
VISI BERITA (Pendidikan dan Amanat Konstitusi, 20 September 2007) – Pendidikan berkualitas adalah syarat utama untuk meningkatkan kemakmuran dan daya saing sebuah bangsa. Rendahnya kualitas pendidikan akan berakibat tertinggalnya suatu bangsa dibanding bangsa-bangsa lain. Rendahnya kualitas pendidikan suatu bangsa juga akan menyebabkan bangsa tersebut sering kali diremehkan bangsa lain.
Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 46 | Basic HTML
Sementara untuk memperoleh pendidikan berkualitas, tentu dibutuhkan biaya yang besar. Sangat sulit mengharapkan adanya pendidikan bermutu tanpa biaya yang relatif besar. Dalam hal ini, sesungguhnya bangsa dan negara ini sudah menyadari bahwa pendidikan bermutu tersebut membutuhkan biaya besar. Sehingga dalam Pasal 31 UUD 1945 Ayat (4) dan Pasal 49 Ayat (1) UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah diamanatkan (mewajibkan) pemerintah untuk mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN dan APBD, di luar gaji guru dan pendidikan kedinasan.
Konstitusi ini mengamanatkan bahwa biaya besar pendidikan berkualitas itu adalah kewajiban negara (pemerintah) untuk memenuhinya. Konstitusi juga mengamanatkan bahwa adalah hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan (bermutu). Bermakna, bahwa sesungguhnya adalah kewajiban negara (pemerintah) untuk menyediakan biaya pendidikan bagi rakyatnya, terutama rakyat yang kurang mampu.
Dalam konteks ini, pemerintah memang sudah melakukan berbagai upaya. Antara lain berniat menyelenggarakan wajib belajar sembilan tahun dan mulai mengampanyekan pendidikan gratis bagi rakyat. Tapi kehendak baik ini, belum terimplementasikan dengan baik dan benar. Wajib belajar sembilan tahun belum sepenuhnya didukung infrastruktur yang memadai. Begitu pula pendidikan bebas biaya (gratis) belum dilakukan dengan benar. Tampaknya pendidikan gratis itu masih salah kaprah. Seolah-olah pendidikan bebas biaya (gratis) itu dimaknai sebagai pendidikan murah, atau tanpa biaya.
Sebagian rakyat kecil memang sudah memperoleh pendidikan bebas biaya (gratis), tapi masih terbatas pada pendidikan tanpa memperhatikan mutu. Dalam hal ini, pemerintah (Depdiknas) tampaknya menjadi sebuah ironi jika masih kehilangan orientasi. Jika keadaan ini terus dilanjutkan (dibiarkan), pastilah rakyat yang memperoleh pendidikan bebas biaya (gratis) itu akan tetap terpinggirkan, tidak punya daya saing memadai.
Kurang tercerahkannya orientasi pemerintah terhadap pendidikan bermutu yang bebas biaya khususnya kepada rakyat tidak mampu, tercermin dalam RAPBN 2008 yang hanya mengalokasikan anggaran pendidikan 10,9 persen. Turun dari APBN 2007 yang sudah mencapai 11,3 persen. Bandingkan dengan anggaran pendidikan di negara ASEAN lainnya, Malaysia sudah 23 persen dari anggaran tahunannya, Singapura 19 persen, Thailand 22 persen, dan Filipina 20 persen.
Karena itu jangan kaget apabila mengetahui fakta yang lebih buruk lagi. Hasil penelitian yang dilansir oleh PERC (The Political and Economics Risk Consultancy), sebuah lembaga konsultan berbasis di Singapura pada September 2001 lalu menunjukkan, kualitas sistem pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-12 dari 12 negara Asia yang diteliti.
Sebuah ironi, juga terungkap bahwa Depdiknas sendiri tampaknya tidak siap untuk menampung alokasi anggaran yang lebih besar. Departemen yang gedung perkantorannya terlihat mewah hingga lebih mirip pusat perbelanjaan atau mall, seperti dilontarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla, terbukti tak mampu menyerap dana triliunan rupiah yang sudah disiapkan. Wakil Ketua Komisi X DPR Prof. Anwar Arifin mengungkapkan, tahun 2007 dari total pagu anggaran Rp 44 triliun, yang tak terserap mencapai Rp 4 triliun. Bahkan terdapat ratusan miliar rupiah dana untuk tunjangan sertifikasi guru terpaksa hangus, sehingga harus direalokasikan kembali ke tahun anggaran berikutnya. Hal ini menunjukkan ketidakjelasan grand design atau cetak biru pendidikan nasional.
Barangkali orientasi pendidikan bebas biaya yang seolah dipahami sebagai pendidikan berbiaya murah, ikut memengaruhi pemerintah (Depdiknas) dalam memaknai pengalokasian anggaran pendidikan. Terlihat dari kebijakan Depdiknas yang hanya mengalokasikan biaya pendidikan sebesar Rp 235 ribu per siswa per tahun untuk jenjang SD dan sederajat.
Padahal menurut penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW), sebagaimana diutarakan oleh Ade Irawan, Manajer Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW kepada Berita Indonesia, biaya yang harus dikeluarkan orang tua siswa yang terkait langsung dengan kegiatan belajar-mengajar di 10 daerah yang diteliti rata-rata mencapai Rp 1,5 jutaan. Itu berarti, dana bantuan operasional sekolah yang sebesar Rp 235 ribu per siswa per tahun itu amat kecil.
Untuk menyikapi hal ini, kita menyarankan agar pemerintah lebih membuka diri, mempertajam visi, dan memperluas jangkauan mengajak dan mendayagunakan semua potensi lembaga pendidikan di negeri ini. Dalam hal ini, pemerintah perlu memberi pemahaman luas bahwa pendidikan bebas biaya (gratis) bukan berarti pendidikan murah atau tanpa biaya. Melainkan pendidikan membutuhkan biaya besar. Namun, untuk memberi kesempatan memperoleh pendidikan kepada seluruh lapisan masyarakat, terutama rakyat miskin, pemerintah (negara) menanggung biaya besar tersebut.
Jadi, rakyat miskin harus juga diberi kesempatan memperoleh pendidikan berkualitas dengan biaya besar yang ditanggung oleh pemerintah. Pemerintah sebaiknya membiayai mereka untuk bersekolah di sekolah-sekolah bermutu, baik sekolah negeri maupun swasta. Dalam hal ini, pemerintah juga harus mendorong dan mendukung pihak swasta yang mengelola pendidikan bermutu, yang sudah barang tentu (mau tidak mau, mesti) berbiaya relatif besar. Untuk itulah, antara lain, diperlukan anggaran pemerintah yang besar untuk pendidikan. (red/BeritaIndonesia)
Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 46
Dari Redaksi
- Dari Redaksi – Hal. 4
Visi Berita
- Pendidikan dan Amanat Konstitusi – Hal. 5
Surat Pembaca
- Surat Pembaca – Hal. 6
Berita Terdepan
- Menggugat Arogansi Pemerintah – Hal. 8
Highlight/Karikatur Berita
- Highlight/Karikatur Berita – Hal. 9
Berita Utama
- Anggaran Pendidikan 2008: Ironi, Jika Diknas Kehilangan Orientasi – Hal. 14
- Pemerintah Belum Penuhi Konstitusi – Hal. 18
- Ketika Masyarakat Bayar Sendiri – Hal. 20
- Potret Buram Dunia Pendidikan, Terpaksa Sekolah di Bawah Pohon – Hal. 22
- Pendidikan Bagus Tak Ada yang Gratis – Hal. 23
- Koalisi Pendidikan Soal Komersialisasi Pendidikan – Hal. 24
- Wawancara Wakil Ketua Komisi X DPR Prof Dr. Anwar Arifin: “Kami Ini Melanggar Undang-Undang Dasar” – Hal. 25
Berita Khas
- Industri Pulp dan Kertas Belum Mandiri – Hal. 28
Berita Pendidikan
- Skema Baru Untuk Beasiswa – Hal. 30
Berita Nasional
- Kerja Sebentar, Pensiun Seumur Hidup – Hal. 31
Berita Politik
- PAN Ingin Prorakyat – Hal. 32
Berita Ekonomi
- Konversi Minyak Tanah Tetap Berlanjut – Hal. 33
Lentera
Berita Hukum
- Brankas yang Dipertanyakan – Hal. 42
- Dua Aksi Pemberantas Korupsi – Hal. 43
Berita Tokoh
- Mardiyanto – Hal. 44
- Effendi Gozali – Hal. 44
- Akbar Tandjung – Hal. 45
- Iskandar Alisjahbana – Hal. 45
Berita Daerah
- Lokakarya Nasional di KRI Makassar – Hal. 46
- Kukar Sehat 2008 – Hal. 46
Lintas Tajuk
- Sekelumit Maaf dari Negeri Jiran – Hal. 47
Berita Media
- Bangkitnya Komik Indonesia – Hal. 48
Berita Mancanegara
- Belajar dari Turki – Hal. 51
Berita Kesehatan
- Harapan Baru Bagi Kaum Perempuan – Hal. 52
Berita Profil
- Mayjen TNI (Mar) Nono Sampono S.Pi – Hal. 54
Berita Iptek
- Sepuluh Software Windows Mobile Terbaik – Hal. 56
Berita Hiburan
Berita Buku
- Legenda Kehebatan Pola Pikir – Hal. 59
Berita Feature
Berita Lingkungan
- Melelang Jati ke Negeri Big Ben – Hal. 61
Berita Budaya
- Mengawal Karya Leluhur – Hal. 62
- Mengajak Tertawa dan Menyemangati Pembaca – Hal. 63
Masjid Mutiara Tanah Jawa
- Masjid Mutiara Tanah Jawa – Hal. 64
Berita Perempuan
Lintas Media
- Memasuki Masa Pensiun yang Berkualitas – Hal. 66