Aplikator Politik Keikhlasan
Agustitin Setyobudi
[DIREKTORI] Prof. DR. H. Agustitin Setyobudi, SE, MM, pria kelahiran Trenggalek, 8 Agustus 1960, seorang anak desa yang menapaki jalan kehidupannya dengan keikhlasan hingga meraih kesuksesan. Guru Besar Ekonomi Koperasi, Pendiri dan Ketua STAI ACPRILESMA Indonesia ini, kemudian berobsesi mengaplikasi keikhlasan itu dalam dunia politik.
Agustitin memilih Partai Persatuan Pembangunan sebagai kekuatan politik untuk mewujudkan visi, misi dan obsesi politik keikhlasannya. Dia yakin, PPP sebagai satu-satunya partai politik religius kebangsaan berasas Islam peserta Pemilu 2014, adalah pilihan yang paling tepat untuk mengaplikasikan dan mengabdikan visi politik keikhlasannya.
Guru Besar Perekonomian Indonesia dan Ekonomi Koperasi tersebut, diajukan PPP sebagai Caleg DPR-RI dari Dapil 1 Jakarta Timur nomor urut 3 untuk berkompetisi dalam pesta demokrasi (Pemilu) 9 April 2014. Suami dari Dra. Hj. Conny Kurniawati, M.Pd, dan ayah dari empat anak (Prima Sagita Setyowaty, Leonny Sukmaning Pertiwi, Satria Ghaibi Saputra, dan Smagistra Putra Jannata), itu berkeyakinan dengan mengandalkan ketulusan dan keikhlasan akan mendapat dukungan dari konstituen.
Paparan visi politik keikhlasan Agustitin Setyobudi dapat ditangkap dari buku kecil yang diterbitkannya berjudul ‘Keikhlasan Jalan menuju Kesuksesan, Sebuah Renungan Menapaki Kehidupan.” Sebuah buku yang didedikasikan untuk isteri tercintanya pada usia setengah abad.
Keikhlasan, kata Prof. Agustitin Setyobudi, menjadikan Ka’bah sebagai kiblat menuju Allah SWT. Untuk memahami hal ini, katanya, dapat dilakukan melalui pencarian kebenaran untuk mempertemukan antara ajaran agama dengan ilmu pengetahuan. Dia menjelaskan, agama bertujuan membangun spirit (akhlak), sedangkan ilmu pengetahuan bertujuan membangun cara bekerjanya akal untuk meluruskan arah pandang terhadap alam semesta.
Dia mengutip kamus Bahasa Indonesia tentang apa yang dimaksud dengan keikhlasan, adalah 1) bersih hati; 2 tulus hati; 3) suka memberi pertolongan dengan benar-benar. Dari pengertian tersebut, maka menurutnya, kata mengikhlaskan berarti memberikan atau menyerahkan dengan tulus hati; merelakan segala sesuatu yang dimiliki walau kadang berat.
Menurutnya, setiap oang yang ikhlas, orang yang tabah, orang yang kuat menderita, tak lekas putus asa, akan sanggup menyelesaikan apa yang telah diputuskan untuk dikerjakan. Dia mengatakan, orang ikhlas memiliki watak percaya kepada hidup, percaya kepada diri sendiri, percaya kepada orang lain pada umumnya, dan percaya kepada bangsanya.
“Keikhlasan, menarik seluruh sifat dan watak susila yang baik, menarik tenaga-tenaga rohani yang mulia dari manapun datangnya. Sifat-watak dan tenaga-tenaga mulai yang merupakan bahan pembentuk orang yang kuat mentalnya,” jelas Agustitin.
Sesungguhnya, kata Agustitin, keikhlasan merupakan penggerak dalam segala jenis kemajuan di dunia ini. Tanpa orang-orang yang tabah, wajah dunia tidak seperti sekarang ini. Maka, jelasnya, tidak ada satu agama sejati yang menganjurkan supaya orang itu takut. Agama Islam menganjurkan: “La Takhaf wa la tahzan innallaha wa’ana”. (Jangan takut, jangan gentar, Tuhan bersama kita).
Biasakan bersikap seperti pohon yang tinggi namun berakar yang kuat, sehingga tidak mudah roboh di terjang angin kencang. Tak saja ia tetap berdiri tegak, bahkan mampu memberi kenikmatan bagi orang-orang yang berteduh di bawahnya. Demikian pulalah orang-orang arif dan ikhlas mampu menjadikan setiap suasana menjadi lebih berarti karena di dalamnya selalu ada hikmah untuk dipetik.
Menurutnya, tujuan akhir manusia yang ikhlas ialah melenyapkan rasa cemas diri. Jika seseorang mengatakan supaya kita jangan ragu-ragu akan kegemilangan hari esok, maka bersikaplah selalu optimis terhadap apa saja yang terjadi. Itu keikhlasan. Siapa saja yang ingin berhasil, harus mau berbakti kepada sesama,” tambahnya dalam percakapan dengan Wartawan TokohIndonesia.com. “Sebuah perjalanan menuju keikhlasan, walau penuh duka-cita, pada akhirnya akan sampai juga kepada kesuksesan, karena tiada perjuangan yang sia-sia, entah esok lusa, sukses akan menhampiri kita,” tutur penerima Penghargaan Moslems Award dan Penghargaan Citra Manajemen Executive dan Profesional ( 2006) tersebut.
Dia menegaskan bangunlah watak ikhlas kepada diri sendiri maupun keikhlasan memberi kepada orang lain, pasti orang lain juga akan ikhlas memberi kepada kita, karena Tuhan pasti akan memberi kepada kita secara ikhlas juga. Demikianlah hukum sunatullah. “Maka bersyariatlah dalam menjalankan hidup. Dengan keikhlasan, semua masalah akan terurai menuju pada solusi,” urai Agustitin.
Tetang kaitan keikhlasan dengan produktivitas, Agustitin mengatakan, keikhlasan ketika bertemu dengan produktivitas akan memberi suatu kenyamanan. Kepercayaan diri yang timbul dari suatu kenyamanan itulah yang membuat kita merasa aman dan damai.
Dia menambahkan, hidup sempurna dan sejati berarti hidup yang penuh dengan harapan, melalui: Pertama, tidak ragu-ragu; Kedua, punya keyakinan yang kokoh; Ketiga, pekerja keras dengan diiringi doa; Keempat, mengembangkan terus apa yang telah diterima; Kelima, sering mengontrol diri atau introspeksi diri.
Dia juga memaparkan bahwa akhlak mulai merupakan sumber dari keikhlasan kepada diri sendiri dan orang lain. Yakinlah kepada diri sendiri pasti akan memberikan hasil yang lebih baik bagi perjuangan hidup. Dia menegaskan, kenalilah dirimu sebelum mengenal orang lain. Menurutnya, kapasitas memanege masalah adalah sebagai upaya menciptakan peluang.
Keikhlasan, kata Prof. Agustitin Setyobudi, menjadikan Ka’bah sebagai kiblat menuju Allah SWT. Untuk memahami hal ini, katanya, dapat dilakukan melalui pencarian kebenaran untuk mempertemukan antara ajaran agama dengan ilmu pengetahuan. Dia menjelaskan, agama bertujuan membangun spirit (akhlak), sedangkan ilmu pengetahuan bertujuan membangun cara bekerjanya akal untuk meluruskan arah pandang terhadap alam semesta.
Dia mengatakan, bila sistematika suara hati sudah mengalir secara sistemik, maka akan mengalir pancaran suci bagai sumber cahaya yang tak pernah padam, sebagai realisasi kompetensi yang kita miliki untuk menuju keikhlasan paripurna dan semua orang akan berbondong-bondong berdatangan dan berlindung mencari arti dan makna hidup kepadanya.
“Salah satu tabir yang menutupi hati kita untuk mampu merasakan getaran cahaya petunjuk Tuhan adalah keikhlasan. Sebaliknya, bila kita mampu untuk ikhlas berarti terbukalah salah satu hijab dan kemudian insyaallah kita mampu untuk merasakan getaran petunjuk cahaya keikhlasan-Nya juga. Keuntungan ikhlas yang lain sebagai hadiah dari-Nya jelas banyak. Salah satunya adalah mampu meraba iradat-Nya,” demikian Prof. Agustitin Setyobudi.
Jejak Perjuangan
Agustitin Setyobudi, putera dari H. Murdani Wongso Wijoyo (ayah) dan Siram Rustiani (ibu) mengecap pendidikan dasar di SDN Ngadisuko II Trenggalek, lulus tahun 1974. Kemudian dia melanjut ke SMPN Trenggalek dan lulus 1977 dan SPGN Trenggalek, lulus 1981.
Setelah tamat SPG, dia berasama Maolan merantau ke Jakarta naik kereta api Matarmaja pada 18 Agustus 1982. Sesampai di Stasiun Gambir mereka berdua dibujuk beberapa orang pria kekar bersabuk rantai dan bertato untuk bekerja di tempatnya. Tapi melihat gelagat pria bertato itu, Agustitin dan Maolan menolak ajakan itu.
Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan tanpa tujuan pasti dengan naik bis PPD. Dilanjutkan jalan kaki dan tanpa sengaja mampir ke komplek perumahan menteri. Mereka pun menemui seorang cleaning sevice yang tengah bekerja di rumah seorang menteri. Mereka berniat memohon kerja, tapi majikannya (menteri) tidak ada di rumah.
Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan menelusuri lorong-lorong Jakarta Pusat, hingga akhirnya sampai di Terminal Lapangan Banteng. Karena sudah amat lelah dan belum makan seharian, mereka merebahkan diri dan tertidur lelap di bawah pohon angsana. Pada saat mereka berdua tertidur pulas, tas mereka yang terbuat dari kantong terigu, berisi buku dan uang, diambil penggarong. Saat terbangun, mereka tersadar bahwa tasnya telah raib. Mereka tak memiliki uang sepeser pun. Beruntung ijazah tidak ikut dicuri, karena tas yang berisi ijazah itu mereka pakai jadi bantal.
Untung Maolan punya jam tangan yang bisa dijual untuk bekal hidup beberapa hari mencari kerja. Syukur alhamdulillah, mereka diterima bekerja sebagai juru bayar cleaning service di Pertamina termasuk di rumah pejabat Pertamina Ir. Suyatmoko. Dia pun mendapat pekerjaan tambahan memberi pelajaran tambahan kepada putera-puteri Suyatmoko yang masih SD.
Kemudian, Agustitin dan Maolan melamar jadi guru honorer ke SD-SD di Jakarta Selatan dan Timur. Tapi tidak diterima. Sampai suatu hari Kepala SDN Klender 06 Pagi, Endang Sugara, menerima Agustitin, bahkan langsung ditugaskan mengajar kelas enam dan diberi tanggung jawab memajukan kegiatan esktrakurikuler. Selain itu dia juga menjadi Guru Honorer di SDN Klender 09 Pagi.
Setelah melakoni guru honorer sejak 1981sampai 1983, dia diterima jadi pegawai negeri sebagai Guru di SDN Klender 06 Pagi sejak 1983 sampai1986. Sambil mengajar, dia pun melanjut kuliah di IKIP Muhammadiyah dan lulus Sarjana Muda tahun 1984.
Saat masih guru honorer, dia sudah memperhatikan seorang remaja putri berpakaian putih drill bersekolah di SMA Negeri 54. Gadis cantik bernama Conny Kurniawati kelahiran Bandung, 2 Januari 1964, itu pun dipersuntingnya (1964) setelah Agustitin meraih gelar Sarjana Muda.
Dua tahun berikutnya (1986), dia meraih Sarjana Keguruan (S1) dari Universitas HAMKA. Dia lalu mengajar di SMP dan SMA Budaya, 1986-2000, sampai menjabat Wakil Kepala SMA Budaya (1990-1995). Tahun 1994-1999, dia pindah tugas sebagai guru dan menjabat Kepala SDN Duren Sawit 09 Pagi. Sambil menekuni tugasnya mengajar, dia pun terus giat belajar hingga meraih gelar Magister (S2) dari Universitas Persada Indonesia tahun 1996.
Kemudian, dia menjabat Kepala SDN Jaya 12 Pagi, 1999-2001 dan Kepala SDN Jaya 05 Pagi, 2001. Lalu menjadi pegawai Dinas Dikdas Prov. DKI Jakarta, 2001-2005 dan Kepala Kantor Koperasi Keluarga Guru Jakarta, 2005-2008. Dalam periode ini, dia giat mengikuti Program Doktor di Universitas Borobudur, Jakarta dan tahun 2006 berhasil meraih gelar Doktor (S3) bidang Perekonomian Indonesia dan Ekonomi Koperasi.
Selain itu, pada 1998 dia mendirikan sekaligus menjabat Ketua Yayasan Pendidikan Acprilesma, 1998-2008 dan menjabat Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Acprilesma, 2008-sekarang. Yayasan ini menaungi pendidikan mulai dari SD sampai Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) ACPRILESMA dimana dia menjabat sebagai ketua.
Dia punya visi menjadikan Sekolah Tinggi Agama Islam Acprilesma sebagai perguruan tinggi yang berdayaguna dalam pengkajian, pengembangan, pengalaman, penyebarluasan ilmu pengetahuan , teknologi dan akhlaq mulia.
Misinya adalah: 1) Mempersiapkan sarjana yang memiliki kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan dan aplikasinya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; Mempersiapkan sarana prasarana guna mendukung terselenggaranya proses belajar mengajar yang aktif, inovatif, proaktif, kreatif dan tidak membosankan; 2) Melaksanakan pengabdian masyarakat dengan metode magang dan praktek lapangan; dan 3) Memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas lulusan baik lokal, nasional dan global.
Sasaran yang ingin dicapai tertuang dalam The Ten Pilar of Acprilesma (sekaligus sebagai kepanjangan dari akronim Acprilesma) yakni Aspiration (aspiratif), Creative (Kreatif), Power (Kekuatan), Risk Taker (Mengambil Resiko), Innovation (Inovasi), Leadership (Kepemimpinan), Empowering (Pemberdayaan), Spirit (Semangat), Motivation (Motivasi), dan Actuality (Aktualisasi).
