
[SELEBRITI] Penyanyi cantik berambut panjang ini meraih banyak prestasi di kancah internasional. Ia pernah menjadi artis Asia pertama yang berhasil menembus Billboard Charts di Amerika Serikat, artis Asia terlaris di luar Asia, meraih Diamond Award yang diserahkan langsung oleh Menteri Kebudayaan Perancis, dan menerima penghargaan khusus dari Anugerah Musik Indonesia sebagai Artis Internasional Terbaik.
Di awal tahun 90-an, seorang perempuan remaja berusia 15 tahun menghentak panggung musik Indonesia dengan lagunya Tua-Tua Keladi. Baret miring, celana pendek, jaket paku-paku, dan sepatu boot menjadi ciri khasnya kala itu. Gadis itu adalah Anggun C. Sasmi.
Perempuan bernama asli Anggun Cipta Sasmi kelahiran Jakarta 29 April 1975, putri dari pasangan Darto Singo dan Dian Herdina, ini sejak usia 7 tahun sudah menunjukkan bakat menyanyinya. Saat itu Anggun tampil pertama kali di panggung Ancol. Sejak itulah dengan bimbingan sang ayah yang berprofesi sebagai seniman, Anggun mulai mendalami musik dengan belajar vokal dan bermain piano. Di usia sembilan tahun, dengan didampingi ibunda tercinta, Anggun mulai merintis karirnya sebagai penyanyi. Yang lebih istimewa, di usia yang masih sangat belia itu ia sudah mampu menciptakan lagu. Berkat bantuan musisi gaek, Ian Antono, di usia 12 tahun Anggun sudah masuk dapur rekaman. Album perdananya yang berjudul Dunia Aku Yang Punya, saat itu diedarkan oleh Blackboard Records.
Nama Anggun C Sasmi mulai mencuat setelah merilis album keduanya yang berjudul Tua-Tua Keladi di tahun 1990. Setelah itu Anggun terus menyemarakkan blantika musik Tanah Air dengan album-albumnya: Anak Putih Abu-Abu (1991), Gaya Remaja (1992), Noc Turno (1992), Anggun Cipta Sasmi …Lah (1993) dan Yang Hilang (1994).
Saat popularitasnya sebagai lady rocker berada di puncak, Anggun memutuskan untuk menikah muda di tahun 1992 dengan seorang pria Perancis bernama Michel de Ghea yang dikenalnya saat mengadakan tur ke Banjarmasin. Pernikahan tersebut awalnya tidak mendapat persetujuan dari orang tua Anggun, mengingat usianya yang masih sangat belia. Meski demikian, menikah rupanya tidak membuat popularitasnya sebagai penyanyi meredup. Karirnya terus bersinar. Ia bahkan berhasil menjadi penyanyi termuda yang mendirikan perusahaan rekaman sendiri, PT Bali Cipta Record.
Setelah sukses di negeri sendiri, Anggun mulai melebarkan sayapnya dengan berkarir di dunia internasional. Untuk mewujudkan mimpinya itu, bersama sang suami ia kemudian terbang ke London, Inggris setelah sebelumnya menjual perusahaan rekamannya. Di Inggris, mau tak mau ia membangun karirnya dari bawah lagi. Untuk itu, ia rajin mengirimkan demo rekaman ke berbagai studio dan juga pergi ke klub-klub untuk memperkenalkan musiknya. Biaya hidup yang tinggi di London membuat uang hasil penjualan perusahaan rekaman Anggun habis sedikit demi sedikit.
Anggun pun harus kembali menerima kekecewaan tatkala semua demo rekamannya tidak mendapat respon positif. Setelah dua tahun bermukim di negara Ratu Elizabeth itu tanpa kemajuan karir yang berarti, Anggun tersadar bahwa Inggris bukanlah negara yang tepat untuk memulai karir internasionalnya. Dari Inggris, Anggun kemudian hijrah ke Perancis, di negara itu ia berkenalan dengan Erick Benzi, seorang produser dan penulis lagu yang pernah bekerja dengan penyanyi terkenal, Celine Dion. Benzi yang terkesan akan kemampuan vokal Anggun, menawarkannya untuk masuk dapur rekaman.
Anggun kemudian terbang ke Manila, Filipina untuk mengikuti audisi Sony Music International. Dalam audisi tersebut, Anggun berhasil menyisihkan para penyanyi dari berbagai negara hingga akhirnya berhasil mendapat kontrak Sony untuk 5 album. Sebelum rekaman, Anggun mempelajari bahasa Perancis di Alliance Français selama sebulan.
Berkat sentuhan tangan dingin Benzi, pada tahun 1997 Anggun berhasil merilis album berbahasa Prancis, Au Nom De La Lune. Anggun pun mulai bermetamorfosis dalam karir bermusiknya, dari sebelumnya membawakan lagu-lagu rock cadas menjadi lagu-lagu bernuansa romantis. Setahun kemudian, ia merilis album berbahasa Inggris, Snow On Sahara. Dengan Snow on the Sahara, hitsnya yang sejudul dengan albumnya, dia mengukuhkan diri sebagai artis Asia pertama yang berhasil menembus Billboard Charts di Amerika Serikat dan artis Asia terlaris di luar Asia. Album tersebut berhasil terjual lebih dari sejuta kopi di seluruh dunia.
Pada tahun 2000 ia merilis album Chrysalis dan Desirs Contraires. Di tahun yang sama, Anggun memutuskan untuk menjadi warga negara Perancis dimana setahun sebelumnya Anggun mengakhiri pernikahannya dengan Michel de Ghea. Kemelut dalam kehidupan pribadinya tak mempengaruhi kinerjanya dalam menghasilkan karya. Tahun 2002, Anggun kembali merilis album teranyarnya yakni Open Hearts dan disusul Luminescence tiga tahun kemudian.
Meski telah menjelma sebagai artis internasional, Anggun tak pernah melupakan tanah kelahirannya. Namun tetap saja banyak pihak yang kecewa dan mempertanyakan nasionalismenya saat ia mengganti status kewarganegaraannya. Ketika disinggung mengenai hal tersebut oleh Andy F Noya, presenter Kick Andy di tahun 2006, Anggun menyatakan bahwa ia berpindah kewarganegaraan akibat susahnya birokrasi KBRI sehingga menyusahkannya sebagai penyanyi yang punya jam terbang cukup tinggi di luar negeri. Anggun juga menegaskan bahwa yang berganti hanyalah warna paspornya, sementara ia sampai kapan pun akan tetap menjadi orang Indonesia.
Mengenai ucapannya tersebut, hal itu setidaknya dibuktikannya dari penampilannya. Sejak kemunculan perdananya hingga saat ini, di saat banyak selebriti dalam negeri yang tampil dengan gaya kebarat-baratan, Anggun tetap setia dengan rambut hitam panjang terurainya yang khas wanita Indonesia. Ketika diwawancarai saat berkunjung ke Indonesia untuk mempromosikan albumnya pun, ia tidak pernah mencampuradukan bahasa Indonesia dengan bahasa Perancis atau Inggris, meski ia fasih berkomunikasi dengan dua bahasa asing tersebut.
Pada Januari 2003, Anggun hadir di MIDEM Awards untuk menerima penghargaan prestisius, Diamond Award, yang diserahkan langsung oleh Menteri Kebudayaan Perancis. Penghargaan tersebut mengukuhkannya menjadi salah satu penyanyi berbahasa Perancis tersukses di luar Perancis.
Masih di tahun yang sama, Anggun memutuskan untuk menghentikan kerja samanya dengan Sony Music, meskipun kontraknya belum selesai. Langkah ini diambil Anggun akibat telah berubahnya struktur perusahaan itu di berbagai negara. Anggun juga memutuskan pindah ke Montreal, Kanada untuk memperlebar sayapnya di Amerika. Di sini pula Anggun kemudian bertemu jodoh dengan Olivier Maury, seorang sarjana politik Kanada dan mereka menikah di tahun 2004. Upacara sederhana digelar di Bali untuk merayakan perkawinan mereka. Sayangnya, pernikahan itu hanya bertahan selama dua tahun. Tahun 2006, pasangan ini resmi bercerai.
Tahun 2005, di bawah naungan label barunya, Universal, Anggun merilis album ketiganya berjudul Luminescence. Berbeda dengan album-album terdahulu, kali ini untuk versi bahasa Perancis dan bahasa Inggris dirilis dengan judul yang sama. Album ini berhasil meraih status Platinum di Eropa dan 4 kali Platinum di Asia. Prestasi tak hanya berhenti di situ saja, salah satu hits dalam album tersebut yang berjudul Saviour terpilih sebagai soundtrack dalam film box office, The Transporter 2.
Anggun menggelar konser tunggalnya di Indonesia bertempat di Jakarta Convention Center, pada 25 Mei 2006. Konser tersebut dihelat secara besar-besaran, sebanyak 5000 lembar tiket yang disediakan habis terjual. Atas pencapaian tersebut Kompas menyebutnya sebagai salah satu konser terspektakuler sepanjang tahun. Anggun kemudian menerima penghargaan khusus dari Anugerah Musik Indonesia sebagai Artis Internasional Terbaik. Anugerah khas itu diberikan atas keberhasilannya mengukir nama di luar negeri dan menaikkan nama industri musik Indonesia di mata internasional.
Menutup tahun 2006, Anggun merilis kompilasi terbaik berjudul Best Of. Album ini menampilkan hits Anggun selama karier internasionalnya, ditambah tiga lagu lawas Anggun: Mimpi, Bayang-Bayang Ilusi dan Takut, yang dinyanyikan ulang dengan iringan Andy Ayunir dan Orkestra Saunine.
Pada tahun 2007, Anggun terlibat dalam penggarapan film dokumenter berjudul Un Jour Sur Terre atau Earth. Anggun bertindak sebagai narator dan merilis singel soundtrack dari film tersebut. Di tahun 2007 pula, ia melepas status jandanya dengan menikah untuk ketiga kalinya dengan Cyril Montana, seorang penulis berkebangsaan Perancis. Tak lama setelah pernikahan mereka, tepatnya 8 November 2007, pasangan itu dikaruniai seorang bayi cantik yang diberi nama Kirana Cipta Montana Sasmi.
Di akhir tahun 2008, Anggun merilis album keempatnya bertajuk Elevation. Di album ini, Anggun mengubah total aliran musiknya dengan memasukkan jenis musik hip hop dan urban. Di Indonesia, sebelum dirilis resmi pada 1 Desember 2009, album ini bahkan telah mendapat penghargaan Double Platinum.
Singel pertama dari album ini yaitu Si tu l’avoues untuk pasaran Perancis, Crazy untuk pasaran internasional, serta Jadi Milikmu untuk pasaran Indonesia. Pada tahun 2009, Anggun menggelar konser di 4 kota di Indonesia bertajuk Crazy Phenomenal. Dalam pegelaran ini, Anggun menggandeng sejumlah penyanyi populer Indonesia, di antaranya Bunga Citra Lestari, Dewi Sandra, Pinkan Mambo, dan Glenn Fredly.
Di balik kehidupannya sebagai selebriti yang lekat dengan kesan glamor, Anggun adalah sosok yang sangat peduli pada masalah sosial. Sejak karier internasionalnya, Anggun telah terlibat dalam banyak proyek album amal. Ia juga telah banyak mengadakan konser-konser amal bersama para musisi di Eropa, sebut saja Konser Melawan AIDS di tahun 2006 di Monako dan Konser Melawan Malaria di Swiss yang didukung beberapa musisi dari 5 benua. Ia pun tak ketinggalan untuk ikut ambil bagian membantu rehabilitasi pasca tsunami menerjang Aceh di akhir tahun 2004. e-ti | muli, red