Sutradara Spesialis Film Cinta

Wim Umboh
 
0
843
Wim Umboh
Wim Umboh | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Berkat karya-karyanya yang berkualitas, sutradara film cinta Indonesia ini berhasil meraih 27 Piala Citra dalam ajang Festival Film Indonesia (FFI). Jiwa seniman dan industriawannya, bisa dibilang perpaduan antara Usmar Ismail dan Djamaludin Malik. Saat menikah untuk ketiga kalinya, dia masuk Islam dengan nama baru, Achmad Salim (31 Mei 1984).

Wim Umboh lahir di sebuah kota kecil bernama Wauilinei yang terletak di provinsi Sulawesi Utara pada 26 Maret 1933. Pada masa kanak-kanak, ia sudah harus mengecap kenyataan pahit. Di usia yang baru menginjak 6 tahun, Wim kecil sudah hidup sebatang kara ditinggal pergi kedua orangtuanya yang menghadap Sang Pencipta.

Meski begitu, bungsu dari 11 bersaudara ini tak ingin menjadi beban bagi orang lain. Wim tetap semangat menjalani hidupnya dengan harapan suatu saat ia dapat menjadi orang yang bermanfaat. Untuk bertahan hidup, Wim sempat bekerja sebagai tukang sepatu. Untunglah, ada seorang dokter Tionghoa bernama Liem yang berbaik hati menjadi orang tua angkatnya. Oleh orangtua angkatnya itu, Wim dihadiahkan nama Cina, Liem Yan Yung. Dokter Liem yang masih memegang teguh tradisi leluhurnya, tak hanya memberikan Wim kasih sayang namun juga mengajarkan anak angkatnya itu berbagai hal. Salah satunya adalah bahasa Mandarin. Tak heran sejak kecil, Wim Umboh sudah fasih berkomunikasi dengan bahasa khas Negeri Tiongkok itu.

Walau tanpa dukungan orangtua kandungnya, ia cukup beruntung karena masih bisa mengenyam pendidikan di kampung halamannya, setidaknya hingga tingkat SMA. Setelah lulus, ia mengadu nasib ke Jakarta. Adalah Boes Boestami, seorang wartawan yang akhirnya memperkenalkan Wim dengan dunia film. Lewat perantara Boes pula, Wim akhirnya diterima bekerja sebagai tukang sapu di Studio Film Golden Arrow (Panah Mas).

Selain bekerja sebagai tukang sapu di studio itu, karena keahliannya berbahasa Mandarin, ia kemudian direkrut oleh sang bos, Chok Chin Hsin alias CC Hardy menjadi penerjemah untuk kepentingan pemain dan karyawan film. Selain menguasai bahasa Mandarin, Wim juga menguasai bahasa Inggris dan bahasa Belanda. Berkat kepandaiannya menguasai berbagai macam bahasa itu, ia dipromosikan sebagai editor. Boleh dibilang, di studio milik Mr. Chok itulah, Wim menimba ilmu tentang film untuk pertama kalinya. Wim juga mengakui jika Mr. Chok adalah gurunya.

Akhirnya, berkat didikan sang guru, lelaki pengagum cinta ini berhasil menjadi seorang sutradara film ternama, khususnya film bercinta atau bertema cinta. Pada tahun 1955, nama Wim Umboh sebagai sutradara tiba-tiba muncul lewat film garapannya yang berjudul Dibalik Dinding. Disusul setahun kemudian dengan sebuah film yang diadaptasi dari tulisan SM Ardan, Terang Bulan Terang Di Kali.

Setelah itu, Wim melebarkan sayapnya di dunia film dengan mendirikan perusahaan sendiri bernama Aries Film. Perusahaan film yang dirintisnya bersama Any Mambo itu menelurkan film pertamanya di tahun 1960, berjudul Istana Jang Hilang.

Tiga tahun berselang, Wim Umboh sempat terbang ke Perancis untuk mengikuti penataran Sinematografi. Sekembalinya ke Indonesia, ia hadir dengan film terbarunya diberi judul Bintang Ketjil. Menariknya, bintang utama di film tersebut tak lain adalah putri kandungnya, Maria Umboh. Maria merupakan buah cintanya dengan dengan istri pertama, R.O. Unarsih, wanita yang dinikahi pada 1956. Bisa dibilang, film-film yang dihasilkan lewat perusahaannya sendiri merupakan langkah berani dalam dunia perfilman di Indonesia saat itu.

Dengan sederet karya-karyanya itu, ia berhasil menyabet 27 Piala Citra dalam ajang Festival Film Indonesia (FFI), antara lain untuk kategori film terbaik lewat film Senyum Di Pagi Bulan Desember (FFI 1975) dan Cinta (FFI 1976).

Pada tahun 1967, lelaki berperawakan tinggi besar ini merilis film Sembilan sekaligus berhasil mencatatkan namanya sebagai sutradara pertama yang membuat film Cinemascope dan berwarna. Terobosan terus dilakukan Wim demi perkembangan dunia perfilman Tanah Air dimana pada 1972, ia menggarap film bertajuk Mama yang merupakan film 70 mm pertama dengan tata suara stereo.

Dengan sederet karya-karyanya itu, ia berhasil menyabet 27 Piala Citra dalam ajang Festival Film Indonesia (FFI), antara lain untuk kategori film terbaik lewat film Senyum Di Pagi Bulan Desember (FFI 1975) dan Cinta (FFI 1976).

Advertisement

Sebagai sutradara film romantis, intuisinya dalam memilih pemain juga tak bisa dipandang sebelah mata. Misalnya, pasangan Sophan Sophiaan dan Widyawati yang dipertemukannya dalam film Pengantin Remaja dan Perkawinan. Berkat chemistry indah yang dibangun pasangan itu, kedua film itu berhasil dinobatkan sebagai Film Terbaik, masing-masing dalam Festival Film Asia 1971 dan FFI 1973.

Lewat film ‘Perkawinan’ pula, Wim berhasil membawa pulang tiga piala Citra, untuk kategori sutradara, penulis skenario dan editor terbaik. Film produksi tahun 1972 itu bahkan mencatat rekor fantastis karena berhasil memborong 8 Piala Citra. Rekor itu baru bisa dipecahkan oleh sutradara Teguh Karya dengan raihan 9 Piata Citra pada FFI 1986.

Walau lebih banyak dikenal sebagai sutradara, tetapi Wim Umboh justru paling sering menyabet Piala Citra sebagai editor. Selain lewat Perkawinan, Wim juga dinobatkan sebagai editor terbaik dalam Cinta FFI (1979), Sesuatu Yang Indah (FFI 1977), Pengemis dan Tukang Becak (FFI 1979) dan Secawan Anggur Kebimbangan (FFI 1986).

Petualangan cinta yang mewarnai-film-filmnya, juga tercermin dalam kesehariannya. Sepanjang hidupnya, Wim tercatat menikah hingga tiga kali. Setelah pernikahan pertamanya dengan RO Unarsih berakhir di tengah jalan, ia kemudian mempersunting Paula Rumokoy, salah satu bintang cantik yang berhasil diorbitkannya.

Namun, seperti drama film cinta yang amat indah walau terkadang menyakitkan akibat diselilingi dengan kisah perselingkuhan, Wim Umboh juga menghadapi drama cinta dalam kehidupan rumah tangganya. Saat ia jatuh sakit dan sempat dirawat di RS Husada Jakarta karena menderita penyakit ginjal, liver dan maag, ia merasa ditinggal para sahabat dan pengagum cintanya, termasuk sang belahan jiwa, Paula.

Setelah merasa patah hati akibat dicampakkan Paula, bukan berarti Wim kapok untuk kembali memadu asmara. Terakhir, ia melabuhkan cintanya pada Inne Ermina Chomid. Pada 31 Mei 1984, kedua sejoli itu menikah di Interstudio, Jakarta. Saat pernikahan ketiganya, Wim Umboh memeluk Islam setelah mengucap dua kalimat syahadat dengan disaksikan oleh sutradara Sjuman Djaja dan Misbach Jusa Biran. Setelah resmi menjadi muslim, Wim pun berganti nama menjadi Achmad Salim.

Menjelang saat-saat terakhirnya di dunia, jiwa kepeloporan dan semangat yang dimilikinya sejak kecil hingga memasuki masa senjanya tak kunjung padam. Pada 1991, sebelum industri perfilman nasional mengalami mati suri, Wim sempat membesut sebuah film bertajuk Pengantin Remaja. Karya terakhirnya adalah sebuah sinetron berjudul Pahlawan Tak Dikenal yang dirilis sekitar tahun 1995. Sutradara film cinta nan romantis itu kemudian tutup usia di Jakarta, pada 24 Januari 1996. eti | muli, red

Data Singkat
Wim Umboh, Sutradara / Sutradara Spesialis Film Cinta | Ensiklopedi | sutradara, film

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini