.

Di samping itu mereka telah mendapat 3 orang cucu perempuan yang manis-manis, yaitu Pamela Abigail Laurent, Brigitta Laurencia Geovana, Patricia Desire Lorenza. Seiring dengan kesuksesan dalam keluarga, Laurence juga sukses dalam pendidikan lanjutan dan karir di perusahaan maupun di organisasi proffesi dan lembaga pendidikan.

Sementara, kerugian yang dialami akibat keterbukaannya yang to the point itu, antara lain sangat banyak idenya ditilep orang lain, juga orang sering salah sangka karena pikirannya diutarakan secara terbuka dan cepat. * tsl (Telah diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 13)

04 | Karir dan Pendidikan

Pertama kali bekerja sebagai Chief Accountant di Indonesian Union Corporation Inc. di Bandung. Satu tahun kemudian dia dipromosikan menjadi Internal Auditor hingga tahun 1966. Pada tahun 1967 Laurence mendapat kesempatan menjadi Secretary/Treasurer berkedudukan di Medan, kantor cabang Indonesian Union Corporation Sumatera Utara.

Kesempatan “pulang kampung” dimanfaatkannya memperdalam ilmu pengetahuan. Pada tahun 1968 dia mendaftarkan diri mengikuti kuliah di dua kampus sekaligus, yakni di Fakultas Keguruan dan Ilmu Sosial (FKIS) IKIP Medan, serta di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.

Dia lebih dahulu meraih gelar sarjana dari IKIP Medan di tahun 1970. Di lembaga ini, Laurence berkesempatan menyelesaikan pendidikan lebih cepat sebab IKIP Medan sedang memperoleh bantuan dari pemerintah pusat sebagai proyek percontohan penerapan sistem absensi ketat. Di mana, dipersyaratkan tingkat kehadiran kuliah mahasiswa minimal 80 persen baru diijinkan ikut ujian.

Lulus dari IKIP Medan tahun 1970, Laurence mengundurkan diri dari Indonesian Union Corporation Cabang Sumatera Utara. Demikian pula, dia tidak melanjutkan studi akuntansi di USU Medan yang sudah memberinya gelar setingkat sarjana muda akuntansi. Dia bersama keluarga hijrah ke Jakarta.

Di Jakarta, Laurence diterima bekerja sebagai Procurement Analyst di USAID, di Kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat. Setahun saja di USAID, pada tahun 1971 Laurence pindah ke sebuah kantor akuntan perusahaan multinasional Arthur Young sebagai Auditor. Dan setahun kemudian, di tahun 1972 dia pindah lagi ke sebuah perusahaan orientasi ekspor yakni ICI sebagai Accountant. Pada pertengahan tahun 1972, Laurence kembali harus pindah, kali ini masuk ke PT Richardson-Merrell Indonesia sebuah perusahaan multinasional yang sekarang bernama Proctor & Gamble Indonesia (P&G).

Di sini awalnya dia ditempatkan sebagai Accounting Manager. Setelah menjalani beberapa kali training di luar negeri seperti Manila, Kuala Lumpur dan Bangkok, pada tahun 1974 Laurence dipromosikan menjadi Finance Controller.

Sebagai perusahaan berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) P & G dikenal sangat baik menaikkan value perusahaan dengan cara meningkatkan value para karyawan. Perusahaan menjalankan program International Executive Development Plan. Setelah pembekalan manajerial yang matang, dan juga menempati posisi strategis yang kredibel, maka Laurence dipromosikan menjadi Financial Director.

Untuk sampai ke jajaran elit direksi tersebut, Laurence aktif dan kenyang mengikuti pengembangan karir sebagai eksekutif inti, antara lain di bidang financial accounting, cost accounting, budget and control, controllership, financial management and philosophy, management by objective, financial planning, business strategy and planning hingga management for international currency exposures.

Pendidikan dan pelatihan itu bisa berlangsung di kantor pusat perusahaan di New York, maupun di lokasi-lokasi representatif lain seperti di Honolulu, Tokyo, Dominican, Mexico, Rie de Jeneiro (Brazilia) yakni lokasi cabang-cabang perusahaan yang menunjukkan pula makna lain yaitu performance yang outstanding.

Ketika menjabat Direktur Keuangan berbekal kemampuan manajerial yang matang, menempati posisi strategis yang matang, kepada Laurence diserahi tugas mendaftarkan perusahaan PT Richardson-Merrell Indonesia sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta (BEJ), pada tahun 1976. Perusahaan ini kemudian tercatat sebagai perusahaan kelima yang menjual saham secara terbuka kepada publik di BEJ.

Tak kurang delapan tahun Laurence mengabdi di PT Richardson-Merrell Indonesia, sejak tahun 1972-1980. Laurence kemudian pindah kerja di Widjojo Group sebagai Group Financial Director (1981-1982). Lalu menjadi Group Vice President Finance (1982-1984) pada kelompok perusahaan Wirontono. Dan pada tahun 1985-1989 dia menjabat President Director pada PT Artha Borindo Persada. * tsl (Telah diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 13)

05 | Raih Tiga Gelar Doktor

Laurence tidak pernah berhenti belajar dari self study, workshop dan seminar. Di antara teman-teman sejawatnya, dialah yang paling banyak mendapat kesempatan mengadakan perjalanan ke luar negeri. Mengikuti International Conference yang diselenggarakan oleh perusahaannya. Dia minimal menghadiri 2 kali conference jarak jauh di mana tempatnya paling sering dilaksanakan di Honolulu atau New York, dan minimal 2 kali menghadiri rapat jarak dekat seperti Bangkok, Manila, Kuala Lumpur.

Dia bukan hanya berkesempatan melanglangbuana mengikuti berbagai konferensi internasional yang diselenggarakan oleh internal perusahaan. Di luar perusahaan kesempatan sangat terbuka luas. Sebab Laurence aktif pula sebagai salah satu pimpinan organisasi Institut Eksekutif Keuangan Indonesia, atau Indonesian Financial Executive Institute (IFEI) yang berafiliasi ke International Association of Financial Executive Institutes (IAFEI). Antara tahun 1975-1980 di organisasi IFEI tingkat Indonesia ini Laurence aktif sebagai Executive Secretary, Vice President dan terakhir sebagai President.

Demikian pula di organisasi tingkat internasional IAFEI, Laurence memegang beragam jabatan penting dan strategis sejak tahun 1977-1984. Di organisasi profesi eksekutif keuangan dunia ini minimal dua kali dalam setahun, dia harus menghadiri pertemuan tahunan yakni Board of Governors Meeting dan World Congress.

Kenyang dan kaya akan pengalaman serta bergaul luas dengan kalangan pelaku bisnis dan keuangan baik dalam dan luar negeri, mendorong tekad Laurence mencarikan pengakuannya dari dunia akademis. Berbeda dengan di dalam negeri, di luar negeri kekayaan akan pengalaman bekerja dan berperan dalam berbagai kongres dan seminar dapat diajukan untuk diakui sebagai ilmu dan diberi gelar akademis.

Maka dia meraih dua gelar doktor dari luar negeri bermodalkan kekayaan pengetahuannya bekerja sebagai profesional Top Eksekutif Keuangan Dunia. Di tahun 1986, dia sudah memperoleh gelar Doctor Humane Letters dari perguruan tinggi OTTAWA University, di negara bagian Kansas, Amerika Serikat.

Gelar doktor kedua, dia raih tahun 1989 dari Pittsburg State University, Kansas, AS, kali ini namanya Doctor of Accounting. Kedua gelar doktor ini dirah antara lain berkat keaktifannya mengikuti berbagai konferensi internasional eksekutif keuangan di berbagai negara.

Dia rajin menghubungi berbagi universitas baik negeri maupun swasta di Amerika Serikat. Tujuannya untuk menguji apakah kekayaan pengetahuan yang dimiliki dapat diakui secara akademis. Laurence ingin memperoleh pengakuan akademis atas berbagai intensive management workshop yang diikuti. Selama 7 tahun secara akumulatif, Laurence melakukan seperti itu.

Pada akhirnya, dia menghubungi Pittsburg State University sebuah perguruan tinggi di negara bagian Kansas. Di universitas ini, dia diuji pengetahuannya dan dapat diakui sederajat dengan tingkat doctoral. Di sini, dia diwajibkan menyusun 2 ( dua) tulisan hasil penelitian yang disebut doctor project.

Lalu pada tanggal 23 Mei 1989, Pittsburg State University menerbitkan diktum Certificate #KPSU11HD yang menerangkan Degree Type: Eligible for Doctoral Degree in Accounting. Diterbitkanlah ijasah Doctor of Accounting oleh Perguruan Tinggi Negeri yang paling bergengsi di negara bagian Kansas itu, setelah semua kewajiban itu dia penuhi dengan seksama.

Di negara bagian Kansas, AS, Laurence berhak menyandang gelar doktor bidang akunting itu. Namun ketika dibawa ke Indonesia, ijazah dan gelar demikian tidak diakui dan tidak dilegalisasi oleh Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti), Departemen Pendidikan Nasional. Alasannya sederhana, Ditjen Dikti belum memiliki sistem untuk mengevaluasi orang-orang yang outstanding dan proses mencapai gelar itu di luar proses konvensional. Bagi Laurence, hal itu tidak menjadi masalah. Sebab yang terpenting baginya adalah ilmu itu dapat diaplikasikan secara empiris.

Namun uniknya bersamaan dengan penolakan legalisasi itu, Laurence berkali-kali dihubungi lewat telepon oleh orang tak bertanggungjawab yang meminta uang legalisasi doktor, yang angkanya mencapai ratusan juta rupiah. “Saya yang mempunyai ilmu, kok dipersulit? Jika dengan uang seratus juta, saya sudah bisa membuat tiga ruangan belajar mahasiswa lengkap dengan fasilitasnya. Padahal saya tidak mencari kekayaan di sini tetapi untuk mengabdi,” jelas Laurence datar saja.

Namun, semua atribut yang dapat dari AS itu, dia kelompokkan sebagai faktor penunjang pada saat memohon kepangkatan akademik dari Dikti. Berbeda dengan di Indonesia, untuk mendirikan perguruan tinggi di AS tidak diperlukan ijin dari Pemerintah. Penyelenggara cukup melaporkan ke kantor Walikota atau County dan bilamana ingin diakreditasi baru meminta salah satu Regional Association of Colleges & Universities mengaudit. Demikian juga kepangkatan akademik dari dosen diserahkan ke perguruan tinggi sepenuhnya. Berbeda dengan di Indonesia, semua harus ada ijin dan persetujuan Dikti.

Belajar dari pengalaman pahit itu, Laurence semakin membulatkan tekad memperoleh pengakuan akademis atas pengetahuan yang dimiliki dari perguruan tinggi resmi di dalam negeri. Di tengah kesibukannya yang amat padat, pada tahun 1993 dia melanjutkan kuliah lagi di STIE IBEK Pasca Sarjana dan selesai S-2 gelar Magister Manajemen (MM) konsentrasi Manajemen Keuangan, lulus dengan predikat summ cum laude tahun 1996. Ia kuliah bersama pimpinan dan dosen STIE IBEK lainnya karena diharuskan mengikuti kuliah sebagai program peningkatan SDM di Perguruan Tinggi itu, dimana Dirjen Dikti dan Kopertis III memuji tindakan itu sebagai suatu action untuk berpacu dalam berkompetisi.

Puncak pencapaian akademis S-3 dengan gelar Doktor Ekonomi minat jalur utama Manajemen Akuntansi berhasil pula diraih dari Universitas Persada Indonesia (UPI) YAI Jakarta, dalam sebuah sidang terbuka pada 12 Mei 2004 dengan judicium sangat memuaskan. Dia memulai program S-3 sejak tahun 2001. Ini adalah gelar doktor ketiga yang diraih.

