
[DIREKTORI] Ketua Umum Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI) H. Dimmy Haryanto mengatakan alasan partainya sepakat mencalonkan Siswono Yudo Husodo, sebagai calon presiden adalah karena tokoh ini dinilai paling tinggi resistensinya pada masyarakat, jujur, tegas, cerdas, bertaqwa dan beriman serta sudah teruji bersih KKN dan menunjukkan prestasi di berbagai bidang yang digeluti.
Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI) yang lahir 10 Januari 2003 merupakan kelanjutan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Karena tidak memenuhi persyaratan electoral threshold yakni perolehan dua persen dari suara pemilih pada Pemilu 1999, membuat partai ini tidak bisa mengikuti Pemilu 2004. Keadaan itu mengharuskan partai ini pada tangggal 10 Januari 2003 harus menyiasatinya dengan berganti nama dan akta pendirian baru. Sejak itu partai ini kemudian dipimpin oleh H. Dimmy Haryanto, seorang yang yang sudah matang dalam organisasi politik dan yang lebih dari separoh perjalanan hidupnya berjuang dan bekerja di partai tersebut.
Sesuai dengan adanya amandemen UUD 45 dalam hal pemilihan presiden langsung. Maka di bawah kepemimpinan Dimmy Haryanto dan sesuai dengan permintaan para kadernya, partai ini melakukan terobosan baru. Partai yang berazaskan Pancasila dan bervisi menegakkan Demokrasi Pancasila, mempertahankan dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia, ini dalam Pemilu 2004 ini mencalonkan Siswono Yudo Husodo, seorang tokoh yang berasal dari luar Partai PPDI sendiri sebagai calon Presiden RI.
Lebih lengkapnya pria kelahiran Metro Lampung, 17 Agustus 1942, ini mengatakan, bahwa PPDI yang merupakan kelanjutan dari PDI, itu setelah tiarap selama 3 tahun, bukan tidur, tetap memasang telinga dan memasang mata. Kemudian melihat, mendengar dan berpikir bahwa tujuan reformasi yang sangat mulia itu yang tadinya diharapkan partainya bisa dilaksanakan oleh pemerintah orde reformasi ini, menurutnya, ternyata makin hari makin keliru.
“Kenyataan dan tujuan yang kami dapatkan jauh panggang dari api. Sebagai warga yang merasa ikut bertanggung jawab dalam mengisi kemerdekaan ini, melihat carut-marutnya pemerintahan, melihat terjadinya multi krisis yang sangat menyengsarakan rakyat, kami kader-kader PDI saat itu berkumpul untuk memikirkan, mendiskusikan mengenai keberadaan kelanjutan daripada reformasi ini. Dan akhirnya kami berkesimpulan, pemerintah ini juga tidak mampu dan tidak akan mampu melaksanakan agenda reformasi itu sendiri dan harus dilakukan perubahan secara tepat. Dengan kata lain, sebetulnya sudah tidak ada seorang pun di dalam pemerintahan ini yang bisa dipercaya untuk melaksanakan reformasi itu sendiri,” katanya.
Dengan alasan itu dan dengan tujuan agar bisa ikut berperan mengisi kemerdekaan, para kader partai PDI sepakat harus ikut pemilihan umum. Menurutnya, bahwa Pemilu itu bukanlah tujuan perjuangan tapi hanya salah satu sarana perjuangan untuk mencapai tujuan. Tapi karena PDI tidak bisa mengikuti Pemilu sesuai dengan ketentuan UU Electoral Threshold tahun 1999, mereka akhirnya membentuk partai dengan nama baru dengan mengetengahkan tegaknya demokrasi.
Partai ini berhasil membentuk 32 Dewan Pimpinan Daerah di 32 Propinsi dan 414 cabang di 436 Kota/Kabupaten. Sehingga dengan demikian, dari segi struktural partai ini telah mempunyai Gubernur, Bupati, Camat, dan Lurah. Akhirnya Pemilu bisa dijalani dengan dukungan dana secara gotong-royong.
Pada pertemuan nasional yang diadakan pada tanggal 22 Februari, DPP mengundang semua DPD-DPD seluruh Indonesia guna membahas persiapan Pemilihan Umum. Dalam membahas persiapan Pemilu inilah para utusan dari banyak daerah mengusulkan agar sebelum Pemilu, partai ini mengumumkan siapa calon presiden nantinya. Dengan begitu masyarakat tidak merasa ibarat ‘membeli kucing dalam karung’.
Saat itulah Dimmy memberitahukan, bahwa dia sebenarnya sudah dihubungi beberapa calon presiden seperti Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono, juga oleh Siswono Yudo Husodo. Namun walaupun dia sebagai ketua umum partai, dia mengaku belum berani memberikan komitmen-komitmen. Sehingga dia juga mengusulkan agar saat itu jugalah didiskusikan siapa calon presiden dari partai.
Sebagai ketua umum, dia mengusulkan syarat atau kriteria yang akan diajukan sebagai calon presiden. Syarat pertama, yakni seorang yang resistensinya pada masyarakat paling tinggi, sehingga ketika begitu diumumkan tidak langsung dihujat rakyat. Syarat yang kedua adalah harus seorang yang jujur, tegas, cerdas, dan sudah menunjukkan prestasinya di berbagai bidang yang digeluti. Kriteria ini ditonjolkan agar apabila sudah menjadi presiden nantinya sanggup menghadapi situasi sekarang ini. Dan syarat yang lebih penting adalah harus orang yang bertakwa dan beriman. Ini diutamakan karena banyak orang beriman tapi takut untuk melakukan sesuatu, dan banyak juga orang beriman tapi malah melanggar karena imannya tidak kuat. Itulah syarat yang paling utama.
Dengan kriteria itu, dia dan para kader partainya melihat sosok Siswono Yudo Husodo merupakan seorang nasionalis yang cukup komit menjaga kesatuan. Hal yang sangat sesuai dengan visi dan misi Partai PDI sendiri tentang menjaga keutuhan NKRI, Pancasila dan UUD 45. Siswono juga mereka nilai merupakan seorang yang sangat komit terhadap kepentingan rakyat kecil. Hal itu mereka lihat ketika Siswono banyak memperjuangkan kepentingan para rakyat kecil dalam himpunan yang diketuainya yakni HKTI. Maka setelah mendiskusikan berbagai orang, nama Siswono Yudo Husodo merupakan yang paling memenuhi kriteria dimaksud.
Selanjutnya, partai kemudian mengundang Siswono. Dalam pertemuan itu, Dimmy memberitahukan bahwa partai yang dipimpinnya mencalonkan Siswono sebagai calon presiden. Saat itu juga Siswono mengatakan kesediaannya.
Dalam forum itu dia mengatakan pada Siswono, “Pak Sis, karena Pak Sis mengatakan kesediaan sebagai calon pemimpin nasional, ada satu syarat yang kalau Pak Sis nanti menjabat sebagai pimpinan di negeri ini. Selama yang saya lihat, banyak para pejabat cukup cerdas tetapi tidak ‘tegaan’. Pak Sis harus menjalankan tegaan,” katanya.
Ketika itu Siswono malah balik bertanya. “Maksud Pak Dimmy apa?” tanya Pak Sis. Diapun kemudian menjelaskan bahwa, banyak pejabat yang apabila saudaranya, temannya maupun anaknya terjerat hukum, upaya si pejabat untuk meloloskan jeratan hukum itu luar biasa. Itu dilakukan karena tidak tega melihat saudara, teman, atau anaknya tersebut masuk penjara. Maka kepada Pak Sis, ia katakan, “Kalau nanti anak Bapak ternyata melakukan perbuatan melanggar hukum dan telah diputuskan oleh hakim, agar Bapak tidak membelanya karena urusan ini bukan urusan eksekutif tapi urusan yudikatif”. Saat itu Siswono mengatakan, “Akan saya lakukan”.
Menurutnya, hal ini dia tonjolkan mengingat sistem kepemimpinan negeri ini yang tidak cukup tegas. Dia mencontohkan ketika sebelumnya seorang pejabat sudah diputus oleh hakim untuk dihukum 3 tahun tapi tidak bisa masuk karena tidak tega.
Dimmy dengan partainya mencalonkan Siswono sebagai calon Presiden RI ke-6 memang hanya berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk nusa dan bangsa ini. Dia dan partainya tidak mempunyai niat untuk mencoba menempatkan Pak Sis sebagai milik sendiri. Hal tersebut terbukti, ketika mengetahui bahwa yang mencalonkan Pak Siswono bukan hanya PPDI sendiri tapi malah sebelumnya juga sudah dicalonkan oleh PSI kemudian disusul oleh PNI Marhaenisme dan PKPI, mereka dalam hal ini sangat setuju dan sangat mendukungnya.
Dan kepada Siswono, dia mengatakan, “Makin banyak partai yang mengajukan dan mendukung Bapak, semakin baik. Dan tolong Bapak katakan pada teman-teman partai politik lain yang mendukung Bapak, kita harus saling mendukung. Kalau kita sama-sama lolos electoral threshold, kita tidak usah bicara macam-macam aktivitas teknis. Kalau kita tidak lolos electoral threshold, akan kita kumpulkan suara itu dan tetap mencalonkan Siswono sebagai calon presiden”.
Maka sampai hari-hari terakhir pencalonan presiden, meskipun perolehan suara partainya tidak begitu signifikan tapi dia dan partainya tetap berjuang terus sampai tercapainya Pak Siswono menjadi calon yang sesungguhnya. Berbagai cara akan ditempuh seperti misalnya jika tidak lolos electoral threshold, partainya akan mencari partner dari partai yang lain sampai bisa mencapai syarat yang ditentukan. Jadi jika sekarang sudah ada PPDI, PSI, PNI Marhaenisme dan PKPI yang hendak bergabung mencalonkan Pak Sis, di samping itu mereka juga akan mencoba mengajak partai-partai yang lain baik yang mendapatkan suara yang besar ataupun yang kecil dalam Pemilu 2004 yang memiliki semangat yang sama untuk menjadikan Pak Sis sebagai RI 1.
Ditanya, apakah PPDI akan meminta jatah di kabinet seandainya Siswono Yudo Husodo menjadi presiden, Dimmy mengatakan tidak berpikiran sepert itu. Menurutnya, mereka harus bersama-sama menyeleksi yang terbaik di antara 220 juta penduduk negeri ini dan tidak harus dari PPDI. Soal calon wakil presiden pun, berlaku sama. Siswono dan PPDI bersama-sama mencari putra-putri terbaik yang bisa bekerjasama dengan Siswono dan mempunyai komitmen moral seperti beliau. “Jadi kesepakatan politik yang ada adalah, PPDI menginginkan Siswono menjadi pemimpin negara, berani menegakkan hukum dan mensejahterakan rakyat,” katanya menjelaskan.
Politisi Tiga Orde
H. Dimmy Haryanto lahir 17 Agustus 1942 di Desa Kurnisasi di Lampung yang kini menjadi Kota Metro. Semenjak kecil, ia dibesarkan dengan jiwa seorang santri. Ayahnya adalah Kepala Urusan Agama, dan ibunya seorang tokoh Aisyah. Sejak masih di SR, jiwa kebangsaannya terbentuk karena sering mengikuti pidato Bung Karno. Setiap tanggal 17 Agustus atau hari nasional, ia rela berjalan kaki sejauh 4 kilometer ke jawatan penerangan karena di di desanya belum ada radio kecuali di kantor jawatan penerangan tersebut.
Menjalani pendidikan di bangku sekolah semasa SMP dan SMA ia lalui dengan gigih. Menginjak bangku kuliah di di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Dimmy menjadi salah satu sebagai pengurus GMNI. Tidak lama kemudian, ia terpilih menjadi sekretaris ranting PNI pada tahun 1963. Pada 1967, ia terpilih sebagai Wakil Ketua. Tahun 1970, ketika Konferensi Cabang, ia terpilih sebagai Wakil Bendahara Ikatan PNI. Dan pada 1971, saat Pemilihan Umum, ia diangkat menjadi anggota DPRD Tk II, Malang.
Tahun 1973, ia dipilih menjadi Ketua Fraksi DPRD – fusi PDI – yang waktu itu fusi dengan berbagai partai seperti Partai Parkindo dan lain-lain. Tahun 1976, ia akhirnya dipercaya menjadi Ketua Cabang PDI Kota Malang. Tahun 1983, pada Konferensi Jawa Timur, ia dipercaya menjadi Sekretaris DPD PDI Jawa Timur. Dan tahun 1986, pada Kongres PDI Pondok Gede, ia terpilih sebagai Wakil Sekjen DPP PDI sampai tahun 1993.
Kemudian pada tahun 1993 itu, ia memimpin kongres yang memutuskan Pak Soerjadi secara aklamasi sebagai Ketua Umum yang akhirnya dibatalkan oleh pemerintah. Saat itu namanya disebut-sebut tidak bisa duduk sebagai pengurus apapun. Dan sejak tahun 1993 itu, ia sudah tidak lagi di DPP.
Pada tahun 1994, pada Muktamar Majelis Musimin Indonesia, ia terpilih sebagai Ketua Umum. Pada tahun 1996, ketika Kongres Medan yang kedua, ia terpilh menjadi salah satu Ketua DPP PDI Soerjadi waktu itu. Tapi akhirnya pada tahun 1996 bulan Agustus ia diberi tugas harus kembali ke JawaTimur untuk melerai pertarungan antara Pak Cipto dengan Latief Pujosakti. Waktu itu ada dualisme kepemimpinan DPD Jawa Timur, ia terjun ke sana dan menjadi Ketua DPD PDI Jawa Timur. Dan sejak 2003 tahun lalu, ia menjadi Ketua Umum DPP-PPDI sampai sekarang. Jadi, terhitung sudah 41 tahun (1963-2004) ia berkecimpung menjadi pimpinan partai.
Di bidang legislatif, pada tahun 1971, ia terpilih menjadi anggota DPRD sampai 1982 atau dua periode. Tahun 1982, ia adalah orang pertama dalam tubuh partaii yang mengusulkan agar masa jabatan anggota DPRD dibatasi dua periode saja. Saat itu ia memberi contoh dengan tidak mau lagi dicalonkan di DPRD. Setelah itu, ia malah naik menjadi Wakil Sekjen DPP PDI pada tahun 1986. Tahun 1987 karena sudah menduduku posisi Sekjen, ia terpilih menjadi anggota DPR-RI sampai tahun 1997 (2 periode).
Tahun 1997, karena ia merupakan Ketua DPD PDI Jawa Timur, maka ia menjadi anggota DPRD Tk I Jawa Timur sampai tahun 1999, hanya dua tahun ketika itu. Tahun 1999, ia pensiun. Ia hanya memimpin partai, mengkordinir partai secara nasional dan banyak melakukan koordinasi dengan teman-teman dari daerah.
Keluarga
Dimmy menikahi Hj. Kumayah pada Januari 1964 dengan dikaruniai 8 orang anak, dua perempuan dan enam laki-laki serta 14 cucu. Dari delapan anak itu, tujuh sudah sarjana dan sudah menikah. Si bungsu yang saat ini masih bersekolah di STM terpaut jauh 10 tahun dengan kakaknya yang ketujuh.
Dalam kesehariannya Dimmy sangat sederhana. Sebagai Ketua Umum Partai, setiap hari ia naik kereta api. Sekali-sekali ia naik kendaraan menantunya yang kebetulan pulang. Selebihnya, setiap hari ia naik kereta api sampai ke Kota dan dari Kota ke kantor DPP PPDI naik angkutan umum. Kesehariannya ini sering ia kemukakan pada semua DPD-DPD sehingga mereka tidak kaget bila bertemu atau berkunjung ke rumahnya. Dimmy merasa tidak malu dengan kesederhanaanya sehingga ketika ia melihat sosok Siswono, ia bisa merasakan bahwa Siswono komit terhadap kesejahteraan rakyat kecil.
Menyikapi soal gaya hidup sederhana, Dimmy mengatakan bahwa hidup yang diberikan Tuhan sebenarnya tidak berlebihan dan harus disyukuri apa adanya. Ia pernah mendapat tugas ke luar negeri dengan pelayanan yang istimewa. Begitu turun pesawat, ia langsung dijemput dengan mobil Roll Royce. Di situ ia tidak merasa heran, karena tidak merasakannya sebagai suatu hal yang luar biasa. Mengapa? Karena baginya naik bis atau angkutan kota, itu sebenarnya adalah kehendak Tuhan yang mengalir.
Menurutnya, orang kadang lupa kalau sudah berada di atas, lalu merasa dia lebih hebat dari yang lain. Baginya itulah yang keliru. “Kalau dia selalu mensyukuri apa yang diberikan Tuhan, di bawah juga berarti dari Tuhan. Jadi naik angkutan kota atau naik Roll Royce juga dari Tuhan. Sebetulnya kapanpun Tuhan menghendaki, kita ini bukan apa-apa. Kalau ini kita nikmati, tidak perlu terkejut kok,” sambungnya lagi. ht