Pemimpin yang Tak Pernah Tidur
Soemino Eko Saputro04 | ‘Tak Pernah Tidur’ di Padang

Dari Bandung dia pindah ke Padang. Di ibukota propinsi Sumatra Barat itu, dia punya sejarah tersendiri. Saat itu, Padang Panjang dan hampir di seluruh Sumatera Barat, dilanda banjir bandang. Banjir merusak dan membongkar rel kereta api di Padang Panjang. Saat itu Kepala Eksploitasi-nya Pak Mansyur.
Mansyur lapor ke Gubernur Az-war Anas bahwa terjadi longsoran, jalan kereta api tidak bisa dilewati. Mansyur juga melaporkan bahwa jalan kereta api tidak bisa dilalui selama 30 hari. Padahal itu jalur angkutan batubara untuk memba-kar semen di Indarung. Dengan demikian, batu bara akan terpaksa diangkut dengan kapal selama sebulan.
Keadaan itu jadi gempar, terutama di lingkungan KA. Lalu, dia dipanggil direktur utama KA, saat itu dipegang oleh Suharso. Dia diperintahkan berangkat ke Padang untuk melihat longsoran yang menimpa jalan kereta api. Setelah mengecek sana-sini, Soemino menemui Gubernur Azwar Anas. Gubernur bertanya: “Kira-kira berapa lama ini bisa selesai?”
Soemino menjawab: “Seminggu selesai.” “Wah, nggak mungkin dong, Pak Mansyur saja mengatakan satu bulan,” komentar Azwar. Tapi dia meyakinkan akan bisa menyelesai-kannya dalam satu minggu.
Lantas, segera Soemino berang-kat ke Padang Panjang. Dia amati dengan seksama, dan akalnya langsung jalan menemukan cara terbaik dan tercepat menyelesaikan masalah. Seminggu kemudian, dia lapor ke Gubernur. “Pak, kereta sudah bisa jalan.” Jawab Guber-nur: “Oh sudah bisa ya. Waduh, saya senang.”
Itu citra dan kesan pertama yang dia tunjukkan kepada Gubernur Azwar. Tak berapa lama setelah kejadian itu, Soemino lantas ditempatkan di Padang menjadi Kepala Eksploitasi Sumatera Barat (12-05-1987 sd 26-06-1988).
Menteri Perhubungan yang saat itu sudah berniat menutup jalur kereta api di Sumbar karena tidak memiliki kemampuan untuk mengangkut dan tidak memiliki uang untuk melaksanakan perbaikan, mengurungkan niat.
Memang kondisi di Sumbar kala itu sangat parah. Ketika datang pertama kali ke Sumbar sebagai orang konstruksi, datang kedua kalinya sebagai Kepala Eksploitasi. Langkah awal Soemino adalah melapor lagi ke Gubernur Azwar Anas dan melakukan pendekatan kepada Kapolda, Kajati dan semua petinggi di sana, sehingga dia banyak kenalan. Soemino minta dukungan mereka. Setelah itu melakukan konsolidasi di dalam.
Soemino juga bertemu dengan kepala kejaksaan. Saat itu, mereka masih sama-sama baru. Karena itu Soemino mengajak ngobrol sambil makan. Mereka juga membikin komitmen untuk sama-sama bekerja sebaik mungkin.
Kemudian, dia menggalang hubungan dengan wartawan. Di antaranya menanyakan: “Sebenarnya siapa sih yang bisa memperbaiki kereta api? Siapakah yang bisa memperbaiki kereta api, wartawan atau kami orang kereta api?” Para wartawan itu mengatakan, “yang punya kewajiban, ya orang kereta api.”
Lantas Soemino minta dukungan wartawan: “Kalau anda yakin orang kereta api yang akan memperbaiki kereta api, tolong kalau memang ada kekurangan, saya akan tangan-i, kalau tidak saya tangani, silahkan Anda koreksi, Anda kritik.”
Soemino meminta kesempatan untuk bekerja, agar belum apa-apa jangan direcoki. Dia menjamin apapun yang mereka inginkan akan dikerjakan. Soemino meminta para wartawan, kalau ada sesuatu, bisa didiskusikan. Dan kalau dia tidak bisa menyelesaikan, silahkan diekspos. Ini komitmennya! Kemu-dian pers pun mulai mendukung.
Sejak itu, Soemino mulai dike-nal. Setiap hari Jum’at dia meman-faat-kan waktu untuk berbicara dengan wartawan dan warga. Mereka sudah mulai akrab, tidak sampai tiga bulan kepercayaan bangkit kembali. Kemudian, semua orang kereta api sudah berani menggunakan buku agenda kereta api. Orang-orang PJKA, setiap Jum’at sudah mulai berani mengenakan pakaian training. Hanya dalam tiga bulan, Soemino betul-betul menunjukkan prestasi di Padang. Dia pun tidak pernah lupa dengan pembimbing-nya yang bernama Ali Unir.
Setelah itu, dia memantapkan konsolidasi di dalam. Kemudian, dia negosiasi dengan perusahaan penambang batubara di Sawah Lunto. Dia memastikan alokasi angkutan batubara dengan KA, yang sebelumnya diangkut dengan truk. Kemudian mendapat jawab-an: “Kalau Pak Soemino bisa atur silakan saja.”
Semula amat susah mengangkut 40 gerbong per hari. Lalu dia berusaha memaksimal daya angkut. Dia menghitung, jika bisa mengangkut 80 gerbong sehari, itu sudah sesuai target. Kalau lebih berarti melebihi target.