Selain itu, pada tahun 1985, dia mengikuti penataran P4 di BP7. Sangat tertarik pada sistem pengajaran tersebut, dia lulus 10 besar dan terpilih mengikuti Manggala Nasional di Istana Bogor tahun 1986. Di samping penatar nasional, dia juga mendirikan kantor konsultan untuk memberikan jasa pada perusahaan yang ingin go public, perpajakan dan financial consultant beberapa perusahaan, sehingga mempunyai waktu untuk meneruskan perkuliahan kembali. * tsl (Telah diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 13)

06 | Berbagai Konfrensi dan Seminar

Sebagai seorang top eksekutif keuangan, Laurence telah memimpin lebih 75 seminar dalam pelbagai segmen dari MBO, IMF and World Bank Roles in Developing Countries, Taxation, Capital Market dan Investment Opportunities. Juga telah menghadiri paling sedikit 10 pertemuan internasional dimulai dari World Congress International Association of Financial Executive Institutes di Dublin Irlandia (1977), Buiness Airies (1978) di mana Laurence berkenan menjadi salah satu key note speaker on: ” How Indonesia Curbs Inflation Pressure from 650% to 10%.”

Kemudian di Atlanta (1979) juga sebagai panelis dan dipilih sebagai Ketua IAFEI untuk ASEAN. Sydney (1980) dimana dalam kongres ini Laurence terpilih sebagai Vice President Asosiasi Eksekutif Keuangan paling bergengsi itu. Lalu di Mexico (1981) dia memimpin delegasi Asia Pasifik ke Kongres dunia ini. Tahun berikutnya di Madrid (1982) memimpin delegasi Asia Pasifik dan berhasil memasukkan Ketua BKPM, Ir. Suhartojo sebagai keynote speaker on: Investment Opportunities in Indonesia.

Pada tahun 1983, Laurence berhasil memimpin World Congress of IAFEI di Jakarta yang dihadiri oleh 385 executives dari 6 benua dan menghadirkan Henry Kissinger sebagai keynote speaker on: Economic Recovery in The Turbelent World, dan pembicara lainnya seperti, William Miller Menteri Keuangan AS, Paul McKraken, Ketua Security Council AS, Presiden Meryll Lynch, Chairman Honda, dan Presiden Citibank, di samping Menkeu Indonesia, Ketua BKPM, Menteri/Ketua Bappenas. Kongres itu dibuka oleh Wakil Presiden RI, Umar Wirahadikusumah.
Di samping itu dalam kongres oleh FIDIC, Asosiasi Konsultan Internasional, dia menjadi delegasi di Istanbul (1996), Edinburg (Scotlandia) 1997. Kemudian menjadi anggota delegasi Menteri Pekerjaan Umum melakukan studi banding ke Beijing 1990, dan delegasi Indonesia pada Asian Dr. Accounting Consortium di Seoul (2002).

Sebagai lulusan KRA XXIII Lemhannas (1990), dia dikirim ke Clark dan Cubic bases, Pangkalan Militer AS di Philiphina dan menjadi tamu dari Fidel Ramos Menteri Pertahanan Phillippines, sebelum dikukuhkan menjadi Presiden Phillippines. Juga ke Timor Timur untuk mengadakan penelitian Lingstra setempat. Laurence mengusulkan kepada pimpinan Lemhannas, agar pada masa mendatang lebih banyak partisipan diundang dari Departemen Pendidikan dan Pimpinan Perguruan Tinggi.

Dia juga memperbanyak taskapnya dengan judul “Perguruan Tinggi di Indonesia, masalah dan penanggulang-annya.” Taskap itu diperbanyak serta dikirimkan kepada Departemen Pendidikan mulai dari Menteri, Dirjen sampai ke tingkat Kopertis. Namun, hasil yang dia peroleh bukan ucapan terima kasih tetapi cemoohan karena dianggap menggurui. Ini adalah salah satu kerugian karena keterbukaan dan niat ikhlas memberikan masukan malah dicemoohkan. Masukannya diterima tetapi orangnya dipertanyakan.

Laurence Manullang adalah Pendiri Yayasan Institut Bisnis Ekonomi dan Keuangan (Yayasan IBEK). Sejak didirikan pada tahun 1971, dia memimpin yayasan ini hingga tahun 1996. Kemudian, Yayasan IBEK resmi mendirikan sebuah lembaga pendidikan tinggi bernama Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBEK (STIE-IBEK) pada tahun 1987, dan Laurence menjadi Ketua STIE-IBEK sejak berdiri hingga 1993 dan disambung lagi dari 1996 hingga 2003, dan sejak tahun 2003, STIE-IBEK dipimpin oleh Dr. Gison, dan tahun 2004 ini nanti akan dipercayakan kepada Dr (cand) Leonard S. Manullang karena Dr. Gison ditugaskan sebagai Ketua STIE IBEK Pangkal Pinang. STIE-IBEK mengkhususkan diri dalam jalur minat manajemen dan akuntansi dengan menawarkan program sarjana S-1 dan S-2. Laurence duduk sebagai Ketua Yayasan. * tsl (Telah diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 13)

07 | Disertasi Terlengkap

Disertasi tingkat doktoralnya di Universitas Persada Indonesia (UPI) YAI Jakarta, berjudul “Analisis Efisiensi Pasar Modal Menggunakan Pendekatan Multiple Events Sosial, Politik, dan Ekonomi” merupakan suatu penelitian event studies yang terlengkap yang pernah dilakukan oleh para peneliti di Indonesia/dunia. Disertasi ini meneliti pengaruh 51 kejadian sosial, politik, dan ekonomi di dalam dan luar negeri terhadap fluktuasi harga saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sepanjang tujuh tahun 1996-2003.

Penelitian ini menggandengkan disiplin ilmu akuntansi, ekonomi, manajemen, dan statistik secara integratif sesuatu yang sesungguhnya tidaklah enteng karenanya hasilnya menjadi sangat mengagumkan. Seperti dikatakan oleh Prof. Dr. Sofyan Syafri Harahap, M.Sc.Acc, “Disertasi Anda ini kelak akan mendunia.” Demikian pula pujian datang dari Dr. Jogiyanto Hartono, MBA, Akt, “Akan banyak peneliti di masa mendatang menjadikannya sebagai referensi.”

Karya Jogiyanto Hartono mengembangkan ISMD 2.0 PPA-UGM, sangat membantu Laurence mengembangkan ISMD2.0PPA-UGM sehingga penelitian yang semestinya secara konvensional harus memakan waktu 15 tahun, namun karena kedermawanan Jogiyanto tadi menjadi bisa diselesaikan hanya dua tahun saja. Demikian pula Sofyan Syafri Harahap yang mempunyai daya ingat tajam serta perfeksionis, ikut bekerja keras membantu Laurence melengkapi materi teoritis dan teknis penulisan sebagai Co-Promotor kendati Laurence nyaris sempat frustasi sebab begitu banyaknya koreksi dan perbaikan.

Karena sibuknya dalam pendidikan dan karir sampai bakat menggubah puisi atau sanjak terpendam hampir terlupakan,” kata Laurence Manullang, bangga menyelesaikan disertasi sekaligus membuatnya ingat kembali akan hobi masa remaja di Siantar, yakni sewaktu masih menjadi dreamer serta penulis puisi dan prosa yang produktif.

Disertasi Laurence Manullang dalam catatan ilmu pengetahuan Indonesia menjadi suatu penelitian event studies yang terlengkap yang pernah dilakukan oleh para peneliti dengan jumlah 390 halaman untuk materi ditambah 1394 halaman lampiran. Padahal, meneliti satu event saja sesungguhnya sudah cukup sebagai prasyarat disertasi doktor. Namun Laurence bertujuan menyelesaikan doktor dengan mengutamakan adanya sumbangan temuan baru untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan.

“Bukan semata-mata untuk meraih gelar doktor, sebab sebelumnya saya sudah mengantongi dua ijazah doktor,” kata Laurence Manullang kali ini dengan kalem penuh arti.

Itulah sepenggal kisah hidup sang yatim-piatu yang sukses dan karena kesibukannya dalam pendidikan dan karir sampai bakat meng-gubah puisi dan sanjak terpendam hampir terlupakan. * tsl (Telah diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 13)

Data Singkat
Laurence Manullang, Pendiri dan Rektor Universitas Timbul Nusantara – IBEK / Kisah Yatim-Piatu dari Narumonda | Ensiklopedi | Guru Besar, Akuntan, UTIRA, direktur, IKIP, STIE

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini