Pejuang Pemberani
Andi Abdullah Bau Massepe
Panglima pertama tentara RI divisi Hasanuddin dengan pangkat Letnan Jenderal ini harus kehilangan nyawa karena melawan penjajah Belanda. Ia ditangkap, ditahan lalu dibunuh oleh tentara KNIL di bawah komando Kapten Raymond Westerling.
Andi Abdullah Bau Massepe lahir di tengah keluarga bangsawan pejuang. Ayahnya bernama Andi Mappanyuki ((salah satu pahlawan Nasional dari Sulawesi Selatan) dan ibunya bernama Besse Arung Bulo (putri Raja Sidenreng). Andi Abdullah menamatkan HIS di kota Makassar lalu melanjutkan studi di MULO tetapi tidak sampai selesai. Masa mudanya diisi dengan kegiatan dalam organisasi politik. Pria kelahiran tahun 1918 ini membentuk organisasi Sudara (Sumber Daya Rakyat) bersama rekan-rekannya untuk mewadahi hasrat perjuangannya.
Satu bulan setelah proklamasi kemerdekaan tepatnya September 1945, ia dan teman-temannya mengubah organisasi itu menjadi BPRI (Badan Penunjang Republik Indonesia). Kursi Ketua Umum BPRI dipercayakan kepadanya. Tujuan dari organisasi itu adalah mendukung proklamasi dan juga untuk mempertahankan proklamasi itu. BPRI kembali mengalami perubahan nama menjadi KNI (Komite Nasional Indonesia) dan kemudian menjadi PKRS (Pusat Keselamatan Rakyat Sementara). Usahanya dalam membangkitkan semangat juang rakyat turut didukung pula oleh sang Gubernur Sulawesi Raya Dr. Sam Ratulangi.
Perjuangan Andi Abdullah Bau Massepe di bidang politik dan militer dengan jalan memelihara keamanan, membeli dan mengambil senjata dari tentara Jepang. Untuk menggalang para pemuda dalam melumpuhkan jalan yang biasa dilalui Belanda, ia turut andil dalam membuat suatu strategi besar. Pada Januari 1946, ia mulai melancarkan serangannya, berita ke Jawa juga dikirimkannya melalui perantara kurir.
Presiden pertama RI Soekarno kemudian mengangkat Andi Abdullah menjadi Kolonel Kehormatan. Untuk mendukung perjuangannya, bantuan persenjataan dari Jawa didatangkan atas permintaan sang Kolonel. Sebagai panglima pertama tentara RI Divisi Hasanuddin, ia diberi pangkat Letnan Jenderal. Namun sayang, perjuangannya harus terhenti karena aksinya diketahui oleh tentara Belanda. Pada Agustus 1946, ia ditangkap dan ditahan oleh tentara KNIL di bawah komando Kapten Raymond Westerling.
Setelah menjalani masa penahanan selama 160 hari, ia dijatuhi hukuman mati dengan cara ditembak oleh tentara Westerling. Perihal kematian Andi Andi Abdullah Bau Massepe punya versi lain. Pihak keluarga (Hajjah Andi Habibah, putri tertua) menyatakan bahwa Andi Abdullah tidak ditembak mati oleh Westerling, tetapi diduga dibunuh dengan menyumbat pernapasannya. Semasa hidupnya Abdullah Bau Massepe tiga kali beristri. Andi dimakamkan di Taman Makam Pahlawan kota Pare-Pare, sekitar 110 kilometer utara Kota Makassar.
Andi Abdullah Bau Massepe memang telah gugur, namun semangat juangnya tak akan dilupakan. Westerling sendiri mengakui Andi Abdullah Bau Massepe sebagai pejuang yang teguh pendirian dan berani berkorban demi tegaknya NKRI. “Suamimu adalah jantan dan laki-laki pemberani. Ia bertanggung jawab atas semua tindakannya, tidak mau mengorbankan orang lain demi kepentingan sendiri, sikap jantan ini sangat saya hormati,” kata Westerling kepada istri Andi Abdullah Bau Massepe, A. Soji Petta Kanjenne.
Atas jasa-jasanya kepada negara, Andi Abdullah Bau Massepe diberi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 082/TK/Tahun 2005, tanggal 7 November 2005. Bio TokohIndonesia.com | cid, red