Penggerak Ekonomi Indonesia
Radius Prawiro
[ENSIKLOPEDI] Dr Radius Prawiro tokoh yang berperan penting dalam gerak pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya semasa Orde Baru. Sejak 1965, dia sudah berada dalam pusat kebijkan ekonomi dan keuangan RI. Pernah menjabat Gubernur Bank Indonesia, Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan hingga menjabat Menko Ekuin dan Pengawasan Pembangunan.
Mantan Menko Ekuin Kabinet Pembangunan V (1988-1993) ini lahir di Yogyakarta 29 Juni 1928. Ia menempuh pendidikan dasar sampai menengah atas di kota kelahirannya, masing-masing SD (tahun 1941), SMP (1945),dan SMA (1950). Kemudian melanjutkan ke negeri Belanda tepatnya di SMT, Nederlandsche Economicscshe Hogeschool, Roterdam. Selanjutnya di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.
Putra Prawiro, seorang guru, ini mempunyai perjalanan karir yang panjang. Ia mulai sebagai sekretaris BKR, Yogyakarta (1945). Kemudian Perwira Markas Tertinggi Perhubungan TRI, Yogyakarta (1947-1948), Staf Gubernur Militer Daerah Istimewa Yogyakarta (1945-1951), Pegawai Teknis Direktorat Akuntan Negara (1960-1965), Deputi Menteri Pemeriksa Keuangan Negara/BPK (1965), Deputi Menteri Urusan Bank Sentral (1965), Gubernur Bank Negara Indonesia (1966), Gubernur Bank Indonesia (1966-1973), Gubernur Dana Moneter Internasional (IMF) dan merangkap wakil Gubernur Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk Indonesia (1967-1971).
Ia pun pernah menjadi anggota Tim Ahli Ekonomi Presiden (1968-?), Ketua Dewan Gubernur Bank Dunia (IBRD, 1971-1973). Kemudian ia berturut-turut dilantik sebagai menteri kabinet, yang dimulai pada Kabinet Pembangunan II dan III sebagai Menteri Perdagangan (1973-1978, 1978-1983). Selanjutnya pada kabinet pembangunan IV ia dipercayakan sebagai Menteri Keuangan (1983-1988). Lalu pada tahun 1988 ia diangkat pula sebagai Menko Bidang Ekuin dan Pengawasan Pembangunan, yang diselesaikannya pada tahun 1993.
Perjalanan mudanya juga cukup menarik. Sebagaimana ditulis di buku Apa & Siapa 1985-1986, Radius pernah menjadi penjual rokok ketika masih di SMP. Hasil dari penjualan rokok itu digunakan untuk sekolah dan keperluan sehari-harinya. Ia pun pernah bergabung dengan Tentara Pelajar (TP) yang dipimpin oleh Martono, yang belakangan menjadi Menteri Transmigrasi.
Ketika kuliah di Belanda, ia pun melanglang “buana” ke berbagai kota di Eropa dengan mengendarai sepeda motor BMW. Dan kegemaran itu tetap dilanjutkan sepulangnya kembali ke Indonesia, meskipun ia pernah jatuh karena tergelincir. Dan ia tidak pernah kapok. Bahkan sampai menjadi Asisten Ahli pada Direktorat Akuntansi Negara dan merangkap anggota Badan Pengawas Keuangan, ia masih tetap meneruskan kegemarannya itu.
Baru kemudian ketika menjadi Gubernur Bank Indonesia pada tahun 1965, ia “terpaksa” menghentikan naik motor. “Karena pertimbangan keamanan dari pemerintah, saya lalu disuruh naik mobil sendiri,” ujarnya. Meski begitu hobinya naik motor tetap tidak hilang begitu saja. “Saya sendiri masih senang naik sepeda motor sampai sekarang,” tambah penggemar fotografi ini.
Radius menikah dengan Leonie Supit, dan dikaruniai empat anak. Dan seperti ditulis buku Apa & Siapa, bersama isterinya Radius pun suka berkebun. Sementara itu belakangan ia juga punya kegemaran lain yakni minum teh pahit seusai makan makanan berlemak.
Bertepatan dengan peringatan Dies Natalis ke-150, Theologische Universiteit Kampen, lembaga pendidikan teologi yang cukup dikenal di Belanda, menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Teologi kepada Dr. Radius Prawiro. Beberapa pertimbangan yang menjadi dasar penganugerahan gelar kehormatan bagi promovendus, adalah ia dinilai berperan aktif dalam bidang gerejawi, terlibat aktif dalam pendirian sebuah jemaat di Jakarta, menjadi Ketua Majelis Pertimbangan PGI selama lebih dari satu periode, aktif terlibat di berbagai kepengurusan Lembaga Pendidikan Tinggi Kristen di Indonesia, dan memprakarsai pendirian yayasan yang memusatkan pelayanannya pada bidang faculty development, pengembangan sarana dan prasarana pendidikan, perpustakaan dan laboratorium. Selama 14 tahun melayani, yayasan ini telah membantu puluhan dosen dalam menyelesaikan studi lanjutnya(S-2 dan S-3).
Satu catatan penting, Radius sangat memberi perhatian pada upaya kontekstualisasi teologi. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang kekristenannya. Nenek moyangnya berasal dari lingkungan Kiai Sadrach, penginjil Jawa kharismatis, yang berusaha memahami Injil dari perspektif kulturalnya. Cara berteologi seperti ini telah membuka wawasan dan memberi perspektif lain bagi gereja-gereja Belanda dalam berteologi.
Dalam sambutannya, Dr. Radius antara lain mengatakan bahwa di tengah derasnya arus globalisasi gereja harus mampu memberikan pelayanan terbaiknya bagi masyarakat.
***
Dr Radius Prawiro meninggal di Rumah Sakit Deutsches Herzzentrum, Muenchen, Jerman, Kamis 26 Mei 2005 pukul 11.35 waktu setempat atau pukul 16.35 WIB dalam usia 76 tahun. Mantan Ketua Majelis Pertimbangan PGI kelahiran Yogyakarta, 29 Juni 1928 itu meninggalkan seorang istri, Leonie Supit, empat anak dan 13 cucu.
Menurut Loka Manya Prawiro, putera almarhum, Radius meninggal dalam proses pemasangan alat picu jantung di rumah sakit tersebut. Jenazah tiba di Tanah Air Selasa 31 Mei 2005 untuk kemudian disemayamkan di rumah duka Jalan Taman Dharmawangsa Nomor 11, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Selanjutnya mantan anggota TNI yang memperoleh Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra, itu dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Bio TokohIndonesia.com | tsl-mis