Syaykh Panji Gumilang: Bongkar Total Sistem Pendidikan Nasional

0
21
Syaykh Panji Gumilang
Syaykh Panji Gumilang memaparkan visi pendidikan yang mendobrak kemapanan dalam Pelatihan Pelaku Didik Jilid Kedua di Kampus Al-Zaytun, 8 Juni 2025
Lama Membaca: 2 menit

Al-Zaytun, Indramayu – Di tengah berbagai keraguan terhadap arah pendidikan nasional, Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang menawarkan gagasan yang tak sekadar segar, tapi juga menyentuh akar persoalan: pendidikan yang kehilangan orientasi nilai. Dalam pidatonya pada pelatihan pelaku didik jilid kedua, Syaykh Panji Gumilang tidak berbicara dengan retorika normatif, melainkan membentangkan peta jalan yang konkrit dan teruji: sistem pendidikan berasrama berbasis kurikulum L-STEAM menuju masyarakat Six Point Zero.

Penulis: Mangatur L. Paniroy, TokohIndonesia.com (Tokoh.ID)

Syaykh Panji Gumilang membuka pidatonya dengan pernyataan tanpa basa-basi: sistem pendidikan nasional perlu dibongkar total. “Adam benak!” serunya, mengutip istilah dalam bahasa Arab yang berarti bongkar semua lalu bangun kembali. Bagi Syaykh Panji Gumilang, pendidikan Indonesia saat ini masih bersifat tambal sulam dan gagal membentuk generasi yang utuh, cerdas secara intelektual, namun rapuh secara karakter dan moral. Ia menekankan, jika sistem yang ada tak sanggup menjawab tantangan zaman, maka yang dibutuhkan bukan perbaikan, tetapi pembaruan total.

Dalam narasinya, Syaykh Panji Gumilang menyinggung bagaimana dunia sedang bergerak cepat: dari industri 4.0 ke society 5.0, dan Indonesia tak boleh hanya menjadi pengikut. Ia menawarkan gagasan “Masyarakat 6.0”,sebuah visi masyarakat Indonesia yang sadar hukum, berbudaya, dan mandiri. “Kita tidak hanya mengejar teknologi, tapi mengejar peradaban,” ujarnya.

Membawa semangat pembaruan itu, Syaykh Panji Gumilang menggagas kurikulum L-STEAM: Law, Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics. Penambahan unsur ‘Law’ bukan tanpa alasan. Menurutnya, hukum bukan sekadar norma atau pasal-pasal, melainkan kesadaran etik yang menumbuhkan disiplin. “Di dalam L ada disiplin. Tanpa disiplin, tidak mungkin kita menghasilkan simfoni musik yang besar,” ucapnya. Ia mencontohkan, di Al-Zaytun, penanaman kesadaran hukum telah diterapkan sejak dini,bahkan untuk hal sederhana seperti menjaga lingkungan dan tidak menebang pohon sembarangan. “Karena itu aturan. Maka hukum, kesadaran hukum itu bisa dibentuk sejak kecil,” tegasnya.

Syaykh Panji Gumilang menegaskan bahwa pendidikan berasrama bukan sekadar pilihan teknis, tapi kebutuhan filosofis. Dalam pandangannya, hanya sistem berasrama yang mampu menjaga kesinambungan nilai dan karakter. “Kalau presidennya bisa ganti tiap lima tahun, sistem pendidikan tidak boleh ikut goyah,” katanya. Sistem berasrama memungkinkan pendidikan berjalan secara konsisten, tanpa terpengaruh siklus politik lima tahunan.

Tak berhenti pada konsep, Syaykh Panji Gumilang menyampaikan gagasan konkret: pembangunan 500 kampus mini di seluruh Indonesia yang dibiayai negara. Setiap kampus mini akan menerapkan sistem L-STEAM secara berasrama, memastikan tidak ada lagi anak Indonesia yang tertinggal pendidikan menjelang tahun 2045. “Negara harus hadir. Karena dengan negara hadir, tidak ada lagi alasan bagi orang tua tidak menyekolahkan anaknya,” tegasnya.

Syaykh Panji Gumilang menegaskan bahwa gagasan ini bukan ambisi pribadi Al-Zaytun, tapi kontribusi pemikiran untuk bangsa. Ia tidak menuntut pengakuan, hanya mengundang negara untuk melihat sistem yang sudah berjalan di Al-Zaytun sebagai model yang layak diuji. “Kalau negara mau, silakan. Tidak harus pakai nama Al-Zaytun,” ujarnya.

Pidato Syaykh Panji Gumilang ditutup dengan ajakan kepada semua peserta pelatihan untuk menyampaikan pendapat, kritik, dan masukan. Gagasan-gagasan itu akan dihimpun sebagai bahan konsolidasi menuju gerakan pendidikan nasional yang lebih terstruktur dan berkarakter. “Tujuan kita berlatih itu, salah satunya adalah memahamkan cita-cita kita,” tuturnya.

Dari pelatihan ini, benang merah yang dapat ditarik adalah satu: pendidikan masa depan tidak bisa hanya bertumpu pada kecakapan teknis. Ia harus bertumpu pada nilai. L-STEAM adalah refleksi dari semangat itu, bahwa ilmu pengetahuan harus berpijak pada kesadaran hukum, kepekaan budaya, dan keberanian membangun peradaban. Bagi Syaykh Panji Gumilang, Indonesia 2045 bukan sekadar angka seratus tahun kemerdekaan. Ia adalah peluang sejarah untuk membangun bangsa yang cerdas, berkarakter, dan beradab. Dan dari Al-Zaytun, gagasan itu terus mengalir. (Atur/TokohIndonesia.com)

Advertisement
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments