Teroris Bukan Pahlawan

 
0
22
Majalah Berita Indonesia Edisi 42
Majalah Berita Indonesia Edisi 42 - Teroris Bukan Pahlawan

VISI BERITA (Teroris Bukan Pahlawan, 19 Juli 2007) – Terorisme bukan jihad! Teroris bukan pahlawan! Dua kalimat ini perlu dikedepankan untuk meluruskan makna jihad dan pahlawan yang sering disalahartikan oleh teroris untuk menghalalkan perbuatan mereka. Penegasan makna ini juga relevan dalam upaya pemberantasan (atau setidaknya meminimalisasi) tindakan teroris.

Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 42 | Basic HTML

Prestasi Polri dalam menangkap beberapa orang yang diduga kuat terlibat jaringan teroris patut dihargai. Dari segi keamanan, aparat sudah sangat berhasil. Keberhasilan ini bahkan telah diakui dunia. Namun, penanganan teroris sebaiknya dilakukan secara terpadu: selain pendekatan keamanan oleh aparat, perlu juga pendekatan persuasif yang mencerdaskan dari ulama, budayawan, cendekiawan, dan pers.

Dengan demikian, penanganan teroris akan lebih bermakna, tidak hanya memberantas teroris tetapi juga mencerdaskan kehidupan beragama, bermasyarakat, dan berbangsa.

Pada kesempatan ini, kita bisa meminjam judul dan makna buku karya A. Syafii Ma’arif yang diterbitkan Center for Moderate Muslim (2005): Meluruskan Makna Jihad, Cerdas Beragama, Ikhlas Beramal. Buku ini mencerdaskan kita bahwa jalan radikal sama dengan hara-kiri, perbuatan yang hanya dilakukan oleh mereka yang tidak berani hidup secara bermakna.

Syafii Ma’arif mendorong pembacanya untuk mengkaji ulang makna jihad dan mempraktikkannya secara proporsional sesuai tuntutan zaman. Dalam konteks modern, jihad bukan lagi angkat senjata yang menyebabkan korban tak berdosa, tetapi tindakan yang arif dan toleran dalam menghadapi tantangan kemanusiaan.

Hal serupa diungkapkan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang mengingatkan agar istilah jihad tidak digunakan sembarangan. Menurut Gus Dur, jihad tidak bisa dikaitkan dengan terorisme. Islam tidak mengajarkan kekerasan. Sebaliknya, agama harus bisa memahami, mencerdaskan, dan mengembangkan manusia menuju kebaikan. Tindakan kekerasan atas nama jihad justru merusak Islam. Pemaknaan jihad yang identik dengan kekerasan berpotensi merusak citra Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.

Semangat jihad harus dimaknai secara cerdas untuk memperluas cakrawala berpikir dan bertindak dalam upaya menyelesaikan problematika umat di era modern, baik dalam pergaulan sebangsa maupun antarbangsa.

Bukankah dunia modern yang kompleks dan kompetitif menuntut kita bangkit dari ketertinggalan secara cerdas? Kekerasan bukan cara yang cerdas dan bermartabat untuk menyelesaikan problematika hidup. Jihad sebagai pengamalan agama harus dimaknai sebagai perjuangan melawan kebodohan, kemiskinan, dan ketidakberdayaan dengan sikap cerdas, ikhlas, toleran, dan damai. Hanya mereka yang menempuh jalan ini yang layak disebut pahlawan.

Dalam pergaulan global, setiap orang perlu memiliki kemampuan bergaul dan sabar menghadapi siapa pun. Maka, pengasuhan sikap dan budaya toleransi serta perdamaian harus terus-menerus dilakukan, seperti yang dianut Al-Zaytun dalam proses belajar-mengajarnya. Dengan sikap dan budaya ini, kita akan mampu bergaul dan menghadapi orang lain dengan martabat, harga diri, dan kejayaan sebagai umat beragama dan bangsa. (red/BeritaIndonesia)

Advertisement

Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 42

Dari Redaksi

Surat Komentar

Highlight / Karikatur Berita

Berita Terdepan

Visi Berita

Berita Utama

Lintas Tajuk

Berita Khas

Berita Nasional

Lentera

Berita Tokoh

Berita Hankam

Berita Hukum

Berita Politik

Berita Daerah

Berita Ekonomi

Berita Mancanegara

Berita Iptek

Berita Perempuan

Berita Kesehatan

Berita Lingkungan

Berita Olahraga

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini