Tenar dengan Suara Khas
Diana Nasution
[SELEBRITI] Diana Nasution terkenal sebagai artis yang memiliki suara yang khas, yakni tinggi melengking namun mendayu-dayu. Pada zamannya, ia sempat menguasai blantika musik Indonesia. Ia meninggal 4 Oktober 2013 di Jakarta.
Nama Diana Nasution tidak mungkin akan terlupakan dari sejarah perkembangan dunia tarik suara Indonesia. Dengan suaranya yang khas, vokalis yang di tahun 70 hingga 80-an masuk dalam jajaran penyanyi wanita papan atas ini, seakan membius telinga para penggemarnya.
Dalam dunia tarik suara, perempuan berdarah Batak yang lahir di Medan 6 April 1944 ini memulai karir bernyanyinya di tahun 70-an. Kala itu, ia berduet dengan sang kakak, Rita Nasution yang grupnya diberi nama Nasution Sisters. Duet kakak beradik itu terbilang cukup sukses di masa itu.
Setelah sukses dengan debutnya bersama sang kakak, Diana kemudian menggandeng musisi Melky Goeslaw sebagai rekan duetnya dalam ajang Festival Penyanyi Nasional di tahun 1977. Mereka kemudian membawakan lagu ‘Bila Cengkeh Berbunga’ dan ‘Malam yang Dingin’. Kedua lagu tersebut diciptakan oleh Minggus Tahitoe, seorang pencipta lagu ternama yang sekaligus merupakan suami Diana Nasution.
Sayangnya, dalam festival itu pasangan duet Diana dan Melky harus mengakui keunggulan penyanyi Hetty Koes Endang yang dinobatkan sebagai juara pertama, sementara duet Diana dan Melky harus puas menempati posisi runner-up. Tapi, mereka cukup terhibur karena salah satu lagu yang mereka bawakan, yakni Bila Cengkeh Berbunga tampil sebagai juara pertama, mengungguli lagu yang dibawakan Hetty Koes Endang, Damai Tapi Gersang ciptaan Ajie Bandi. Meski pada akhirnya, lagu Damai Tapi Gersang dipilih untuk mewakili Indonesia ke acara WPSF Tokyo 1977, dan berhasil menyabet penghargaan Most Outstanding Performance.
Selain berduet dengan penyanyi lain, nama Diana juga populer sebagai penyanyi solo. Lagu ciptaan pencipta lagu ternama, Rinto Harahap, seperti lagu ‘Jangan Biarkan’, ‘Ayah’ dan ‘Benci Tapi Rindu’ sukses dipopulerkan Diana.
Kesuksesan Diana di dunia tarik suara tak dapat dilepaskan dari peran sang suami, Minggus Tahitoe. Selain sebagai pasangan hidup, Minggus banyak mendukung karir istrinya itu, antara lain dengan mempercayakan lagu-lagu ciptaannya untuk dibawakan sang istri. Selain lagu Bila Cengkeh Berbunga dan Malam Yang Dingin, Minggus juga menciptakan lagu berjudul Pergi Untuk Kembali. Lagu lawas tersebut bahkan dibawakan kembali oleh putra mereka, Marcello Tahitoe atau yang akrab disapa Ello. Bakat musik Diana dan Minggus memang tampaknya diwarisi juga oleh Ello yang mengikuti jejak kedua orang tuanya.
Lagu-lagu yang pernah dibawakan Diana memang tak usang dimakan waktu. Buktinya, banyak musisi muda Tanah Air yang mengaransemen ulang lagu-lagu yang pernah dipopulerkan Diana. Selain Pergi Untuk Kembali yang sukses melambungkan nama Ello, lagu Ayah gubahan Rinto Harahap yang dikenal sebagai pencipta lagu melankolis, juga dibawakan ulang oleh grup band Peterpan.
Dalam perjalanan kariernya di dunia hiburan, selain berkiprah sebagai penyanyi, Diana juga pernah berkiprah dalam seni peran. Ia misalnya ikut berperan dalam film ‘Cintaku Tergadai’ yang dirilis pada tahun 1977. Ketika itu, ia bermain dengan Paul s. Murry.
Di balik kesuksesan-kesuksesan yang telah direngkuhnya, Diana dikenal selalu peduli kepada sesama. Dalam beberapa kesempatan, jika ada konser amal, ia selalu rajin berpartisipasi. Pada 10 Februari 2007 misalnya, ia bersama sang suami serta musisi berdarah Tapanuli lainnya terlibat dalam sebuah konser yang ditujukan untuk percepatan pembangunan di Tapanuli. Konser yang berjalan sukses tersebut memiliki tujuan untuk membebaskan masyarakat dari ketertinggalan dan kemiskinan.
Setelah lama tidak muncul di depan publik secara umum, di awal tahun 2010 Diana kembali ke panggung musik dengan menerima tawaran Titi DJ untuk berduet di lagu ‘Jangan Biarkan’ yang diambil dari album teranyar Titi. Album berjudul Titi To Diana itu merupakan sebuah album tribute Titi untuknya.
Sementara itu, Diana yang selama ini tampak tidak memiliki keluhan kesehatan, rupanya sejak Mei 2008 terus berjuang melawan kanker payudara stadium 3B yang dideritanya. Ia sudah menjalani pengobatan, seperti kemoterapi yang sempat membuat rambutnya rontok dan tubuhnya menjadi kurus. Namun kini, keadaannya sudah membaik. Sebagai rasa syukur dan terima kasihnya kepada Tuhan, ia belakangan semakin aktif mengisi hari-harinya dengan kegiatan-kegiatan keagamaan di gereja.
Diana Nasution menghembuskan nafasnya yang terakhir di Rumah Sakit Gading Pluit pada Jumat dini hari, 4 Oktober 2013 pukul 00.45 WIB. e-ti | muli, red