Dari Guru, Wartawan, hingga Menteri

Otto Iskandardinata
 
0
894
Otto Iskandardinata
Otto Iskandardinata | Tokoh.ID

[PAHLAWAN] Ia pernah menjadi guru, wartawan hingga menteri. Itu adalah bentuk perjuangannya yang tak kenal henti.

Otto Iskandardinata lahir di Bandung, 31 Maret 1897. Setelah menamatkan Sekolah Dasar, ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Guru dan kemudian ke Sekolah Guru Atas (Hogere Kweekschool)di Purworejo. Sesudah selesai, ia diangkat menjadi guru di Banjarnegara, kemudian pindah ke Pekalongan. Sebagai seorang pendidik, walaupun waktunya banyak tersita untuk mengajar, ia masih sempat meluangkan waktunya untuk berorganisasi.

Di kota batik, Pekalongan, Otto Iskandardinata menjadi anggota Budi Utomo. Organisasi ini didirikan oleh Dokter Sutomo dan para sahabatnya yang pada waktu itu masih menjadi mahasiswa sekolah dokter (STOVIA) di Jakarta bersama dengan dokter Wahidin Soedirohusodo. Budi Utomo pada awalnya bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial belakangan baru merambah ke ranah politik.

Tak lama kemudian, karena keaktifannya berorganisasi, Otto Iskandardinata diangkat menjadi wakil Budi Utomo dalam Dewan Kota Pekalongan. Dalam dewan itu ia seringkali mengkritik pengusaha-pengusaha perkebunan Belanda yang bertindak kasar dan sewenang-wenang terhadap petani. Otto Iskandardinata tetap bertahan dengan pendapatnya dan terbukti dialah yang benar.

Karena perselisihannya dengan Residen Pekalongan, ia dipindahkan ke tempat lain. Namun, pemerintah kolonial Belanda merasa khawatir akan pengaruhnya sehingga Otto Iskandardinata dipindahkan ke Jakarta dan mengajar di Perguruan Muhammadiyah. Sebelum pindah, ia sempat memprakarsai berdirinya “Sekolah Kartini” bagi anak-anak remaja puteri di kota itu.

Kepindahannya ke Jakarta ternyata justru mendorongnya untuk lebih aktif berorganisasi. Selain mengajar, ia juga menjadi anggota Paguyuban Pasundan. Paguyuban itu tidak untuk melestarikan ikatan primordial atau kedaerahan tetapi sebagai sarana memperjuangkan kepentingan rakyat. Otto Iskandardinata mula-mula menjabat sebagai anggota Pengurus Besar, kemudian menjadi ketua. Berkat kepemimpinannya, berbagai kemajuan dicapai oleh Paguyuban Pasundan, sehingga berhasil mendirikan sekolah, bank, dan berbagai yayasan sosial yang bermanfaat untuk rakyat banyak.

Pada tahun 1930 Otto Iskandardinata diangkat menjadi anggota Volksraad untuk yang kedua kalinya, namun kali ini Otto Iskandardinata mewakili Paguyuban Pasundan. Pidato-pidatonya dalam Volksraad tak henti-hentinya mengecam Pemerintah Belanda. Karena itu, ia sering disuruh berhenti waktu sedang berpidato. Di dewan itu, keanggotaannya dalam Volksraad dicabut pada tahun 1935. Namun, ia masih tetap aktif di Paguyuban Pasundan.

Atas usaha Otto Iskandardinata, Paguyuban Pasundan bergabung dengan Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Kemudian sesuai dengan kecenderungan organisasi dan partai politik pada waktu itu, pada tahun 1939 Paguyuban Pasundan bergabung ke Gabungan Politik Indonesia (Gapi).

Pada masa pendudukan Jepang, semua partai dan organisasi massa dibubarkan dan dilarang berdiri. Keaktifannya berorganisasi pun terhenti. Karena alasan itu, Otto Iskandardinata memindahkan kegiatan ke bidang lain, yakni bidang kewartawanan dengan menerbitkan surat kabar Warta Harian Cahaya. Nyatanya, meski telah memiliki profesi baru sebagai seorang jurnalis tak lantas membebaskannya dari kegiatan berorganisasi. Karena tak lama kemudian ia diangkat menjadi anggota PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), Jawa Hokokai (Badan Kebaktian Rakyat Jawa), kemudian menjadi anggota Cuo Sangi In (Dewan Perwakilan Rakyat buatan Jepang).

Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, ia duduk dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dalam kapasitasnya sebagai anggota panitia itu, ia turut serta menyusun Undang-Undang Dasar 1945.

Advertisement

Sesudah Negara Republik Indonesia berdiri, sebagai seorang tokoh dan pemuka masyarakat, Otto Iskandardinata ikut mempelopori pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang merupakan cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dalam Kabinet Presidensil pertama, ia diangkat menjadi Menteri Negara. Nasib malang menimpanya, pada Oktober 1945 ia diculik oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan dibunuh di Mauk (Banten) pada 20 Desember 1945. Pada tahun 1957 makamnya dipindahkan ke Bandung.

Atas jasa-jasanya kepada negara, Otto Iskandardinata dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 088/TK/Tahun 1973, 6 November 1973. e-ti

Data Singkat
Otto Iskandardinata, Menteri Negara pada Kabinet Presidensiil pertama / Dari Guru, Wartawan, hingga Menteri | Pahlawan | pahlawan nasional, Wartawan, Pahlawan, Menteri, Guru

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini