
[WIKI-TOKOH] Hidup Wawan Purwana identik dengan korban bencana. Setiap kali bencana datang, Wawan, instruktur Badan Search and Rescue Nasional atau Basarnas sejak tahun 1982 ini, hadir di tempat kejadian untuk membantu korban. ROBERT ADHI KSP.
Wawan yang juga Ketua Gadamusa Discovery ini bersama 110 anggotanya sejak hari pertama bencana Situ Gintung turut membantu pencarian korban dan kendaraan yang hanyut di Kali Pesanggrahan. Gadamusa singkatan dari Gabungan Pemuda Untukmu Bangsa, sedangkan Discovery singkatan dari Disaster Rescue and Recovery Activity.
“Kami memfokuskan diri pada pencarian dalam air karena sudah banyak tim relawan yang membantu di darat,” kata Wawan saat ditemui di lokasi bencana Situ Gintung, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (1/4/2009).
Wawan tak mau tanggung-tanggung. Dia membawa serta tim arung jeram yang anggotanya adalah para juara arung jeram nasional. Dengan kedalaman sekitar 3 meter, medan Kali Pesanggrahan cukup berbahaya. Dia memperkirakan masih ada jenazah yang terjebak di bawah pohon tumbang di dasar sungai dan menyangkut di lubuk yang tertutup tumpukan lumpur.
Sejak bencana terjadi, setiap hari tim yang diketuainya itu melakukan pencarian korban. Mereka menyusuri Kali Pesanggrahan sejauh sekitar 10 kilometer hingga ke kawasan Cipulir, Jakarta Selatan.
Dibekali tujuh perahu yang biasa digunakan untuk arung jeram, tim Gadamusa bersama tim Ranita Mapala Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menemukan jenazah dan kendaraan yang tenggelam di dasar Kali Pesanggrahan.
Berawal dari Menwa
Sejak masih kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung, Wawan sudah bergiat dan bergabung dengan Resimen Mahasiswa (Menwa).
“Waktu itu saya dan teman-teman bercanda, kelak bila sudah menjadi manajer atau direktur, kami harus bisa menyelamatkan diri kalau terjadi apa-apa. Karena itulah kami ikut Menwa,” cerita Wawan.
Selain aktif di Menwa untuk melatih disiplin dan keterampilan penyelamatan, dia juga seorang pencinta alam. Tahun 1983 dia bergabung dengan Wanadri, kelompok pencinta alam di Bandung. Menyusuri sungai, mendaki gunung, dan menapaki lembah menjadi “makanan” sehari-harinya.
“Alam adalah sahabat saya sejak dulu. Saat berada di tengah laut dan di puncak gunung, saya dapat merasakan keagungan-Nya, merasakan betapa besar ciptaan-Nya,” ungkap pemegang sertifikat SAR Mission Coordinat (SMC), sertifikat tertinggi dalam bidang SAR. SMC merupakan syarat yang harus dimiliki seorang koordinator lapangan tim SAR.
Sejak muda, Wawan aktif mengikuti pelatihan dan pendidikan selam di Komando Pasukan Katak TNI AL. Dia juga belajar combat pararescue di Kopasgat (kini Paskhas) TNI AU. Sedangkan arung jeram ditekuninya secara otodidak.
Maka tak heran, kalau sejak 1982 dia lalu menjadi instruktur Badan SAR Nasional. Wawan juga menjadi pelatih combat pararescue bagi para siswa Akademi Kepolisian (Akpol), Kopassus, Paskhas, Brimob Polri, juga berbagai kelompok pencinta alam dari beberapa perguruan tinggi.
“Tetapi, yang membuat saya selalu bersemangat untuk terjun dalam bidang ini adalah dukungan dari teman-teman. Sahabat-sahabat militer dan kepolisian, misalnya, mengizinkan saya menggunakan barak untuk para peserta latihan dengan hanya membayar uang cuci seprai,” ungkapnya.
Masalah transportasi pun relatif tak menjadi masalah baginya. Jaringan pertemanan pula yang membantu Wawan. Ia bercerita, untuk mengangkut peserta latihan SAR di Jakarta, misalnya, dia menelepon seorang teman di kepolisian guna meminjam truk.
“Teman polisi itu bertanya, untuk digunakan di mana truk itu, ketika saya bilang di Jakarta, dia malah menyarankan agar saya tidak menggunakan truk, tetapi bus saja. Jadilah saya dipinjami bus,” lanjutnya.
Berbagai pelatihan
Bersama teman-temannya dari Wanadri, Mapala, dan kelompok pencinta alam lain, Wawan mendirikan Gadamusa Discovery sebagai kelanjutan dari Yayasan Kapinis yang bergerak di bidang pelatihan SAR sejak tahun 1995.
“Kami didukung Kang Iwan Abdulrahman (pencinta alam, pencipta lagu, dan penyanyi) yang menjadi penasihat Gadamusa Discovery,” katanya.
Dalam setahun Gadamusa Discovery mendapat 20-30 kali permintaan untuk mengadakan berbagai jenis pelatihan, mulai dari menyelam sampai arung jeram.
Anggota Gadamusa Discovery adalah para penyelam profesional sampai juara arung jeram nasional.
Kata Wawan, kelompoknya itu relatif tidak komersial sebab mereka pun ingin menggiatkan masyarakat agar mencintai kegiatan alam. Ia mencontohkan kegiatan arung jeram.
“Kalau ada mahasiswa yang ingin latihan arung jeram tetapi tak punya cukup dana, mereka tetap bisa menyewa perahu kami dengan uang yang ada. Kalau biaya pelatihannya saja tak terjangkau, bagaimana mereka bisa terampil?” katanya.
Tak hanya jago di tingkat nasional, di arena internasional pun tim arung jeram pimpinan Wawan tampil memukau. Tahun 1997 misalnya, tim arung jeramnya mewakili Indonesia dan berhasil masuk peringkat ke-12 dunia. Pada 2008 dalam Kejuaraan Dunia Arung Jeram di Nagaragawa, Gifu, Jepang, tim arung jeram Indonesia berada di peringkat kedua dan ketiga setelah Jepang.
Wawan berharap semakin banyak kaum muda Indonesia yang mencintai arung jeram.
“Di Jawa Barat, sedikitnya ada 20 sungai yang cocok untuk berlatih arung jeram,” katanya, seperti Cimandiri di Sukabumi, Ciliwung dan Cisadane di Bogor, Cisokam di Cianjur, Citanduy dan Ciwulan di Tasikmalaya, Cimanuk dan Cikandang di Garut, serta Cipunagara, Subang.
Banyak sahabat
Sebagian orang heran dengan aktivitas Wawan yang tak kenal lelah. Namun, ia justru merasa bahagia karena dari kegiatannya itu ia punya banyak sahabat.
“Beberapa teman di Unpad sudah menjadi direktur. Kalau saya datang ke Jakarta, saya telepon mereka. Biasanya mereka meminta saya untuk menginap di hotel ha-ha,”cerita pria yang tinggal di Bandung ini.
Dari melatih di berbagai tempat, Wawan bisa memiliki tiga rumah yang semuanya dikontrakkan. Ia juga punya 20 perahu arung jeram yang disewakan. “Bagi saya, semua ini sudah cukup membahagiakan.”
Lalu lanjutnya, “Kebahagiaan tak bisa diukur dengan materi. Saya bahagia jika berhasil mendidik orang bisa terampil dalam SAR. Pada setiap bencana, seperti Situ Gintung ini, keterampilan dan keahlian SAR sangat dibutuhkan.”
Untuk semua kegiatan itu, Wawan bisa berhari-hari meninggalkan rumah, tetapi keluarganya bisa menerima kondisi ini.
“Istri dan anak-anak sudah memahami kegiatan saya. Jika ditinggal berhari-hari seperti sekarang (membantu korban bencana Situ Gintung), tak masalah. Ini memang dunia saya. Anak-anak sejak usia tiga tahun pun sudah saya perkenalkan dengan alam, saya ajak berarung jeram,” kata Wawan. e-ti
Sumber: Kompas, Jumat, 3 April 2009 “Wawan Purwana, demi Korban Bencana”