Musisi Pejuang Royalti

Candra Darusman
 
0
333
Candra Darusman
Candra Darusman | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Musisi yang pernah populer lewat band Chaseiro dan Karimata ini sekarang lebih banyak berkutat dengan dunia royalti. Berangkat dari Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI), pendiri acara tahunan Jazz Goes To Campus di Universitas Indonesia ini menjadi konsultan di World Intellectual Property Organization (WIPO), yang bermarkas di Jenewa, Swiss. Baginya, hak cipta dan karya musisi harus mendapat penghargaan yang layak termasuk soal royalti. 

Putra dari Suryono Darusman, seorang pensiunan diplomat ini, lahir di Bogor, 21 Agutus 1957 dengan nama Candra Nazaruddin Darusman. Sejak kecil Candra sudah terbiasa melanglang buana dan tinggal di beberapa negara seperti Meksiko, Uni Soviet dan Swiss. Bahkan pendidikan menengah atas, ia tamatkan di luar negeri. Sang ayah mempunyai peran yang cukup besar dalam memperkenalkan musik yakni dengan ‘memaksakan’ anak-anaknya untuk mendengar musik khususnya latin dan jazz. Mau tak mau, Candra kecil menjadi terbiasa dengan aliran musik tersebut.

Candra juga diarahkan ayahnya untuk mempelajari berbagai instrumen musik. Gitar menjadi alat musik yang pertama kali ditekuninya. Setelah alat musik petik itu, Candra mengikuti kursus piano klasik sejak masih duduk di bangku SD hingga SMP. Adik kandung mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman ini lalu mulai serius mempelajari jazz dari sejumlah tokoh musik ternama seperti Jack Lesmana, Mus Mualim, Nick Mamahit, Idris Sardi, Bubi Chen, dan Isbandi.

Saat masih berstatus mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Candra dan beberapa temannya membentuk grup musik Chaseiro di tahun 1978. Dalam grup yang telah menelurkan empat album rekaman ini, Candra yang berperan sebagai vokalis merangkap keybordis memberikan sentuhan jazz pada lagu-lagu mereka. Selain piawai memainkan jari jemarinya di tuts keyboard maupun piano, Candra juga cukup lihai dalam menciptakan lagu. Salah satu lagu ciptaannya yang berjudul Hari Yang Indah bahkan berhasil mengantarkannya sebagai Finalis Festival Pop Song Nasional 1978. Namun karena kesibukan masing-masing personilnya, Chaseiro, grup musik yang cukup punya nama di blantika musik Indonesia itu akhirnya bubar.

Musik memang telah menjadi pilihan hidup salah satu penggagas Jazz Goes to Campus ini. Ia bahkan rela meninggalkan jabatannya yang cukup lumayan di City Bank Jakarta. Selain aktif sebagai musisi di depan layar, ia juga memimpin perusahaan yang membuat musik jingle untuk iklan. Ia juga menjadi produser rekaman yang menangani pembuatan album sejumlah penyanyi top, seperti Ruth Sahanaya, Grace Simon, Chicha Koeswoyo, Harry Sabar, Fariz RM, Utha Likumahua, Vina Panduwinata, Randy Anwar dan Dhenok Wahyudi. Candra juga pernah tampil sebagai solois dengan album Kau (1980) dan Kekagumanku (1982) dan pernah tampil bersama kelompok jazz Telerama bersama Jack Lesmana. Di band itu, ia menjadi penata musik pada saat mengikuti festival bertaraf nasional dan internasional.

Musik memang telah menjadi pilihan hidup salah satu penggagas Jazz Goes to Campus ini. Ia bahkan rela meninggalkan jabatannya yang cukup lumayan di City Bank Jakarta. Selain aktif sebagai musisi di depan layar, ia juga memimpin perusahaan yang membuat musik jingle untuk iklan. Ia juga menjadi produser rekaman yang menangani pembuatan album sejumlah penyanyi top.

