Ikut Memajukan Perfilman Indonesia

Riri Riza
 
0
256
Riri Riza
Riri Riza | Tokoh.ID

[SELEBRITI] Kuldesak menjadi film pertama yang menandai debutnya sebagai produser, penulis naskah dan sutradara film layar lebar. Bersama Mira Lesmana, ia menggarap sejumlah film sukses seperti Petualangan Sherina, Gie, Ada Apa dengan Cinta, serta film yang diadaptasi dari novel karya Andrea Hirata, Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Boleh dibilang, ia termasuk salah satu sosok yang ikut memberi ruh baru pada dunia perfilman Tanah Air.

Saat menempuh pendidikan di SMU Lab School Jakarta, Riri Riza sebenarnya lebih dikenal sebagai anak band. Hobi bermusiknya itu telah ia tekuni saat masih duduk di bangku SMP. Tak heran jika kemudian setelah tamat SMA, ia ingin mendalami dunia musik dengan melanjutkan studinya ke Jurusan Musik Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Tapi entah kenapa, hasratnya pada musik seketika kandas begitu tahu di IKJ ada jurusan film.

Ketertarikan Riri terhadap dunia film bukan tanpa alasan. Sejak kecil, ia sudah akrab dengan segala sesuatu yang berbau film. Ayahnya, seorang pejabat di Departemen Penerangan di era Orde Baru, sering mengajaknya ke pelosok-pelosok daerah untuk memutar film pembangunan. Menurut pria kelahiran Makassar 2 Oktober 1970 ini, petualangannya kala itu menjadi hiburan tersendiri di masa kanak-kanaknya.

Pilihan Riri rupanya tidak meleset. Berkat keseriusannya dalam belajar, ia tercatat sebagai mahasiswa paling menonjol di kampusnya. Pria berambut keriting ini juga menjadi lulusan terbaik IKJ untuk angkatannya. Kreativitas Riri bahkan langsung terlihat tidak lama setelah ia merampungkan kuliahnya di IKJ. Film perdananya yang bertajuk Sonata Kampung Bata berhasil memenangkan sebuah penghargaan dalam Festival Film di Jerman. Atas prestasinya itu, ia mendapat undangan untuk bertandang ke Jerman.

Pengalaman menginjakkan kaki di salah satu negara di benua Eropa itu menjadi pengalaman pertamanya ke luar negeri. Kala itu, kebahagiaan bukan hanya milik Riri tapi juga sang ayah, bahkan saking senangnya, ia sampai ikut membantu membuatkan paspor dan visa. “Pokoknya, waktu itu suasananya dramatis sekali. Bayangkan, ayah saya belum pernah membawa saya ke luar negeri, tiba-tiba saya diundang ke Jerman,” kenang Riri seperti dikutip situs pdat.co.id.

Setelah pulang dari Jerman, semangat Riri untuk menyelami dunia sinematografi kian tak terbendung. Ia mulai terlibat dalam pembuatan sejumlah film, baik film pendek, film dokumenter, film televisi, sinetron, video klip, iklan layanan masyarakat ataupun film layar lebar.

Kuldesak menjadi film pertama yang menandai debut profesional seorang Riri Riza sebagai produser dan sutradara film layar lebar. Film yang mulai diproduksi pada 1996 dan dirilis dua tahun berikutnya itu adalah hasil kerja barengnya dengan tiga sineas muda lainnya, yakni Mira Lesmana, Nan T Achnas, dan Rizal Mantovani sebagai penulis naskah skenarionya.

Setelah pulang dari Jerman, semangat Riri untuk menyelami dunia sinematografi kian tak terbendung. Ia mulai terlibat dalam pembuatan sejumlah film, baik film pendek, film dokumenter, film televisi, sinetron, video klip, iklan layanan masyarakat ataupun film layar lebar.

Selain itu, Riri Riza juga pernah terlibat dalam produksi film Internasional berjudul Victory. Pada film garapan sutradara Inggris, Mark Peploe itu, ia bertindak sebagai asisten sutradara.

Sedangkan untuk film dokumenter hasil penyutradaraannya adalah serial Anak Seribu Pulau dengan judul Siulan Bambu Toraja dan Kupu-Kupu di Atas Batikku. Kemudian disusul sebuah film televisi (FTV) berjudul Buku Catatanku yang khusus diputar di RCTI untuk memperingati Hari Anak-anak Internasional 1997, yang mengantarkannya bersama Mira Lesmana memperoleh nominasi Festival Sinetron Indonesia 1998 untuk Penulisan Cerita Terbaik.

Sejak awal karirnya, ia memang kerap berkolaborasi dengan kakak kandung musisi Jazz Indra Lesmana itu. Selain Kuldesak, film layar lebar lain yang pernah digarapnya bersama Mira adalah Petualangan Sherina, Eliana, Eliana, Gie, Untuk Rena, Ada Apa dengan Cinta, Rumah ke Tujuh, 3 Hari untuk Selamanya, serta film yang diadaptasi dari novel karya Andrea Hirata, Laskar Pelangi. Dalam film Laskar Pelangi, Riri memilih menggunakan tokoh-tokoh utama dengan mengambil langsung di daerah aslinya, Belitong. Terbukti, film yang menjadi salah satu film terlaris sepanjang tahun 2008 itu, sukses menyabet sejumlah penghargaan internasional.

Advertisement

Hebatnya lagi, di antara film-film itu, suami dari Wilita Putrinda ini juga sempat bertindak sebagai sutradara, penulis skenario, dan produser. Meski begitu, ia lebih tertarik untuk berkonsentrasi di bidang penulisan skenario. Itu pula yang didalaminya ketika ia mendapat beasiswa untuk kuliah program master di Inggris. Kutu buku dan penggemar berat nonton film ini mengambil bidang penulisan skenario film di Royal Holloway University, London, pada 2001.

Yang jelas, dunia film kini telah menjadi pilihan hidupnya. Bagi Riri, dunia film bukan cuma sekadar sarana mencari sesuap nasi, tapi alat perjuangan. Lewat film, pria berkacamata minus ini ingin mengangkat persoalan hidup yang berkembang di masyarakat sehingga membukakan mata hati mereka.

Selain itu, menurut Riza, film mempunyai tanggung jawab untuk kemanusiaan. “Film sesungguhnya punya tanggung jawab dan dapat berperan penting untuk kemajuan kemanusiaan,” kata ayah Liam Amadeo Riza ini dalam sebuah acara. Film juga tak hanya sebagai saran hiburan tapi juga dapat menyuguhkan sesuatu yang dapat menyentuh serta memberi pandangan dan pemikiran baru.

Sebagai pelaku di dunia perfilman, Riri Riza memiliki obsesi terpendam yang suatu saat dapat menjadi kenyataan yakni membuka sekolah penulisan skenario film. eti | muli, red

Data Singkat
Riri Riza, Produser, sutradara, penulis naskah / Ikut Memajukan Perfilman Indonesia | Selebriti | sutradara, produser, penulis naskah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini