
[ENSIKLOPEDI] Karier Jenderal TNI Moeldoko sungguh cemerlang. Hanya tiga bulan menjabat Kepala Staf TNI AD (KSAD) sejak 22 Mei 2013, karier lulusan terbaik Akabri 1981 itu melejit mencapai puncak menjadi Panglima TNI.
Perjalanan karier jenderal kelahiran Kediri, Jawa Timur, 8 Juli 1957 itu melejit sejak menjabat Kasdam Jaya (2008). Bahkan pada tahun 2010, dia mengalami tiga kali rotasi jabatan dan kenaikan pangkat mulai dari Pangdiv 1/Kostrad (Juni-Juli 2010), menjadi Pangdam XII/Tanjungpura (Juli-Oktober 2010) dan Pangdam III/Siliwangi (Oktober 2010-Agustus 2011). Lalu Agustus 2011 menjabat Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional sebelum menjabat Wakasad (Februari 2013) hingga dipercaya sebagai Kepala Staf TNI AD (KSAD) 22 Mei 2013.
Semula, sampai dia menjabat Wakil Gubernur Lemhannas, tidak banyak orang yang memprediksi Moeldoko akan menjadi pengganti Laksamana TNI Agus Suhartono sebagai Panglima TNI. Bahkan ketika Moeldoko dilantik jadi Wakasad pun masih hampir tidak ada yang memprediksi dia akan menjadi Panglima TNI. Banyak orang justru mengira ipar Presiden SBY, Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo (Kepala Staf TNI AD)-lah akan menjadi Panglima TNI. Dan Moeldoko hanya akan jadi Kasad.
Tapi, ternyata, tak sampai dua bulan berikutnya, Moeldoko naik pangkat menjadi Letnan Jenderal dengan jabatan Wakil Gubernur Lemhannas. Kemudian menjadi Wakasad (Februari 2013) dan naik lagi jadi Kasad pada 22 Mei 2013 dengan pangkat bintang empat (Jenderal). Lalu, hanya tiga bulan berikutnya setelah menjabat Kasad, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkannya sebagai calon tunggal Panglima TNI untuk kemudian mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR-RI.
Tapi, ternyata, tak sampai dua bulan berikutnya, Moeldoko naik pangkat menjadi Letnan Jenderal dengan jabatan Wakil Gubernur Lemhannas. Kemudian menjadi Wakasad (Februari 2013) dan naik lagi jadi Kasad pada 22 Mei 2013 dengan pangkat bintang empat (Jenderal). Lalu, hanya tiga bulan berikutnya setelah menjabat Kasad, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkannya sebagai calon tunggal Panglima TNI
Saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan dalam Rapat Komisi I DPR, Rabu (21/8/2013), dia dengan cerdas menjelaskan visi dan misinya, serta menjawab berbagai pertanyaan anggota Komisi I dengan cekatan, sehingga seringkali mendapat applaus, tepuk tangan, dari para anggota Komisi I DPR itu. Akhirnya, dengan suÂaÂra bulat (aklamasi) seÂmua (9) FrakÂsi di Komisi I menyetujui JenÂderal TNI MoelÂdoko jadi Panglima TNI. PerseÂtujuÂan itu dibaÂwa ke rapat paripurna pada 27 AgusÂtus 2013 dan mendapat persetujuan akhir secara aklamasi. SeÂlanjutnya perÂsetujuan itu disamÂpaikan kepada PreÂsiden RI untuk menetapÂkan dan melanÂtikÂnya menÂjadi Panglima TNI (dilantik 30/8/2013). Sementara untuk jabatan Kasad dia digantikan Letjen Budiman.
Pada saat uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR tersebut, Jenderal Moeldoko mengatakan: “Sikap saya sangat jelas, tegas, dan tidak kenal kompromi dalam menjaga kedaulatan NKRI. Saya Jenderal TNI Moeldoko siap memimpin TNI.” Penegasan sikap ini disambut tepuk riuh anggota Komisi I DPR. Bukan hanya sekali itu para anggota Komisi I DPR itu tepuk tangan, tapi berulang kali mulai saat dia memaparkan visi dan misinya sehingga suasana ruang rapat amat riuh ceria. Rapat berlangsung terbuka hingga selesai sekitar enam jam dalam dua sesi.
Pada awal uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI itu, Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq selaku pimpinan rapat memaparkan jaminan bahwa syarat administrasi Moeldoko telah lengkap. Mulai dari laporan hasil kekayaan, laporan kesehatan, daftar riwayat hidup, dan catatan dari Komnas HAM.
Kepada Wartawan TokohIndonesia.com, Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin mengungkapkan hasil pertemuan Komisi I dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komnas HAM, bahwa dipastikan Moeldoko bersih dari berbagai catatan masalah korupsi maupun pelanggaran HAM. TB Hasanuddin mengungkapkan bahwa Komnas HAM tidak pernah dapat laporan dari masyarakat terkait Moeldoko. Demikian juga Pimpinan KPK menyatakan hal yang sama.
Dalam pemaparan visi dan misinya, Jenderal Moeldoko mengatakan saat ini ada bahaya-bahaya baru yang membahayakan tidak hanya keamanan nasional, tetapi juga keamanan internasional. Oleh karena itu, ia bertekad merevitalisasi ketahanan TNI untuk menekan pergerakan aksi terorisme.
Moeldoko menegaskan, TNI harus siap sedia setiap saat. Bukan hanya untuk menghadapi perang simetrik, tetapi juga perang asimetrik yang tak beraturan. Hal itu sesuai dengan visi dan misi TNI sebagai komponen utama pertahanan negara yang tangguh. Untuk itu, Moeldoko memaparkan gagasan strategis yang akan digulirkannya bila dipercaya memimpin TNI yaitu inovasi, profesionalisme, dan keutuhan NKRI. Pernyataan ini, disambut tepuk tangan.
Dia juga memberi perhatian pada peningkatan disiplin dan kesejahteraan prajurit, penegakan hukum dan HAM, serta penyelesaian perangkat lunak TNI. Dia juga memaparkan data mengenai kecilnya rasio personel TNI dihadapkan dengan pelaksanaan area tugas. Rasio TNI hanya 1:5,79 kilometer persegi, sedangkan Malaysia 1:4,12 kilometer, Thailand 1:2,71 kilometer persegi, dan Singapura 1:0,01 kilometer persegi. Sementara itu, rasio prajurit TNI dalam menjaga keselamatan jiwa adalah 1:722 orang, Malaysia 1:310 orang, Thailand 1:342 orang, dan Singapura 1:91 orang. Maka untuk mengembangkan rasio tersebut, dia memaparkan pentingnya meningkatkan SDM dan alutsista.
Moeldoko menjanjikan inovasi internal di tubuh TNI. Menurutnya, dengan kekuatan personel dan rasio penggunaannya, perlu komitmen tinggi untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan prajurit TNI. Profesional karena terlatih dan terdidik, serta sejahtera sebagai prajurit TNI dalam melaksanakan tugas.
Dia menjelaskan sebagai prajurit militer, kesejahteraan dapat diartikan bahwa prajurit dilengkapi dengan alutsista yang andal dan ergonomis, dan prajurit TNI juga dijamin hak-haknya untuk hidup layak dengan status sebagai prajurit TNI.
Moeldoko memaparkan gagasan inovasi teknologi dan manajemen terpadu dengan pemilihan alutsista yang memiliki teknologi serta ergonomis. Dia bilang, melengkapi prajurit dengan perlengkapan berteknologi canggih mungkin terlihat mahal dalam jangka pendek, tetapi efisien dalam jangka panjang. “Pemilihan alutsista dengan teknologi tinggi, dapat mengurangi jumlah personel secara signifikan atau setidaknya bisa bertahan pada zero growth,” jelasnya.
Dia pun akan mengurangi risiko ketergantungan pada alutsista dari luar negeri. Hal ini akan dilakukannya untuk menciptakan kemandirian pada jangka menengah dan jangka panjang sekaligus mencegah penyadapan oleh pihak lawan yang dapat berimplikasi pada jatuhnya korban prajurit TNI yang lebih banyak.
Kendati Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu mengaku tak memiliki persiapan khusus untuk mengikuti fit and proper test itu, tapi dia terlihat amat siap untuk diuji kepatutan dan kelayakannya. Dan dia pun disambut hangat dan dinilai patut dan layak jadi Panglima TNI. Menyikapi hal ini, Moeldoko mengatakan tentara harus profesional, rendah hati, santun, dan bersahabat dengan semua pihak.
Jenderal Moeldoko tampaknya benar-benar ingin mengubah wajah TNI agar lebih ramah dan disukai masyarakat. “Saya akan menempatkan TNI sebagai perawan yang cantik, menarik, semua orang ingin memiliki, bisa diterima siapa pun. Saya ingin menjadikan tentara yang memiliki segalanya sehingga semua orang ingin memiliki,” kata Moeldoko dalam rapat Komisi I tersebut. Hal ini dikemukakannya saat merespons masukan Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin yang meminta Panglima TNI harus meningkatkan kedisiplinan para prajuritnya. “Suka atau tidak, tingkat disiplin prajurit dianggap menurun oleh publik,” kata Hasanuddin.
Dalam hal pemilihan umum 2014, Moeldoko menjamin TNI akan berdiri dalam posisi netral dengan tetap berkontribusi pada penyelenggaraannya sesuai undang-undang. TNI akan selalu berada di garda terdepan dalam menjaga keutuhan NKRI. “Dan yang lebih penting lagi, saya menjamin TNI tak akan lagi kembali ke Dwi Fungsi ABRI seperti di masa lalu,” tegasnya.
Dalam persetujuannya secara aklamasi oleh sembilan fraksi di Komisi I, namun juga memberi tiga catatan kepada Jenderal Moeldoko sebagaimana diungkap Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq. Pertama, perlunya keterpaduan manajemen TNI dalam tiga bagian, yaitu Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Angkatan Darat. Keterpaduan ini bukan hanya dalam rantai komando, tetapi juga pengadaan alusista, pembinaan personel. Keterpaduan TNI akan berdampak pada penguatan postur pertahanan.
Kedua, dukungan terhadap meritokrasi atau prestasi dan kemampuan personel. Dengan begitu, dukungan terhadap sumber daya manusia menjadi proyeksi, dan promosi berjalan lebih baik lagi.
Ketiga, mengenai pendayagunaan berbagai sumber di luar TNI. Terutama sumber daya pengetahuan dan teknologi untuk mengakselerasi kemampuan TNI. Apalagi di tengah perkembangan ancaman asimetris yang lebih banyak mengandalkan teknologi.
Operasi Sajadah
Pencalonan Jenderal Moeldoko menjadi Panglima TNI berjalan mulus. Hanya ada satu peristiwa yang semula dianggap beberapa pihak sebagai suatu ganjalan, yakni Operasi Sajadah. Saat Moeldoko menjabat Pangdam III Siliwangi terjadi kerusuhan di Cikeusik terkait keberadaan Ahmadiyah.
Jenderal Moeldoko mengakui pengalaman menangani kisruh Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, merupakan tantangan berat dan pengalaman terbesarnya selama mengabdi di kesatuan TNI.
Dalam menghadapi kerusuhan itu, Moeldoko mengaku lebih dulu memelajari penyebabnya sebelum membuat keputusan. Hasil pengamatannya, ada dua hal yang memicu kerusuhan di Cikeusik, yakni mengenai akidah jemaah Ahmadiyah serta komunikasi buruk antara jemaah Ahmadiyah dan warga lainnya.
Dia mengatakan, dirinya tak mencampuri urusan akidah jemaah Ahmadiyah namun dia memutuskan untuk menjembatani komunikasi yang buruk lantaran orang non-Ahmadiyah mencurigai jemaah Ahmadiyah, dengan mengedepankan ajaran kasih sayang dan tidak saling melukai. Namun, kerusuhan itu pun terjadi.
Moeldoko menyebut hal itu sebuah pukulan dalam kepemimpinannya. “Saya melarang orang-orang melakukan kekerasan terhadap Ahmadiyah, terhadap masjid maupun orangnya. Perusakan masjid dengan bom molotov harus dihentikan,” kata Moeldoko dalam rapat uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR itu.
Kala itu, Moeldoko mengajak warga non-Ahmadiyah untuk menggelar sajadah di masjid Ahmadiyah. Baginya, hal itu merupakan ajakan moral agar warga non-Ahmadiyah mau dan dapat memahami tentang Ahmadiyah. Masalahnya, apakah boleh (non-Ahmadiyah) menggelar sajadah di (masjid) Ahmadiyah? “Boleh, karena adanya kesepakatan dengan Ahmadiyah, mereka mengatakan terbuka,” ungkap Moeldoko.
Gagasan menggelar sajadah tersebut, disampaikannya juga kepada kepala daerah, kepala polda, dan semua pihak yang berwenang, termasuk TNI dan Polri. Dia beriktiar TNI dan Polri dapat menjadi penengah bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kala itu, semua mengapresiasi dan menyetujui gagasan tersebut.
Namun, kenyataan di lapangan tak berjalan mulus. Moeldoko mengungkapkan sempat ada sedikit perselisihan antara jemaah Ahmadiyah dan non-Ahmadiyah terkait dengan kewenangan yang menjadi imam saat ibadah di masjid Ahmadiyah. “Lalu, waktu itu dengan pakaian dinas, kami masuk ke masjid mengawal mereka. Akhirnya berjalan dengan baik,” katanya.
Hal inilah oleh banyak pihak menggunjingkannya dengan sebutan Operasi Sajadah. Moeldoko pun terus berusaha fokus menyelesaikan kerusuhan di Cikeusik dan memastikan tak ada kekerasan kepada warga Ahmadiyah. “Saya memiliki risiko tinggi, high risk, high cost. (Tapi) Buktinya saya pindah (dari) Pangdam Jaya langsung menjadi jenderal bintang tiga,” tegasnya, memberi gambaran bahwa apa yang dilakukannya dinilai baik dan benar.
Panglima TNI yang Kaya Raya
Jenderal Moeldoko melaporkan total harta kekayaannya sebagaimana tercatat dalam dokumen pengumuman laporan harta kekayaan penyelenggara negara di Komisi Pemberantasan Korupsi berjumlah lebih Rp 36 miliar. Catatan kekayaan per 25 April 2012 saat Moeldoko menjadi Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional.
Jumlah itu terdiri dari harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan sebesar Rp 22,133 miliar. Harta bergerak berupa alat transportasi mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp 1,7 miliar, peternakan Rp 1,2 miliar, serta logam mulia dan batu mulia senilai Rp 4,6 miliar. Juga berupa giro sebesar Rp 2,8 miliar dan 450.000 dollar Amerika Serikat (Rp 4,5 miliar), serta utang Rp 300 juta.
Dari mana sumber harta kekayaan Moeldoko sebesar itu, padahal dia cuma seorang tentara? Moeldoko pun membeberkan sumber kekayaannya. Dia menegaskan, semua kekayaan yang dimilikinya berasal dari sumber yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Moeldoko menjelaskan bahwa penghasilannya meningkat setelah dirinya sering menjalankan tugas ke luar negeri. Moeldoko mendapatkan 125 dollar AS dalam satu hari tugas ke luar negeri. “Kan besar itu,” kata Moeldoko, Rabu (21/8/2013) sore kepada pers.
Namun, katanya, kekuatan finansialnya semakin kokoh karena dirinya menikahi seorang perempuan (Koesni Harningsih) yang berasal dari keluarga kaya. “Alhamdulillah, saya dapat istri anak orang kaya, kalau saya dikasih orangtua saya harta warisan kan boleh saja, masa tidak boleh?” kata Moeldoko. Setelah pernikahan itu, ungkapnya, oleh mertuanya, dia diminta untuk fokus menjalankan tugas di TNI. “Mertua saya pesan, ‘Kamu jangan mikirin yang lain, pikirin tugas dengan sebaik-baiknya, semua kita akan beresi’. Alhamdulillah kan itu,” katanya. Penulis: Ch. Robin Simanullang | Bio TokohIndonesia.com