Lalu Soemino berusaha maksimum. Dia bekerja siang-malam tanpa kenal lelah. Sampai-sampai dia digelari KE (Kepala Eksploitasi) yang tidak pernah tidur. Dia mengumpulkan teman-temannya, kemudian mulai bekerja keras. Di situlah dia sungguh-sungguh menggarap kereta api secara efisien dan efektif, siaga 24 jam setiap hari.
Dia pun mengerahkan rekan-rekannya untuk tidak hanya bisa mengangkut 40 gerbong batubara sehari, tetapi menargetkan minimal 80 gerbong per hari dan kalau bisa mencapai 100 sampai 120 gerbong per hari. Setiap lebih dari 80 gerbong, dia memberi bonus kepada anak buahnya. Kala itu, belum ada orang yang berani memberikan bonus kepada karyawan Perum KA. Sumino berani memulainya.
Menurut Sumino, untungnya Pak Arief Mudjono, Kasi keuangan, waktu itu orang yang berani juga. Kala itu Sumino bertanya: “Pak Arief berani nggak.”
“Berani asal bapak juga berani,” kata Arief Mudjono.
“Oke berani. Di atas 80, saya kasih bonus. Bonusnya dibagi sepanjang lintas,” tegas Sumino.
Para karyawan pun bekerja dengan giat. Mereka bangga juga ketika dibilang, “inilah bukti bahwa anda berhasil bekerja.” Kemudian, Soemino meminta izin gubernur untuk mengecat pagar sepanjang jalan dari Bandara Tabing, dengan warna biru-putih-biru. Dua hari kemudian Gubernur dan para petinggi Sumbar lainnya lewat, jembatan kereta api sudah diperbaiki dan pagar sudah dicat rapih. Dari Padang pagar itu kelihatan tegak lurus, bagus sekali. Gubernur pun menyatakan keka-gumannya. Sumino pun pantas digelari pejabat kereta api yang tidak pernah tidur.
Padahal, sebelumnya, kondisi kereta api di Sumbar sangat memprihatinkan. Di sana ada rel kereta api tetapi tidak ada telepon. Gerbongnya juga tidak terawat dengan baik. Bahkan, saat pertama kali dia masuk ke Padang, masya-rakat Sumbar benci sekali sama yang namanya kereta api. Ini berawal dari ketidakpercayaan orang terhadap kereta api. Karena banyak kecelakaan. Sehingga karyawan tidak ada yang berani mengenakan seragam kereta api.
“Saya datang ke sana, semua orang pikirannya, pulang saja ngapain ke sini,” kenang Soemino. Tahun 1986, keadaannya sangat berat. Dia diperingatkan seorang temannya: “Ngapain datang ke situ, masuk ke kandang macan.” Tapi Soemino tegar dan bilang: “Saya masuk kandang dan mau jadi macannya.”
Di sana tidak ada telepon. Lalu Sumino mencari jalan agar punya alat komunikasi. Dia pun mengambil kebijakan yang terbilang berani, membeli HT (handy talky). Orang kantor pusat tidak setuju: “Nggak bisa jalanin kereta api pakai HT.” Sumino berkeras dan bilang: Ini bukan jalankan kereta, untuk komunikasi, karena tidak ada telepon.”
Akhirnya Sumino nekat. Dia siap mengambil risiko, bila berlu diperiksa dan diganti. Akhirnya disetujui, pasang semua. Dengan alat komunikasi HT itu, dia mulai mengomando yang namanya masinis, dan kondektur PJKA. Dia sudah bisa komando langsung, jam berapa saja. Sehingga dia sampai terkenal sebagai KE yang tak pernah tidur, karena HT-nya selalu aktif dan ditaruh di sam-pingnya, siang malam selama 24 jam.
Sewaktu-waktu ada masinis, di-suruh nglangsir tidak mau. Sudah disuruh sama Kepala Stasiun PJKA, tetap tidak mau. Mungkin masinis tadi capek atau apa, disuruh ngelangsir tidak mau, sama-sama emosi. Kepala Stasiunnya marah, masinisnya marah juga dan memecah kaca. Lalu, dia perintahkan berangkatkan saja, sudah berangkat.
Kemudian, dia kontak Kepala Depo Solok melalui HT, tolong Anda siap di stasiun, bawa satu masinis dan satu pembantu masinis. Begitu KA nomor sekian masuk, masinis turun. Kepala Deponya sudah di stasiun sama dua masinis. Masinis yang marah tadi diganti. Setelah kejadian itu, semua menjadi tertib.
Selain itu, setiap Kamis, Sumino keliling stasiun-stasiun. Di stasiun ini ngobrol, di stasiun sana ngobrol lagi, sampai malam, ujungnya tembus sampai Padang Panjang. Pada pagi hari saat orang senam, dia juga bergabung dan menyatu. Sehingga hampir semua orang sudah kenal.
Dengan kreativitas, kerja keras dan pendekatannya yang demikian baik, hanya dalam satu tahun dua bulan tiga hari dia mendapat pro-mosi diangkat sebagai Pjs Direktur Teknik Perum KA di Kantor Pusat, Bandung (27-06-1988 sd 14-07-1991). Kemudian dikukuh sebagai Direktur Teknik yang dijabatnya sejak 15-07-1991 sd 14-07-1995. Pengangkatannya tak lama setelah Gubernur Sumbar Azwar Anas diangkat menjadi Menteri Perhu-bungan. Azwar yang sudah tahu prestasi Soemino selama bertugas di Padang mempercayainya menja-bat Direktur Teknik. Selama di Padang, Soemino bahkan sudah dianggap Azwar sebagai anak sendiri.
Begitu Soemino pindah ke Bandung, semua orang Perumka pegang HT (handy talky), semula hanya digunakan di Padang, atas prakarsa berani Soemino. mti/crs-sh