Kriminolog yang Ikut Mendirikan Kontras

Mulyana W. Kusumah
 
0
394
Mulyana W Kusumah
Mulyana W Kusumah | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Hampir dua dasawarsa, Anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) Drs Mulyana W Kusumah, ini menjadi tenaga pengajar di FISIP UI. Tak hanya UI, sarjana kriminologi, ini juga mengajar di perguruan tinggi swasta, antara lain Universitas Pancasila, Jakarta maupun Universitas Ibnu Khaldun, Bogor. Namun pekerjaan tetap laki laki berperawakan kecil ini, seolah ditelan oleh aktivitas di luar kampus yang sangat padat. Dia tersandung masalah korupsi di KPU.

Tak mengherankan jika bapak lima anak ini lebih dikenal sebagai aktivis, ketimbang dosen. Selain aktif dalam berbagai organisasi maupun lembaga swadaya masyarakat, ia juga menjadi pembicara dalam berbagai diskusi maupun seminar, menulis kolom dan sejumlah buku tentang HAM, Hukum, politik di samping masalah kriminologi.

Di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) yang kemudian ditinggalkan dan membentuk Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM Indonesia (PBHI), Mulyana pernah menduduki jabatan sebagai Direktur Eksekutif YLBHI. la juga menjadi salah seorang pendiri Komite Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KONTRAS), dan Koordinator Dewan Penasehat KONTRAS.

Sebagai salah seorang penggiat HAM di Indonesia, Mulyana menjadi salah seorang anggota tim penyusun RUU Pengadilan Hak Asasi Manusia. Ia juga menjadi anggota Konsorsium Pembaruan Hukum Nasional sejak tahun 1999.

Ia juga perintis terbentuknya organisasi pemantau Pemilu. Organisasi yang dibentuknya, Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP) – ia menjadi Sekjen, nyaris diberangus penguasa Orde Baru, karena dianggap ‘merecoki’ penguasa saat itu. Karena kawatir adanya conflict of interest, ia mengundurkan diri sebagai sekjen KIPP Mei 2001.

Sepak terjang Mulyana, makin mengukuhkan dirinya sebagai figur yang amat mendambakan tegaknya demokrasi dan transparansi. Perhatian yang sungguh sungguh terhadap pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil, membuahkan hasil. Tahun 1999 ia dipercaya menjadi anggota tim sebelas, setelah KPU terbentuk ia diangkat sebagai Wakil Ketua, Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Pusat. Usai pemilu, ia lolos uji kelayakan sebagai anggota KPU.

Laki laki kelahiran Bogor ini juga banyak melontarkan ide- ide reformaatif melalui berbagai forum. Belum lama ini, ia melontarkan ide mengenai perlunya pengaturan tentang jabatan rangkap pimpinan partai di eksekutif. “Walaupun mereka menjabat atas pilihan partai, jabatan itu sebaiknya tidak dirangkap dengan jabatan di politik. Sehingga netralitas birokrasi pada pemilihan umum bisa terjaga,” paparnya. e-ti, sumber KPU

***TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

***

 

Advertisement

Mulyana W Kusumah dikenal sebagai aktivis. Pria berambut ikal itu sejak Sabtu lalu menempati Blok Masa Pengenalan Lingkungan (Mapeling) Rutan Salemba sebagai tahanan titipan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia tersandung kasus dugaan suap.

Mulyana yang pernah aktif melakukan kegiatan pemantauan pemilu ini terpilih menjadi anggota KPU pada 9 Maret 2001. Pada hari itu Komisi II DPR melalui sebuah rapat pleno memilih Mulyana dan 10 anggota KPU lainnya. Ke-11 anggota KPU terpilih menyisihkan sembilan calon lainnya lewat pemungutan suara yang dilakukan 40 anggota komisi itu.

Saat itu dia masih merangkap sebagai Sekretaris Jenderal Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP), lembaga pemantau pemilu yang juga dibentuknya. Karena kawatir ada conflict of interest, dia mengundurkan diri sebagai Sekjen KIPP pada bulan itu juga.

Pada Pemilu 1999, dia juga aktif dalam kegiatan pemantauan pemilu. Semula dia dipercaya menjadi anggota tim sebelas. Namun setelah KPU, dia diangkat sebagai Wakil Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Pusat.

Mulyana juga aktif di bidang advokasi hukum. Dia pernah aktif di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI). Terakhir dia dipercaya sebagai direktur eksekutif. Selepas dari YLBHI, dia membentuk Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM Indonesia (PBHI). Dia juga menjadi salah seorang pendiri Komite Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) bersama (almarhum) Munir.

Sebagai aktivis HAM di Indonesia, Mulyana menjadi salah seorang anggota tim penyusun RUU pengadilan hak asasi manusia. Dia juga menjadi anggota Konsorsium Pembaruan Hukum Nasional sejak tahun 1999.

Mulyana aslinya adalah pendidik. Dia adalah tenaga pengajar di FISIP UI. Tak hanya UI, sarjana kriminologi ini juga mengajar di berbagai perguruan tinggi swasta, antara lain Universitas Pancasila Jakarta dan Universitas Ibnu Khaldun Bogor.

Namun pria kelahiran Bogor 23 November 1948 ini lebih sibuk aktivitasnya di luar kampus yang sangat padat. Itu sebabnya Mulyana lebih dikenal sebagai aktivis. Dia juga dikenal sebagai pembicara dalam berbagai diskusi dan seminar, menulis kolom dan sejumlah buku tentang HAM, hukum, politik, di samping masalah kriminologi.

Namun kini untuk sementara waktu Mulyana tak bisa melakukan berbagai aktivitas itu. Dia harus mendekam selama 20 hari sebagai tahanan dan mungkin lebih lama lagi, karena dugaan kasus suap. Mulyana pernah melakukan penelitian di Rumah Tahanan Salemba Jakarta, untuk kepentingan ilmu pengetahuan kriminologi. Kini dia harus menghuninya sebagai tahanan.

 

Senin, 11 Apr 2005
Mulyana Mengaku Diperintah KPU
JAKARTA – Mulyana W. Kusumah langsung “bernyanyi” begitu mendekam sehari di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kini disangka menyuap petugas BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) itu membeberkan bahwa dirinya bertindak atas nama lembaga KPU.

Mulyana mengungkapkan hal itu lewat pengacaranya, Eggi Sudjana. Eggi kemarin secara khusus menemui Mulyana di balik jeruji Rutan Salemba. Mulyana mengatakan, auditor BPK tersebut bernama Oriansyah yang menjabat ketua subtim pemeriksaan kotak suara BPK.

“Mulyana bertemu Oriansyah atas nama kelembagaan. Nggak mungkin dia datang ke hotel tanpa status Mulyana sebagai anggota KPU. Kedatangan Mulyana juga atas perintah pimpinan KPU,” kata Eggi seusai jumpa pers di Kafe Venesia di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, kemarin. Eggi ditemani sejumlah kolega Mulyana, seperti Ketua KPUD DKI Jakarta M. Taufik, aktivis LSM Amir Hussin Daulay, serta sejumlah aktivis lainnya. Eggi menggelar acara tersebut setelah membesuk Mulyana di selnya.

Menurut Eggi, keterlibatan kelembagaan tersebut terungkap setelah dirinya menemui Mulyana. Mulyana membeberkan semua kronologi interaksi dirinya dengan staf BPK, termasuk bantuan merekayasa hasil audit investigasi BPK atas berbagai dugaan korupsi dalam pengadaan logistik Pemilu 2004.

Namun, ketika didesak siapa nama pimpinan KPU yang memerintahkan Mulyana bertemu Oriansyah, Eggi menolak menjawab. “Inilah yang menjadi masalah. Mulyana sudah kita minta terbuka untuk menjelaskan pembuat perintah itu, tapi dia nggak mau. Mulyana juga nggak menjelaskan surat perintah,” kata pengacara yang pengurus PPMI (Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia) ini.

Eggi sendiri berkeyakinan adanya perintah atasan tersebut akan membuat Mulyana kelak bebas jika mengacu pada persidangan kasus Dana Yatera Bulog dengan terdakwa Akbar Tandjung.

Atas fakta tersebut, lanjut Eggi, KPK diminta mengusut pimpinan dan anggota KPU yang diduga terlibat memerintahkan Mulyana menyuap Oriansyah. “KPK jangan tanggung-tanggung. Harus usut semua yang terlibat,” tegas Eggi yang saat membesuk Mulyana mengendarai mobil mewah Audi berpintu dua.

Seperti ditulis koran ini, Mulyana menjalani penahanan di Rutan Salemba setelah Jumat lalu (8/04) tertangkap basah menyuap Rp 150 juta kepada Oriansyah. Sebelumnya, pada 3 April 2005, Mulyana juga memberi uang Rp 150 juta kepada orang yang sama. KPK berhasil membongkar penyuapan Mulyana setelah menerima laporan dari staf BPK penerima suap pada awal Maret 2005 lalu. Gerak-gerik Mulyana berhasil direkam tim KPK, baik komunikasi dua arah via telepon genggam maupun pembicaraan saat serah terima antara Mulyana dan Oriansyah. KPK menjadikan Mulyana sebagai tersangka penyuapan sesuai pasal 5 UU Nomor 31/1999 yang diubah UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman maksimalnya 5 tahun penjara

Reaksi KPU

Bagaimana komentar ketua dan anggota KPU lain setelah mendengar pengakuan Mulyana? Beberapa anggota KPU yang dihubungi koran ini belum bisa memberikan komentar yang jelas. Valina Singka, misalnya, sempat melakukan tanya jawab melalui SMS sebelum menyatakan dirinya berangkat ke luar negeri untuk mendampingi suaminya, tadi malam.

SMS yang diterima koran ini kali pertama pukul 18.45. Bunyi pesan singkat yang disampaikan Valina sehubungan perkembangan kasus yang menimpa rekannya di KPU itu lima SMS. Berikut tanya jawab koran ini dengan Valina dan anggota KPU lainnya lewat telepon genggam:

Apakah sudah menengok Mulyana W. Kusumah? Belum, memang Anda punya kabar apa?
Kuasa hukum Mulyana, Eggi Sudjana, mengatakan, yang dilakukan kliennya adalah perintah dari KPU sebagai lembaga dan Mulyana tak mau menanggung sendiri? WahÉ yang terakhir saya belum tahu.

Apa benar ada kesepakatan tersebut di KPU?
Saya belum tahu betul, saya belum tahu.

Lalu, mengapa Anda pergi ke luar negeri?
Saya harus mendampingi suami ke luar negeri. Terima kasih.

Balas membalas SMS itu berakhir pukul 19.20. Setelah itu, pertanyaan SMS koran ini tidak dijawab lagi.

Selain Valina, Ketua KPU Nazaruddin Syamsuddin hanya memberikan keterangan sangat pendek. Dia malah mengatakan bahwa KPU akan mengeluarkan statemen resmi Senin ini (hari ini, Red).

Setelah berkomunikasi lewat SMS, wartawan koran ini mencoba menghubungi Nazaruddin. Berkali-kali telepon seluler Nazaruddin dikontak, tapi tidak diangkat. Saat ditelepon di rumahnya, seorang perempuan mengatakan bahwa Nazaruddin tidak ada di rumah. “Dari mana, dari wartawan? OÉ bapak sedang keluar,” jawabnya.

Begitu pula anggota yang KPU lain, Ramlan Surbakti, mengaku belum mengetahui persis persoalan yang ditimpakan kepada rekannya, Mulyana W. Kusumah. Saat dihubungi semalam, Ramlan mengaku masih berada di Surabaya. Siang ini (Senin, Red) dia baru terbang ke Jakarta dan akan bertemu langsung dengan Mulyana di Rutan Salemba.

Setelah bertemu, Ramlan berjanji baru akan bersikap, baik secara pribadi maupun institusi. “Pokoknya setelah saya mendengar lebih dahulu secara langsung dari Mas Mulyana,” tandasnya.

Sementara itu, anggota KPUD DKI Jakarta Juri Ardiantoro menyebutkan bahwa Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin sudah menengok Mulyana pada Sabtu menjelang tengah malam di Rutan Salemba.

Tetapi, ketika dikonfirmasi, Hamid mengaku belum mempunyai waktu untuk bertemu dengan Mulyana setelah penangkapan anggota KPU itu. “Saya sekarang masih berada di luar negeri,” akunya kepada koran ini.

Sementara itu, dalam jumpa pers kemarin, Eggi Sudjana juga mempersoalkan penangkapan kliennya. Menurut dia, penangkapan Mulyana dinilai sebagai hasil konspirasi antara BPK dan KPK. “Kalau tertangkap tangan, kok ada surat penangkapannya. Berarti ini sudah di-setting,” ujarnya.

Lantas, dia menjelaskan bahwa sebelumnya, pada 3 April 2005, Mulyana pernah bertemu dengan Oriansyah di Hotel Ibis, Slipi, kamar nomor 709. Dalam pertemuan itu, Mulyana memberikan uang Rp 150 juta. “Kalau pertemuan pertama sudah terbukti menyuap, mengapa baru sekarang (8 April 2005) ditangkap,” tegasnya.

Kemudian, pria berkacamata itu menceritakan penangkapan kliennya pada 8 April 2005. Mulyana datang ke Hotel Ibis, Slipi, kamar nomor 609 atas undangan Oransyah, ketua subtim pemeriksaan kotak suara BPK. “Oriansyah mengundang Mulyana melalui telepon,” tuturnya.

Menurut pengakuan Mulyana, lanjut Eggi, di tempat tidur kamar tersebut terdapat uang Rp 50 juta dan empat lembar traveler check senilai Rp 25 juta. Jadi, jumlah keseluruhan Rp 150 juta. “Menurut klien saya, uang dan traveler check tersebut sudah berada di atas tempat tidur saat dia datang,” paparnya. Klien saya tidak membawa uang dan traveler check itu,” terangnya.

Dia menjelaskan, pertemuan pertama dan kedua terjadi karena BPK ingin mengaudit alur uang yang masuk ke KPU terkait kotak suara. Pengauditan itu dilakukan karena adanya indikasi penyimpangan-penyimpangan dalam proyek-proyek KPU. Menurut dia, pertemuan itu mengindikasikan dugaan korupsi di KPU. “Kalau memang tidak ada korupsi, mengapa BPK hendak melakukan audit?” ujarnya.

Selain itu, Eggi mengakui bahwa pertemuan itu dilakukan kliennya untuk mencegah BPK mengaudit KPU. Tetapi, hal itu bukan berarti Mulyana menyuap. “Kalau masalah suap atau tidak, itu dapat dibuktikan melalui pengadilan. Tapi, yang sekarang saya prioritaskan adalah meluruskan prosedur penangkapan,” katanya. (arm/wda/lin/yog). TI

Data Singkat
Mulyana W Kusumah, Mantan Anggota KPU / Kriminolog yang Ikut Mendirikan Kontras | Direktori | Dosen, UI, LBH, KPU, Kriminolog

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini