
[ENSIKLOPEDI] Bupati Purwakarta Drs H Tubagus Liliy Hambali Hasan, MSi, seorang pamong berjiwa enterpreneur yang berorientasi prestasi dan social welfare (welfare state). Organisator berlatar birokrat profesional berjiwa kebangsaan dan relijius (Islam) ini selalu menempatkan diri sebagai pemimpin (bupati) yang melayani segenap lapisan masyarakat tanpa membedakan latar belakang. Sebagai bupati, mantan Sekda Purwakarta kelahiran Padeglang, 5 Mei 1950, itu menerapkan strategi enterpreneurial mendobrak pemeo negatif birokrasi yang berbelit dan mempersulit menjadi mempermudah.
Seorang menteri belum tentu layak disebut negarawan. Lalu, mengapa H Lily Hambali Hasan, yang hanya menjabat Bupati Purwakarta, disebut negarawan? Karena visi, sikap dan tindak kepemimpinannya memang seorang negarawan. Dia seorang bupati yang lebih menonjolkan visi, tujuan dan kepentingan bangsanya tanpa membedakan golongan, ras, suku, daerah asal dan agama daripada kepentingan pribadi, golongan dan partai (pendukungnya) sendiri.
Meskipun meraih kursi Bupati/Kepala Daerah Kabupaten Purwakarta dengan dukungan politik PDIP, dia selalu menempatkan dirinya sebagai pemimpin masyarakat dengan berbagai latar belakang. Tatkala dia maju sebagai calon bupati, tahun 2003, sistem pemilihan masih dilaksanakan oleh fraksi-fraksi Parpol di DPRD. Sebagai bupati, Lily Hambali mampu melepaskan diri dari kepentingan politik praktis partai tertentu yang mendukungnya menjadi bupati. Dia melayani segenap lapisan masyarakat tanpa melihat latar belakang partai politik, golongan, ras, suku dan agama.
Dia melayani dan merangkul segenap lapisan masyarakat untuk secara bersama-sama membangun Purwakarta dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasif serta berkelanjutan demi terwujudnya pemerintahan berprestasi tingkat nasional. Jika ada masyarakat menyampaikan aspirasi yang berbeda, dia mendekati dan mengajaknya berdialog. Tak jarang dia menghampiri kelompok masyarakat yang unjuk rasa (demonstrasi), mendengar aspirasi mereka, berdialog dan memberi penjelasan.
Lulusan Sarjana Strata 2 (S2) Magister Ilmu Pemerintahan dari STIAMI Jakarta, yang mantan Ketua DPD KNPI Cianjur (1980 – 1984) dan Wakil Ketua DPD Golkar Cianjur (1988 – 1993), itu mengajak masyarakatnya agar tidak bertindak anarkis. Lihat saja, kondisi masyarakat Kabupaten Purwakarta, yang sedemikian dekat dengan hiruk-pikuk politik kepentingan yang terjadi di berbagai daerah hinterland dan sekitarnya, terutama Jakarta-Bekasi dan Bandung, relatif hidup lebih tenang dan bersahabat.
Selaku Kepala Daerah, Lily yang juga Ketua DHC Angkatan 45 Purwakarta (2003-2008), itu merasa punya kewajiban mengayomi semua lapisan masyarakat dan partai politik yang ada di daerahnya yang berpenduduk lebih dari 750.000 jiwa. Semaksimal mungkin dia selalu berupaya untuk mewujudkan aspirasi dan kepentingan seluruh warga masyarakat tanpa membedakan latar belakang daerah kelahiran, agama, kelompok dan golongan. Lily sejak muda senang berorganisasi, terutama di kepramukaan (Penerima Piagam/Medali Dharma Bhakti Pramuka tahun 1995 dari Kwarnas Pramuka). Karena itu dia ingin selalu dekat dengan masyarakatnya untuk membangun kebersamaan dalam melaksanakan berbagai bidang pembangunan.
Di bawah kepemimpinan suami dari Hj Elin Halimah dan ayah dari tiga orang anak (dr Laely Yuniasari, Ir Deni Wahyudin dan Dony Mulyadi), itu dalam era otonomi daerah (Otda), Kabupaten Purwakarta mampu mengimplementasikan Otda itu secara lebih tepat. Dia berupaya mengakselerasi pembangunan Kabupaten Purwakarta dengan semangat kemandirian dan otonom dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Saat beberapa daerah kapubaten dan kota terjebak menerjemahkan Otda secara sempit, sehingga melahirkan raja-raja kecil, berbagai Perda retribusi untuk meningkatkan PAD, dan Perda yang menonjolkan kepentingan golongan, bahkan juga mengundang berbagai tindakan anarkis, dia menampilkan sosok Otda Purwakarta yang elegan.
Saat daerah lain terjebak dalam istilah dan pendekatan putera asli daerah dalam memilih pemimpin daerah, terutama untuk jabatan bupati dan walikota, bahkan dia telah membuktikan kepada masyarakatnya bahwa siapapun warga negara Indonesia, tanpa menonjolkan daerah asal dan kelahirannya, bisa dan sanggup menjadi pemimpin di daerah mana pun. Yang terpenting bukan soal putera daerah atau tidak, tetapi kemampuan dan kesungguhannya bekerja keras, kreatif dan inovatif, jujur, ikhlas, trasparan dan bertanggung jawab untuk menyejahterakan rakyat. Siapa pun dia, yang penting, programnya harus berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan rakyat Purwakarta. (Selengkapnya baca: Bangga jadi Putera Republik, halaman 14).
Hal ini telah dibuktikan Bupati Purwakarta H Lily Hambali, (bergelar Tubagus tapi tak pernah mencantumkannya), putera bangsa kelahiran Padeglang, 5 Mei 1950 itu. Kendati dia bukan putera asli daerah Purwakarta, tetapi dia telah berbakti secara bersungguh-sungguh demi kemajuan Purwakarta. Bahkan mungkin melebihi bakti dan kecintaan putera asli daerah setempat. Sehingga, sebagian masyarakat Purwakarta yang sebelumnya mempermasalahkan putera asli daerah dan bukan putera asli daerah, kini tak lagi mempermasalahkannya.
Bukankah ini (kepemimpinan Lily Hambali dan sikap masyarakat Purwakarta) suatu bukti yang patut diteladani dalam hal proses pembelajaran politik dalam era Otda saat ini? Bahkan, tidak berlebihan bila disebut dalam hal kepemimpinan daerah dan kesadaran politik masyarakat daerah (kabupaten), Purwakarta telah menampilkan sosok yang ideal, tentu dalam berbagai dinamikanya. Patut diteladani!
Kabupaten Purwakarta, bukan hanya dalam bidang kepemimpinan bupatinya (kenegarawanan) dan kesadaran politik masyarakat, menampilkan sosok Otda yang ideal (elegan) dan patut dijadikan contoh.
Dalam hal penerapan Peraturan Daerah (Perda) dan upaya peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), Purwakarta layak dijadikan contoh. Misalnya, dia lebih mengutamakan memberi kemudahan bagi investor daripada menerbitkan Perda retribusi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Apalagi bila Perda itu secara langsung memberatkan masyarakat tanpa lebih dahulu ada upaya meningkatkan pendapatan masyarakat. (Lebih lanjut baca: Wawancara: Percepat Izin Investasi, halaman 22).
Dia lebih memilih menarik minat investor masuk ke Purwakarta, menggerakkan sektor riil, yang antara lain akan berdampak pada pembukaan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dalam hal ini, dia mendobrak pemeo negatif birokrasi: Jika bisa dipersulit kenapa dipermudah! Menjadi: Jika bisa dipermudah kenapa dipersulit! Seperti, pengurusan izin yang sebelumnya sering dikeluhkan pengusaha (investor) terlalu berbelit dan lama, dia permudah dan percepat. Selesai dalam 10 hari. Sehingga, tak heran bila dia menerima penghargaan KPPOD Award Peringkat Terbaik Kategori Umum Daya Tarik Investasi di Indonesia, dua tahun berturut-turut, tahun 2003-2004.
Dalam mendorong investasi PMA atau PMDN, di bawah pimpinan alumni SPADYA Angkatan XV (Bandung 1990) dan SESPANAS Angkatan IV (Jakarta 1994), itu Pemkab Purwakarta mengacu kebijakan penanaman modal pusat dan provinsi dengan melakukan upaya: pinciptaan iklim yang sehat, kerjasama dan promosi, pengendalian penanaman modal, peningkatan kelembagaan dan profesionalitas aparatur, sosialisasi investasi, meningkatkan home industri, meningkatkan infrastruktur, pelatihan SDM, kerjasama dengan dunia usaha dengan memupuk harmonisasi serta penyebarluasan usaha, pasar, peluang dan tenaga kerja.
H Lily Hambali Hasan juga merasa prihatin dengan fenomena dewasa ini, di mana banyak muncul peraturan yang tidak lagi mencerminkan semangat menghargai kemajemukan. Dia pemimpin yang konsern terhadap Pancasila sebagai platform bersama karena menyadari benar bahwa Indonesia sangat majemuk, yaitu terdiri dari 17.000 pulau dan sekitar 400 suku serta sekitar 240 juta jiwa penduduk menganut berbagai agama.
Hal lain dan lebih menarik serta patut diteladani daerah lain adalah komitmen Bupati Purwakarta H Lily Hambali Hasan bersama DPRD Purwakarta memprioritaskan peningkatan pendidikan. Komitmen ini diwujudkan dengan menetapkan anggaran pendidikan sebesar 38 persen dari APBD. Saat pemimpin nasional belum mewujudkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen sebagaimana diamanatkan konstitusi, Kabupaten Purwakarta sudah menerapkan hampir 200 persen dari amanat konstitusi itu. (Lebih lanjut baca: Anggaran Pendidikan 38 Persen, halaman 26).
Hanya seorang negarawan yang mampu melakukan hal itu. Seorang negarawan memikirkan jauh (panjang) ke depan, the next generation. Sedangkan pemimpin yang bukan negarawan cenderung hanya memikirkan jangka pendek, mencari popularitas sesaat, hanya bicara the next position. Sebab, semua orang tahu, meningkatkan pendidikan (sumber daya manusia) adalah upaya berjangka panjang. Hasilnya akan diperoleh secara maksimal pada waktu 20 tahun kemudian. Tidak seperti memakan cabai, begitu digigit langsung terasa pedasnya. Maka, hanya pemimpin berjiwa negarawan yang berani memprioritaskan pendidikan dengan anggaran 38 persen.
Dalam hal pendidikan, Purwakarta telah membebaskan uang sekolah mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Lanjutan Atas. Saat negara (Diknas) dan daerah lain masih ‘mewacanakan’ wajib belajar sembilan tahun, Purwakarta telah mewujudkannya dengan membebaskan uang sekolah bagi peserta didik di daerahnya. Bagi Lily, kebijakan wajib belajar adalah ompong jika tidak dibarengi pembebasan uang sekolah.
Dia bertekad meningkatkan kualitas pendidikan dengan target pengentasan buta aksara dan wajar Dikdas 9 tahun dengan memiliki kehidupan serta lingkungan yang sehat didukung budi pekerti (moral) yang berdasarkan norma agama dan estetika. Maka wajarlah juga bila H Lily Hambali Hasan telah menerima penghargaan Widyakrama dari Pemerintah Pusat karena berhasil menjalankan program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun. Sebelumnya, Lily telah menerima penghargaan The Best Award Gold Priority SDM Tingkat Nasional pada tahun 2001.
Komitmennya terhadap peningkatan sumber daya manusia diformulasi menjadi basic cores pembangunan Purwakarta, yang terdiri agama, pendidikan dan kesehatan. Ketiga basic cores itu digambarkan dalam bentuk segi tiga sama sisi, yang menjadi landasan kuat bagi core bussiness Purwakarta yang terdiri dari agribisnis, industri, pariwisata serta perdagangan dan jasa.
Sesuai karakteristik georafis dan kultur Kabupaten Purwakarta, Bupati Lily yang telah menerima Satya Lencana Wirakarya Tahun 2005 sebagai Bupati Berprestasi di Bidang Pembangunan dari Presiden RI, itu mengharapkan kegiatan ekonomi sesuai Core Business perlu dilakukan manifestasi maupun recovery, yakni: Pertama: Agrobisnis yang digeluti penduduk secara turun-temurun diperlukan perbaikan, seperti dukungan lembaga terkait, penguatan keterkaitan dengan subsystem serta pengembangan komoditas unggulan.
Kedua: Industri sebagai hulu penggerak ekonomi makro perlu ditata berorientasi pemantapan bahan baku lokal, pengembangan industri saling keterkaitan dan saling menguntungkan, pengembangan industri memiliki daya saing domestik, regional maupun internasional serta menumbuhkembangkan industri kecil seperti simping, gula aren cikeris, kue kering, tape singkong, keramik Plered menjadi produk khas daerah.
Ketiga: Pariwisata dirancang memiliki ciri dan khas daya tarik tersendiri seperti agrowisata Wanayasa, ekowisata keramik Plered serta wisata alam Jatiluhur. (Lebih lengkap baca: Purwakarta Menuju Pusat Wisata, halaman 36).
Keempat: perdagangan dan jasa sesuai geografis diapit tiga kota besar Jakarta, Bandung dan Cirebon dirancang menjadi pusat kegiatan wilayah (PKW) yang dipopulerkan dengan sebutan Purwakarta Segi Tiga Emas Jakarta-Bandung-Cirebon. (Lebih lanjut baca halaman 31).
Pembangunan ekonomi yang meliputi pertanian/agrobisnis, industri, pariwisata, dan perdagangan dan jasa itu dimaksud menumbuhkan masyarakat sebagai pelaku ekonomi, jasa maupun industri. Core pembangunan Purwakarta mendorong optimalisasi segenap unsur pelaku pembangunan seperti pemerintah, dunia usaha dan organisasi masyarakat saling berinteraksi satu sama lainnya.
Bupati yang sejak remaja telah terlatih mandiri, berjiwa enterpreneurship (Baca artikel: Mandiri Sejak Remaja, halaman 18), itu mencanangkan pengem-bangan ekonomi Purwakarta dilakukan dengan strategi enterpreneurial bersifat pragma-tis, berorientasi prestasi, peka terhadap peluang, fokus pada kebutuhan, ekspekstasi masyara-kat dan unsur terkait, responsif pada perubahan dalam lingkung-an makro tanpa terhadang prosedur atau aturan yang sering menghambat laju pembangunan.
Pengalokasian sumber daya kabupaten diarahkan sesuai program dengan jiwa enterpreneurial segenap SDM, serta memiliki karakteristik marketable, profitable dengan tujuan Social Walfare serta terciptanya pembangunan berkemampuan daya saing tinggi.
Basic cores dan core bussiness itu merupakan penjabaran visi Kabupaten Purwakarta, yaitu, terwujudnya masyarakat Purwakarta yang aman, damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, ber-landaskan iman dan taqwa menu-ju wibawa karta raharja. Visi itu dijabarkan lagi dalam tujuh misi yaitu dalam bidang hukum dan keamanan, politik, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, pembangunan daerah dan lingkungan hidup serta agama.
Sebagai peraih predikat kabupaten yang memiliki daya tarik investasi terbaik 2003-2004 dan Purwakarta pernah sebagai kota peraih Adipura, Lily Hambali merubah orientasi pembangunan Purwakarta dari “pembangunan daerah” menjadi “daerah membangun.” Dia juga telah menetapkan skala prioritas penataan kota Purwakarta dan memfokuskan beberapa program yang berkaitan langsung dengan perkembangan investasi:
Pertama, program masuknya investasi disederhanakan prosedurnya, melalui tim koordinasi pengendalian daerah melakukan kajian berkesinam-bungan, tim perizinan serta penataan organisasi perangkat daerah yang dikoordinir Sekda mengacu basic pelayanan prima.
Kedua, meningkatkan peran masyarakat dalam perumusan pembangunan, menjalin koordinasi eksekutif, legislatif dan yudikatif, membangun opini publik dan menjaga hubungan pemerintah dengan dunia usaha. Ketiga, melakukan kajian poten-si ekonomi secara berkesinam-bungan, pengembangan pusat ekonomi, mereview Perda yang berberkaitan pajak dan retribusi dirancang mendorong berkembangnya usaha kecil, menengah dan besar.
Keempat, meningkatkan fungsi Tripartit guna mencipta-kan harmonisasi pekerja-dunia usaha serta pemerintah. Kelima, perbaikan dan pemeli-haraan infrastruktur serta pengupayaan empat inter-change dari jalan tol sebagai acces rood ke kawasan ekonomi, manufaktrur dan sebagainya.
Semua visi, misi, basic cores dan core bussiness serta skala prioritas itu bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Bukankah semua itu, cukup menggambarkan bahwa dia adalah seorang pamong negarawan berjiwa enterpreneur yang berorientasi prestasi dan social welfare (welfare state) mti/Ch. Robin Simanullang