Tiada hari tanpa belajar bagi Agustitin. Selain tekun mengikuti pendidikan formal hingga mencapai gelar doktor, dia juga rajin mengikuti berbagai kursus dan diklat. Di antaranya, Pelatihan Pemberdayaan UKM, 2006; Pelatihan tentang Kepemimpinan dan Sistem Manajemen Modern dalam rangka Mendukung Penciptaan Keunggulan Bersaing, 2006; Pelatihan tentang Pembangunan Ekonomi dan Kewirausahaan serta peran Perguruan Tinggi dalam Menghasilkan Wirausha, 2007; Privincial Workshop for Union Finance Officer, 2007; Diklat Perkoperasian bagi Kelompok / Organisasi Masyarakat, 2009; Pelatihan Akuntansi Pengurus Koprim PKPRI DKI Jakarta, 2009; Pelatihan “Human and Union Rights”, Maret 2010; Pelatihan Perpajakan oleh PKPRI DKI Jakarta dengan CECT Universitas Tri Sakti, Agustus 2010; Diklat Penumbuhan Kompetensi Kewirausahaan Perum BULOG, Surabaya Agustus 2010; Pelatihan Internasional Education di Philipina, 2011; Pelatihan Pengembangan Karakter bagi Tenaga Kependidikan di Jakarta, 2011; Studi Banding Implementasi Teknologi Pendidikan di China, 2012; Pelatihan Profesionalisme Guru dan Pengembangan Karir Berkelanjutan bagi Guru (PKB Guru) di Jakarta, 2012; dan Pengembangan Kewirausahaan bagi Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan di Jakarta, 2012.
Prof. Agustitin Setyobudi juga aktif di berbagai organisasi dan koperasi, antara lain Ketua 1 Koperasi Guru Jakarta, 1994-1998; Ketua Persatuan Guru RI (PGRI) Prov. DKI Jakarta, 1984-1989; Ketua Umum Koperasi Keluarga Guru Jakarta, 2002-2006; Ketua 1 Induk Koperasi PGRI Provinsi DKI Jakarta, 2005-2010; Ketua Pengawas Pusat Koperasi RI, 2008-2013; Bendahara Induk Koperasi Pegawai RI, 2012-2017; Ketua Umum Induk Koperasi PGRI Prov. DKI Jakarta, 2010-2015; Pendiri dan Ketua Yayasan Pendidikan Acprilesma, 1998-2008; Ketua Pengawas Koperasi Keluarga Guru Jakarta, 2008-sekarang; Keuta Pengurus Besar Persatuan Keluarga Guru Indonesia (PBPGRI), 2008-sekarang; KORPRI Prov. DKI Jakarta, 2010-sekarang; dan Ketua Dewan Pakar Ikatan Ketua Rukun Warga Prov. DKI Jakarta, 2012-sekarang.
Patut pula dicatat beberapa hal perjuangannya, antara lain: Mengembangkan Koperasi Keluarga Guru Jakarta hingga Meraih Predikat Koperasi Terbaik Nasional, 1998-2005; Mendirikan TK, SD, SMP dan SMK Laboratorium Jakarta hingga Perguruan Tinggi; Mendirikan Sekolah Tinggi Agama Islam Acprilesma Indonesia; Perjuangan untuk profesionalisme guru dari ranting Persatuan Guru RI hingga sekarang menjabat Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru RI (PB PGRI); Pengembangan profesionalisme guru di Prov. DKI Jakarta, 1998-sekarang; Kiprah Induk Koperasi Pegawai Republik Indonesia dan Pemberdayaan anggota-anggotanya se-Indonesia, 1998-sekarang; dan Intens terhadap pengembangan koperasi dan pendidikan.
Dia pun telah meraih beberapa penghargaan, antara lain: Penghargaan dari Menteri Koperasi sebagai Pegawai Negeri Sipil Pria yang telah mempunyai masa kerja 15 tahun, 1999; Penghargaan Citra Generasi Pembangunan Anak Bangsa, 2005; Penghargaan Atas Suksesnya Memimpin Koperasi Keluarga Guru Jakarta (KKGJ), 1998-2005 dari Dinas Dikdas Prov DKI Jakarta; Penghargaan Atas Suksesnya Memimpin Koperasi Keluarga Guru Jakarta (KKGJ), 1998-2005 dari PGRI Dinas Dikdas Prov DKI Jakarta; Penghargaan Moslems Award, 2006; Penghargaan Citra Manajemen Executive dan Profesional, 2006; Penghargaan dari Taekwondo Prov. DKI Jakarta “Anthony Group”; Penghargaan dari Menteri Koperasi dalam Bakti Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, 2007; dan Penghargaan atas Dedikasi di Bidang Koperasi dan Perekonomian Indonesia, 2009. Penulis: Ch. Robin Simanullang | Bio TokohIndonesia.com