Memotivasi Kemandirian Si Miskin
Habib Ali Al Habsyi
[WIKI-TOKOH] Memotivasi masyarakat miskin untuk mandiri jauh lebih penting dan efektif ketimbang berbagai program pengentasan dari pemerintah yang tidak kunjung menciptakan masyarakat sejahtera.
DI sepanjang jalan desa dari kediamannya yang sederhana di Jalan Pendidikan V, Sei Paring, Martapura, Kabupaten Banjar (45 km dari Banjarmasin), menuju kantor lembaga keuangan (BMT) di Sekumpul, Martapura, Habib Ali Al Habsyi terpaksa berhenti beberapa kali. Warga tidak hanya menyapa, tetapi juga datang menghampiri sekadar untuk bersalaman hingga minta didoakan hajatnya.
Bagi masyarakat Banjar yang dikenal religius, sosok habib begitu dihormati. Terlebih kawasan Sekumpul, Martapura, merupakan lokasi kelompokpengajian dan makam tuan guru ka-rismatik KH Zaini Gani yang terkenal hingga ke mancanegara.
“Assalamualaikum, habib, apa kabar? Tolong doakan usaha saya agar lancar ya,” ucap seorang ibu penjual nasi kuning di pinggir jalan. “Amin,” kata Habib Ali yang kemudian berhenti dan berbincang-bincang dengan sejumlah warga. Setiap hari, peraih Maarif Award 2010 itu memang berjalan kaki atau membonceng karyawannya yang menjemput ke rumah. Penampilannya juga sederhana dan ramah sehingga warga sekitar tidak segan bergaul dengannya. Berbeda dengan para habib yang kerap mengenakan pakaian gamis dan sorban, Habib Ali justru gemarmenggunakan batik dan sasirangan (batik khas Banjar).
Permodalan untuk si miskin Sejak remaja, Habib Ali sudah berkecimpung di berbagai organisasi kemasyarakatan bersifat sosial. Di antaranya Lembaga Wahana Indonesia Muda (Lewim) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel.
Pengalamannya dalam organisasi sosial kemasyarakatan ini memunculkan sebuah motivasi bagaimana mengubah nasib masyarakat di Kalsel yang sebagian besar hidup dalam kemiskinan. “Saya ingin membuat sebuah gerakan dan mudah-mudahan dapat menggugah kepedulian generasi lainnya untuk menciptakan kesejahteraan bagi semua masyarakat,” tutur lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mang-kurat, Banjarmasin, ini.
Menurutnya, sebagian besar warga di Kalimantan Selatan (Kalsel) dan daerah-daerah lain di Tanah Air masih hidup dalam kemiskinan. Di Kalsel, angka kemiskinan mencapai sepertiga dari jumlah penduduk 3,5 juta jiwa. Tingkat indeks pembangunan manusia (IPM) Kalsel juga buruk, berada di posisi 26 dari 33 provinsi.
“Padahal, Kalsel merupakan daerah kaya sumber daya alam, tetapi angka kemiskinan masih cukup tinggi. Ketiadaan modal membuat warga sulit untuk bangkit dan terpaksa menjalani hidup dalam keterpurukan terus-menerus,” katanya.
Sementara itu, program pengentasan kemiskinan yang digulirkan pemerintah sejauh ini tidak mampumenyentuh dan mengubah kehidupan warga miskin menjadi sejahtera. Demikian juga dengan keberadaan lembaga keuangan perbankan, justru menempatkan kaum marginal sulit untuk mengakses permodalan.
Becermin dari nasib sulit kaum marginal tersebut, Habib Ali mendirikan sebuah lembaga keuangan syariah nonprofit untuk membantu masalah permodalan usaha warga miskin, yaitu BPR Syariah Berkah Gemadana di Banjarmasin pada 1991.
Pendirian lembaga keuangan simpan pinjam itu tidaklah mudah karena kentalnya sikap apatis dan rendahnya budaya menabung di kalangan warga miskin. Tidak jarang kepercayaan dengan memberikan pinjaman permodalan disalahgunakan dan berujung pada kredit macet. Namun, berkat upaya sosialisasi yang tidak kenal telah, akhirnya lembaga keuangan syariah ini dapat berkembang.
Kini ada sejumlah lembaga keuangan (BMT) yang didirikan Habib Ali, di antaranya BMT Kharul Amin dan BMT Ahsanu Amala Sekumpul di Martapura, BMT Istikomah, Gambut dan BMT Annur Pasar Cempaka di Banjarmasin, serta BMT Alfa Salam di Landasan Ulin, Kota Banjarbaru dengan jumlah anggota mencapai 8.000 orang.
Aset sejumlah lembaga keuangan yang didirikannya ini mencapai miliaran rupiah. Adapun pinjaman berbasis syariah yang dikucurkan ke masyarakat mulai dari Rp500 ribu hingga Rp300 Juta. Diakui Habib Ali, keberadaan BMT yang didirikannyabelum dapat berbuat banyak membantu upaya pengentasan kemiskinan. Tetapi tujuan utama dari gerakan ini adalah menyadarkan masyarakat terutama kaum miskin tentang pentingnya menabung dan berusaha.
“Karena Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya,” sebut Habib Ali menggambarkan pentingnya sebuah tekad untuk berubah.
Dakwah jalanan
Selama tiga tahun terakhir, Habib Ali mempunyai kesibukan Iain yaitu dakwah untuk anak-anak jalan dan remaja yang dipusatkan di lapangan Murjani, Banjarbaru. Sebab, menurutnya, modernisasi dan era globalisasi seperti sekarang ini menggiring anak dan remaja terjerumus dalam kemerosotan moral dan akhlak.
Dakwah jalanan ini, dikemukakan Habib Ali, lebih banyak bersifat berbagi, mendengar unek-unek dan masalah remaja. “Tema yang kita angkat merupakan masalah remaja saat ini, seperti tentang video porno, bagaimana kita mengarahkan kaum remaja agar tidak terjerumus,” ucapnya, lalu tersenyum.
Kegiatan lain yang banyak menyita waktunya ialah dakwah ke daerah pedalaman bersama teman-teman aktivis lingkungan Walhi. Padatnya kegiatan sosial sang habib membuat dirinya hingga kini tidak berani untuk menikah meski usianya sudah hampir separuh abad. (M-4) e-ti
Sumber: Media Indonesia, Kamis, 17 Juni 2010 | Penulis: Denny Sutanto