Pada tahun 1986, pria berpembawaan kalem ini bergabung dengan Karimata, sebuah grup musik jazz yang sering memasukkan unsur musik etnis tradisional Indonesia ke dalam ramuan musiknya. Selain Candra, grup ini juga diisi oleh Erwin Gutawa (bass), Denny TR (gitar), Aminoto Kosin (keyboards) dan Uce Haryono (drum, yang kemudian digantikan oleh Aldy dan Budhy Haryono). Di tahun itu pula, Candra dan rekan-rekannya mendapat kehormatan untuk tampil di ajang North Sea Jazz Festival di Belanda.

Walaupun terkenal sebagai vokalis solo maupun grup, namun pada album-album awal Karimata, setiap lagu yang ada vokalnya, dinyanyikan oleh bintang tamu. Para personil Karimata hanya memainkan instrumen musik mereka masing-masing. Baru pada album ketiga akhirnya Candra, Denny dan Aldy (drummer baru) menyumbang vokal mereka di lagu “Melangkah”. Karimata juga banyak mengisi event-event jazz di kampus dan layar televisi. Sepanjang karirnya bersama Karimata, Candra telah merilis lima album.

Karimata menjadi grup band terakhir bagi Candra yang akhirnya memilih untuk tidak lagi aktif di dunia musik tapi lebih menekuni dunia organisasi yang tidak jauh dari dunia musik yaitu PAPPRI (Persatuan Artis Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia) dan YKCI (Yayasan Karya Cipta Indonesia), sebuah lembaga yang memperjuangkan hak cipta dan pembayaran royalti bagi para pencipta lagu dan artis musik. YKCI yang resmi berdiri pada 1990 merupakan pengembangan dari PAPPRI dan sekarang berdiri sendiri.

Meski tidak seproduktif masa jayanya dulu, ia masih sering dilibatkan sebagai organizer atau artistic director dalam penyelengaraan sejumlah acara seperti Jazz Goes To Campus dan JakJazz. Selain itu, sejak tahun 2001, Candra menggantikan posisi Muhammad Muchtar dari LIPI sebagai konsultan bagi World Intelectual Property Organization (WIPO) mewakili Indonesia. WIPO adalah sebuah organisasi PBB yang khusus yang menangani Hak atas Karya Intelektual (HaKI) yang beranggotakan 175 negara di dunia yang berkantor pusat di Jenewa, Swiss. “Saya bersedia duduk di WIPO karena visi saya terhadap Hak atas Karya Intelektual sama dengan visi organisasi itu,” ujar mahasiswa berprestasi UI 1976 yang pernah menjadi asisten Profesor Dorodjatun Kuntjoro Jakti, Soedrajad Djiwandono dan Marzuki Usman dalam mata kuliah Makro Ekonomi dan Mikro Ekonomi di FEUI ini.

Sekarang Candra lebih sering berhadapan dengan urusan royalti dan pembajakan. “Kalo bukan kita yang melawan, siapa lagi?” kata ayah tiga anak ini dalam suatu kesempatan. Di sisi lain, Candra masih menyimpan kegelisahan sebab banyak kasus pembajakan hanya menangkap ‘kroconya’ saja namun dalangnya selalu lolos.

Advertisement

Meski demikian, Candra tak pernah berhenti melawan. Ia memilih musik, bidang yang lama ditinggalkannya sebagai ajang ‘perlawanan’. Baginya, hak cipta dan karya musisi harus mendapat penghargaan yang layak termasuk soal royalti. Makanya, ia sedih ketika TMII dan PT Kereta Api Indonesia menjadi ‘pembangkang’ karena menolak membayar royalti untuk lagu-lagu yang mereka putar. eti | muli, red

Data Singkat
Candra Darusman, Musisi Jazz / Musisi Pejuang Royalti | Direktori | musisi, jazz, FEUI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini