Rela Dicap ‘Sakit’ Demi Prinsip
Lily Chodidjah Wahid
[ENSIKLOPEDI] Putri KH Wahid Hasyim ini termasuk salah satu politisi perempuan yang berpendirian teguh. Ia rela dianggap “sakit” atau dicap “pengkhianat” oleh kelompoknya demi mempertahankan prinsipnya. Puncaknya, DPP PKB di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar memecatnya sebagai anggota PKB dan anggota Fraksi PKB di DPR.
Dibesarkan di tengah keluarga pejuang yang bersentuhan dengan dunia politik, ditambah lagi dengan sifat bawaan sejak lahir dan dukungan keluarga, Hj. Lily Chodidjah Wahid tampil sebagai politisi perempuan yang berpendirian teguh. Di panggung lembaga legislatif, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menunjukkan jati dirinya yang tidak mau menjadi tukang stempel atau ABS (asal bapak senang). Perempuan kelahiran Jombang, Jawa Timur 4 Maret 1948 ini lebih rela dianggap penghianat bahkan dikeluarkan dari partainya demi mempertahankan keyakinannya.
Awal tahun 2011, tatkala sebagian anggota DPR mengusulkan penggunaan haknya untuk bertanya kepada pemerintah (hak angket) tentang perpajakan yang dinilai banyak orang mengandung banyak masalah, menjadi klimaks dari rangkaian perjalanan Lily sebagai seorang perempuan berpendirian teguh.
Seperti diketahui, karena usulan pengajuan hak angket tidak disetujui secara aklamasi, maka untuk memutuskan apakah usulan penggunaan hak angket itu dilanjutkan atau tidak, keputusan diambil melalui voting atau penghitungan suara. Dalam voting di rapat paripurna DPR (22/2/2011), kubu pendukung hak angket akhirnya mengalami kekalahan dengan selisih dua suara dari kubu penolak, yakni dari 530 anggota DPR yang mengikuti voting, yang mendukung sebanyak 264 orang, sedangkan yang menolak 266 orang. Artinya, hak angket tidak jadi dilakukan.
Ketika itu, partai yang mendukung dilakukannya hak angket, yakni pihak yang mengalami kekalahan voting adalah Partai Golkar, PDI-P, Partai Hanura, dan PKS. Sementara partai yang menolak hak angket atau yang menang voting adalah Partai Demokrat, PAN, PKB, PPP, dan Partai Gerindra.
Walaupun PKB memenangkan voting, namun pimpinan PKB merasa tidak senang dengan sikap Lily Wahid dan Effendi Choirie yang ketika itu memilih mendukung dilakukannya hak angket pajak. Karena dinilai tidak mau tunduk pada kebijakan partai dan tidak dapat dibina lagi, keduanya akhirnya dijatuhi hukuman oleh partainya, yakni dipecat dari PKB dan meminta agar direcall dari DPR.
Merasa pemberhentian dirinya dari PKB dan recall dari DPR itu bertentangan dengan aturan AD/ ART PKB dan juga UU No 2/2011 tentang Partai Politik, Lily Wahid membuat perlawanan melalui jalur hukum. Ia berprinsip, tak akan mundur hingga keputusan final dijatuhkan hakim. “Saya melanggar UU apa? Kesalahan terbesar saya hanya beda pendapat dengan fraksi. Tapi, beda pendapat itu kan dilindungi oleh UU,” katanya.
Lily semakin bertekad berjuang karena ia menduga, sejumlah orang di PKB telah melakukan persekongkolan terhadap dirinya. “Ini pembunuhan karakter. Saya dijegal dan sengaja disingkirkan sebagai anggota dewan melalui cara-cara yang curang,” katanya.
Bersama kolega separtainya Effendi Choirie, Lily pun menggugat Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua DPR Marzuki Alie ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas pemecatan dirinya dari PKB dan recall dari DPR. Selain itu, ia juga mengajukan uji materi pasal recall dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Merasa pemberhentian dirinya dari PKB dan recall dari DPR itu bertentangan dengan aturan AD/ ART PKB dan juga UU No 2/2011 tentang Partai Politik, Lily Wahid membuat perlawanan melalui jalur hukum. Ia berprinsip, tak akan mundur hingga keputusan final dijatuhkan hakim. “Saya melanggar UU apa? Kesalahan terbesar saya hanya beda pendapat dengan fraksi. Tapi, beda pendapat itu kan dilindungi oleh UU,” katanya.
Menanggapi gugatan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat belakangan memutuskan agar gugatan mereka dikembalikan ke partai. Sementara Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan Lily. Merespon putusan MK, Lily berencana akan mengeksaminasi putusan itu ke sejumlah kampus. Dengan harapan, nantinya ada pihak lain mau menguji ulang pasal tersebut.
Tidak puas sampai di situ, Lily Wahid dan Effendy Choirie juga melaporkan Hakim Syarifuddin, salah satu hakim yang mengadili pengaduan mereka di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ke Komisi Yudisial (KY). “Kami melaporkan Hakim Syarifuddin yang selalu melakukan penekanan terhadap penggugat dan memerintahkan mencabut gugatan,” kata Lily Wahid usai menyampaikan laporannya ke KY.
Meski mendapat hukuman pemecatan dari PKB dan recall dari DPR, Lily tampaknya tidak merasa tertekan dan kapok. Bicaranya tetap ringan, bahkan ia terkadang masih bisa tertawa saat menuturkan konflik yang tengah merundungnya. “Saya wakil rakyat yang dipilih langsung oleh rakyat. Ya, saya pilih membela kepentingan rakyat dong. Kalau pecat-memecat itu dilakukan, itu namanya mencederai demokrasi,” cetus perempuan yang akrab disapa Bunda oleh pendukungnya ini.
Sebenarnya, bukan sekali ini saja istri dari Indrawanto ini dianggap “membandel” terhadap kebijakan partai. Dalam beberapa kasus sebelumnya, ibu dari Nurul Fachtiati, Abdul Hakim, dan Maria Advianti ini sudah berseberangan dengan partainya. Lily bahkan pernah menuding Ketua Dewan Tanfidz atau Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar melanggar aturan partai karena tetap melanjutkan kepemimpinan selepas 2010.
Bagi sebagian orang, sikap Lily ini mungkin dianggap sebagai pengkhianat partai. Namun Lily sendiri mengatakan, sikapnya justru bertujuan untuk menyelamatkan partai. Ia mengaku mendukung hak angket demi memperjuangkan keinginan rakyat mengungkap mafia pajak. Demi rakyat pula, Lily mengatakan dirinya berusaha tetap bertahan di PKB. “Saya ini dikorbankan sebagai bagian konspirasi koalisi. Saya tidak sakit hati. Hanya prihatin,” tuturnya menduga.
Dugaannya itu memang masuk akal, sebab seperti disebutkan di atas, di PKB, Lily diketahui sering berseberangan dengan partainya yang memilih berkoalisi dengan pemerintah yang berkuasa. Salah satu aksi terkenal Lily adalah saat menjadi satu-satunya politikus PKB yang mendukung Opsi C yang diusulkan Panitia Khusus Kasus Bank Century. Opsi C yaitu opsi yang menyatakan ada dugaan penyimpangan hukum dalam penalangan Bank Century pada 2008 sehingga penegak hukum harus mengusut.
Pada tahun 2009, dalam rapat gabungan antara Dewan Tanfidz dan Dewan Syuro DPP PKB, Lily juga sudah diberhentikan dari posisi Wakil Ketua Dewan Syuro DPP PKB karena dianggap sering menyampaikan pernyataan yang berseberangan dengan kebijakan dan sikap partai, serta telah merongrong partai karena mengajukan judicial review (uji materi) terhadap Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kementerian Negara.
Pasal tersebut mengatur soal rangkap jabatan pejabat negara. Di situ disebutkan bahwa menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, komisaris atau direksi perusahaan negara atau perusahaan swasta, atau pimpinan organisasi yang dibiayai oleh APBN/APBD.
Namun pasal tersebut maupun UU Kementerian Negara tak mengatur secara tegas mengenai rangkap jabatan di partai politik. Tapi di bagian penjelasan, ada permintaan agar jabatan menteri tak dirangkap dengan jabatan di parpol. Karena aturan ini dianggap rancu, maka untuk menghilangkan kerancuan itulah, Lily mengajukan judicial review.
Namun mengingat Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar juga merangkap Menakertrans, dampak dari uji materi itu bisa cukup besar bagi PKB. Jika MK misalnya, ketika itu menerima gugatan Lily dan menyatakan bahwa menteri tidak boleh merangkap jabatan di parpol, maka Muhaimin Iskandar harus melepas jabatan Ketua Umum PKB yang disandangnya, atau melepas posisi Menakertrans bila ingin tetap menjadi ketua umum. Dengan pertimbangan itulah, tindakan Lily mengajukan judicial review dianggap DPP PKB telah merongrong partai.
Meski sudah pernah mendapat hukuman sedemikian rupa dari DPP PKB, seperti diuraikan di atas, tidak membuat Lily jera. Ia terus melaksanakan apa yang diyakininya benar, walaupun harus berseberangan dengan partainya.
Melihat watak dan keteguhan sikap Lily ini, peribahasa yang menyebut “Buah Jatuh Tak Jauh dari Pohonnya” barangkali sangat tepat untuk disematkan pada bungsu dari lima bersaudara putri pasangan KH Wahid Hasyim dan Hj Sholehah ini.
Watak dari sang ayah, KH Wahid Hasyim, seorang perjuang nasional, pendiri PBNU, mantan Menteri Agama serta keteladanan dari sang ibu, Hj Sholehah yang sempat menjadi anggota DPR RI, cukup banyak melekat pada diri Lily Wahid.
Jika bicara soal politik dan ketatanegaraan, sikap Lily identik dengan tokoh politik keluarga Wahid lainnya. Perjuangannya kontras dengan keberadaannya sebagai wanita paruh baya yang sudah berusia di atas 60. Ia kerap tampak tidak kalah dengan aktivis-aktivis muda saat membela prinsip yang diyakininya.
Keteguhan sikap itu bahkan juga tidak kendur meski harus berhadapan dengan keluarga sendiri. Lily misalnya sempat berseberangan dengan kakaknya, Presiden RI kelima yang juga pendiri PKB, KH Abdurrahman Wahid, yang memilih membela Yenny Wahid. Pertentangan di Muktamar Ancol beberapa tahun lalu itu membuat hubungan keluarga mereka sempat menjadi renggang.
Ketertarikan Lily terhadap politik memang sudah terbangun sejak dini. Selepas lulus SMA, ia bahkan sempat akan dijadikan caleg. Namun karena ibundanya tak mengizinkan, ia pun memutuskan untuk meneruskan studi. Ia meneruskan pendidikannya ke bangku perguruan tinggi, namun bukan jurusan ilmu politik. Ia memilih masuk Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia (UI). “Politik itu sudah bawaan orok. Mungkin karena banyak yang sakit di politik, jadi ya perlu dokter untuk merawatnya,” katanya seperti dilansir Media Indonesia.
Namun kuliah kedokteran itu pun ia jalani hanya sampai tingkat tiga. Lily kemudian berkarier di perusahaan supplier biji besi untuk PT Krakatau Steel. Namun karier yang dijalaninya di perusahaan tetap tak bisa membendung ketertarikan Lily pada politik. Apalagi, ia cukup aktif menggalang jaringan sembari bekerja.
Aktivitasnya di bidang politik juga mendapat dukungan penuh dari keluarga. Ia pun memasuki panggung politik praktis dengan menjadi anggota DPR dengan sepenuh hati.
Begitu menyatunya dunia politik dalam diri Lily, sehingga politik ibarat menu wajib sehari-hari dalam diskusi keluarga besar mereka. Ia mengaku, dengan berdiskusi, ia bisa sekaligus menyelipkan pesan moral pada generasi yang jauh di bawahnya.
Sementara itu, mengenai sikapnya yang berani tampil berbeda dari yang lain, ternyata dimiliki Lily tidak hanya dalam bidang politik dan bukan hanya belakangan ini saja. Keberanian itu sudah dimilikinya sejak muda dan dalam beberapa hal. Dalam hal menghilangkan stres misalnya, sejak muda Lily mengaku sudah tampil beda dengan teman sebayanya. Beberapa puluh tahun silam, jika gadis seusianya misalnya lebih suka pergi ke salon atau belanja untuk menghilangkan stres, Lily justru ke jalanan. Ia akan melarikan mobil dengan kecepatan tinggi di jalan tol. Ia bahkan punya bengkel kerja untuk menyalurkan hobinya memodifikasi kendaraan hingga melaju kencang. “Kalau stres dulu, saya setir mobil ke jalan tol. Terus kecepatannya semaksimalnya spedometer. Lepas itu, stresnya akan hilang,” kenangnya kepada Media Indonesia.
Walau sikap Lily cukup “keras” dalam dunia politik, namun dalam menjalani kehidupan berkeluarga, ia berusaha tampil sebagai ibu seutuhnya. Tiga anaknya sedapat mungkin selalu berada dalam pengawasannya meski ia sibuk. “Mereka selalu dibawa ke kantor kalau saya bekerja. Jadi, setelah mereka pulang sekolah, mereka langsung ke kantor. Belajar di situ,” katanya.
Kini, meski ia dianggap pengkhianat oleh sebagian orang, Lily Wahid juga mendapat pujian dari banyak orang. Bahkan di antara anggota DPR perempuan, sosok Lily dianggap menjadi pujaan. Di ulang tahunnya yang ke 63, Maret 2011 silam, tidak lama setelah voting usulan hak angket pajak, Lily Chodidjah Wahid mendapatkan kado istimewa berupa penghargaan sebagai Politisi Perempuan Senayan Terpopuler 2010 versi Inilah.com dan Uvolution Indonesia.
Dalam kesempatan menerima kado tersebut, Lily mengatakan harapannya, Indonesia bisa lebih baik lagi, kesejahteraan masyarakat terjamin dan hukum berjalan dengan benar. Lily juga berharap Partai Kebangkitan Bangsa makin baik. “Ke depan agar bisa menerima perbedaan lebih jernih dan tidak dengan emosional dalam mengambil keputusan. Anggota PKB di DPR salah kalau mereka memperlakukan itu kontra produktif, harusnya bisa saling menghargai,” ujar Lily Wahid usai acara pemberian Anugerah Politisi Senayan Terpopuler 2010, di Hotel Shangri-la, Jakarta, Selasa (8/3/2011).
Sementara itu, Lily juga belakangan diberitakan sudah dilamar banyak partai lain untuk bergabung. Namun mendapat tawaran tersebut, Lily mengaku belum tertarik pindah partai. “Saya belum mau karena saya tidak bermusuhan dengan PKB. Anggota PKB saja yang menganggap saya melanggar,” katanya. eti | ms, mlp