Berangkat dari Penyiar Radio
Erwin Parengkuan
[SELEBRITI] Setelah menjadi penyiar radio, ia sukses meniti karir di dunia hiburan sebagai presenter handal. Puluhan program televisi pernah ia bawakan, mulai dari acara lomba menyanyi, kuis, elektronik, keuangan dan bisnis, properti, hingga life style talkshow. Pengalamannya sebagai presenter, ia bagikan dengan mendirikan sekolah public speaking dan menulis buku.
Awal ketertarikan pria berkulit putih bersih ini pada dunia penyiaran adalah kekagumannya pada kemampuan para penyiar radio yang bisa menyampaikan pesan mereka sebelum intro lagu dan tahu persis kapan mereka harus “menghentikan” ucapannya ketika vokal penyanyi akan masuk. “Itu hal yang mengagumkan!” ungkap Erwin kala itu.
Dari kekaguman itu, selepas SMA tahun 1989, ia mulai mencoba peruntungannya sebagai penyiar radio dan creative event di salah satu radio swasta ternama, Prambors. Di radio yang sudah berdiri sejak tahun 70-an itulah, kemampuan public speaking Erwin Parengkuan terlatih.
Menginjak tahun ketiganya di Prambors, ia mulai menjelajah dunia pertelevisian dengan menjadi pembaca acara musik bertajuk TRAX di TVRI programa 2. Sejak saat itu, Erwin tak hanya dikenal lewat suaranya saja tapi juga penampilannya secara keseluruhan. Tawaran untuk menjadi presenter pun kian padat. Ia mulai membawakan berbagai acara, mulai dari pesta ulang tahun, pernikahan, hingga peluncuran produk.
Dari sekian banyak acara yang pernah dibawakannya, ada beberapa yang paling berkesan. Yakni, selama 2 hari berturut-turut menjadi presenter untuk pesta ulang tahun ke 90th Om Liem Siu Liong di Singapura pada September 2005. “Pesta gemerlap dengan tamu-tamu “Agung” dari Indonesia maupun mancanegara. Saya merasa tertantang apalagi saat itu menjadi satu-satunya pengisi acara dari Indonesia yang berada di atas panggung!” ujar pria yang pernah menjadi salah satu pemain pendukung film Berbagi Suami ini. Acara yang berkesan lainnya adalah ketika menjadi presenter Pembuka dan Penutup untuk Pesta Olah Raga Akbar PON ke 17 tahun 2008 di Samarinda.
Pada tahun 1993, setelah empat tahun berkiprah di Prambors, Erwin memutuskan untuk mengundurkan diri lalu memulai karirnya sebagai seorang pengusaha event organizer. Kepiawaiannya dalam berbicara membuat usaha yang dibentuk bersama rekan-rekannya berkembang pesat. Mulai dari membuat event-event di Hard Rock café Jakarta maupun Bali, membantu pemerintah saat itu dalam mendukung APEC Conference, menjadi mitra Unicef dalam melakukan kampanye selama 2 tahun baik di Jakarta, Bandung, Bali maupun New York, membawa misi kesenian ke Perth-Australia maupun ke San Francisco, menjadi Spoke Person untuk sebuah pagelaran amal di Los Angeles, sampai mengelar konser akbar outdoor “Phil Collins concert” di tahun 1995.
Usaha Erwin dkk terus menunjukkan grafik perkembangan yang menggembirakan bahkan perusahaannya sempat dipercaya untuk mempersiapkan TV kabel untuk konsumsi warga Indonesia yang menetap di Belanda. Sayangnya program itu urung terlaksana karena ketika hendak diluncurkan, Indonesia tengah dilanda krisis moneter.
Tiga tahun rehat dari aktivitasnya di dunia penyiaran radio merupakan waktu yang cukup bagi Erwin untuk kembali berkiprah. Tahun 1996, ayah empat anak ini menjadi salah satu pionir di Hard Rock FM. Selain itu, ia juga terlibat dalam pembuatan dan pemetaan Radio Cosmopolitan FM yang sekarang telah mengudara. “Saya mempersiapkan dari jingle radio, membuat semua program acara, menentukan segmentasi pendengar, sampai pada menyelenggarakan Focus Group Disccusion,” ujar pemilik lesung pipi itu.
Setelah merasakan cukup banyak asam garam selama karirnya sebagai presenter, ayah dari Giulio, Marcio, Abielo, dan Matacha ini mulai berkeinginan untuk membagikan ilmunya pada para generasi muda yang tertarik untuk mendalami ilmu tentang public speaking. Maka di tahun 2003, ia mendirikan sebuah sekolah public speaking untuk calon presenter bernama Talkinc. Sekolah tersebut didirikannya bersama dua orang rekannya, Rebecca Tumewu dan Alexander Sriewijono.
Dengan setumpuk pengalaman yang dimilikinya, nama Erwin seakan menjadi jaminan suksesnya sebuah acara. Tak berlebihan rasanya jika ia mendapat tawaran untuk menjadi Marketing Communication Manager sebuah perusahaan apparel yang menjual brand-brand ternama seperti Giorgio Armani, DKNY, Costume National, Calvin Klein dan lain sebagainya. Posisi yang terbilang cukup bergengsi itu juga dipegangnya di Majalah Cosmpolitan dan Harpers Bazaar Indonesia. Erwin juga sempat menjadi nominator penerima penghargaan Panasonic Award untuk kategori Pembawa acara Talk-show Terfavorit di tahun 2001, sayang ia gagal keluar sebagai pemenang.
Setelah merasakan cukup banyak asam garam selama karirnya sebagai presenter, ayah dari Giulio, Marcio, Abielo, dan Matacha ini mulai berkeinginan untuk membagikan ilmunya pada para generasi muda yang tertarik untuk mendalami ilmu tentang public speaking. Maka di tahun 2003, ia mendirikan sebuah sekolah public speaking untuk calon presenter bernama Talkinc. Sekolah tersebut didirikannya bersama dua orang rekannya, Rebecca Tumewu dan Alexander Sriewijono.
“Kini lembaga pendidikan memang banyak. Namun saya kira yang benar-benar fokus pada karier presenter dapat dihitung dengan jari,” ujarnya seperti dikutip dari harian Media Indonesia. Melalui lembaga yang didirikannya itu, ia mengaku kian memahami kebutuhan media massa di Indonesia akan keahlian seorang pembawa acara. Beberapa alumnusnya juga sudah bekerja di berbagai media elektronik di Ibu Kota. Tak hanya mendidik calon-calon presenter muda berbakat namun Talkinc juga memiliki siswa dari kalangan selebriti seperti penyanyi Krisdayanti dan mantan Miss Indonesia Kamidia Radisti.
Tak puas hanya mendirikan sekolah, Erwin juga menularkan ilmunya melalui media buku yang berjudul Click: Strategi Taktis Berkomunikasi dengan Berbagai Kepribadian yang diluncurkan tahun 2010. Walau tanpa dibekali dengan ilmu psikologi, Erwin nekat menulis buku yang sejak lama direncanakannya itu. Semua berawal saat ia masih menjadi penyiar Prambors. Kala itu salah seorang pendengar setianya memperkenalkan Erwin pada buku berjudul Personality Plus karangan Florence Litteur yang diangkat dari cerita Socrates. Sejak saat itu, ia memperhatikan bermacam orang dengan berbagai kepribadian yang kemudian dicatatnya bahwa orang-orang memiliki beragam kepribadian dan berbagai cara komunikasi yang berbeda. Terlebih lagi banyak orang yang belum tahu benar cara memahami dan berkomunikasi dengan orang lain. Nah, berangkat dari situ, Erwin akhirnya memantapkan diri membuat buku tersebut.
Ia juga tak khawatir dianggap sok tahu karena sebenarnya buku ini diulas dari sisi yang berbeda, yaitu sisi praktisi. Dan, masih menurut Erwin, tujuan dari buku itu pun bukan untuk menunjukkan ke orang banyak kalau Erwin Parengkuan adalah seorang yang hebat melainkan wadah untuk berbagi kepada mereka yang belum tahu cara berkomunikasi, bahkan di usia yang sudah matang.
Secara garis besar, buku itu berisikan rangkuman pengalamannya selama 20 tahun di dunia komunikasi dan bisnis hiburan. Buku ini juga berisi gabungan dua bidang, kepribadian dan komunikasi yang tidak terpisahkan. “Kita harus melihat seseorang tak hanya dari kepribadian tapi juga dari caranya berkomunikasi. Selain itu, yang membuat buku ini spesial karena adanya 4 model tes yang berbeda-beda. Melalui tes-tes tersebut, pembaca tidak hanya dapat mengetahui kepribadiannya, tetapi juga kepribadian orang lain di sekitarnya,” tutur Erwin seraya mempromosikan bukunya. eti | muli, red