Gagasan Besar Versus Implementasi Solutif

 
0
132
Gagasan Besar Versus Implementasi Solutif
Jokowi-Prabowo | Ensikonesia.com | rpr

[OPINI] – CATATAN KILAS Debat Capres-Cawapres 2014 – Gagasan besar versus implementasi konkrit, normatif versus aplikatif (solutif), pendekatan deduktif versus induktif dan prosedural versus dialogis (kontekstual), tampak nyata dalam debat dua pasangan Capres-Cawapres yang bertema ’Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan Bersih dan Kepastian Hukum’ di Balai Sarbini Jakarta, Senin malam (9/6/2014).

K omisi Pemilihan Umum (KPU) mengagendakan lima kali debat kandidat Capres-Cawapres kontestan Pilpres 9 Juli 2014. Debat pertama (Capres-Cawapres), 9 Juni 2014 bertema Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan yang Bersih, dan Kepastian Hukum. Debat kedua (Capres), 15 Juni bertema Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial. Debat ketiga (Capres), 22 Juni bertema Politik Internal dan Ketahanan Nasional. Deba keempat (Cawapres), 29 Juni bertema Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Iptek. Debat kelima (Capres-Cawapres) bertema Pangan, Energi dan Lingkungan.

Debat pertama (Capres-Cawapres), 9 Juni 2014 dipandu Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar. Pasangan Prabowo Subianto • Hatta Rajasa (Prabowo-Hatta) tampil percaya diri memakai kemeja putih. Demikian pula pasangan  Joko Widodo • Jusuf Kalla (Jokowi-JK) tampak serasi dan berwibawa mengenakan stelan jas hitam dipadu dasi merah.

Kedua pasangan tersebut tentu telah berusaha tampil maksimal dengan persiapan yang matang. Kendati Mahfud MD, Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, kepada pers sesumbar menyatakan bahwa kandidat jagoannya tidak perlu mempersiapkan diri secara khusus, tapi publik menilai hal ini hanya sebuah pernyataan yang tidak sesuai kenyataan atau kamuflase sebagaimana publik telah sering dengar. Sementara pasangan Jokowi-JK secara jujur mengemukakan telah berusaha mempersiapkan diri sebaik-baiknya. (Hal ini juga menjadi pembeda bagi kedua pasangan ini).

Mencermati berlangsungnya debat yang disiarkan beberapa televisi nasional tersebut, semakin tampak perbedaan nyata antara kedua pasangan Capres-Cawapres ini dalam memandang tema Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan yang Bersih, dan Kepastian Hukum. Dari segi pendekatan masalah, pasangan Prabowo-Hatta lebih bersifat deduktif (memecahkan masalah dari hal bersifat umum ke khusus); Sebaliknya, pasanganJokowi-JK lebih bersifat induktif (memecahkan masalah dari hal bersifat khusus ke umum). Kendati hal ini tidaklah bersifat mutlak (hitam-putih).

Mencermati berlangsungnya debat yang disiarkan beberapa televisi nasional tersebut, semakin tampak perbedaan nyata antara kedua pasangan Capres-Cawapres ini dalam memandang tema Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan yang Bersih, dan Kepastian Hukum. Dari segi pendekatan masalah, pasangan Prabowo-Hatta lebih bersifat deduktif (memecahkan masalah dari hal bersifat umum ke khusus); Sebaliknya, pasanganJokowi-JK lebih bersifat induktif (memecahkan masalah dari hal bersifat khusus ke umum). Kendati hal ini tidaklah bersifat mutlak (hitam-putih).

Perbedaan ini terlihat dari gagasan-gagasan besar yang dikemukakan Prabowo-Hatta, sehingga terkesan teksbook (ilmiah), abstrak, normatif dan retorika (akan diwujudkan) yang implementasinya belum tergambar konkrit. Sementara, apa yang dikemukakan Jokowi-JK terkesan lebih realistis (solutif, pragmatis, sesuai dengan pengalaman yang telah dan akan diwujudkan).

Sebagai contoh, ketika kedua pasangan ini memaparkan visi sesuai tema Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan yang Bersih dan Kepastian Hukum. Prabowo-Hatta lebih menekankan pada hal yang bersifat normatif dan prosedural, sementara Jokowi-JK lebih menekankan pada hal yang bersifat dialogis dan solutif.

Prabowo mengatakan, demokrasi adalah hal yang harus kita perbaiki, pertahankan, dan kembangkan terus, karena demokrasi adalah cita-cita pendiri bangsa, dan kita telah mencapai dengan susah payah, dengan banyak pengorbanan. Prabowo bilang Indonesia adalah negara demokrasi ketiga terbesar di dunia. “Demokrasi yang kita miliki masih banyak kekurangan. Kita melihat demokrasi masih butuh budaya demokrasi, pendidikan politik. Rakyat baru merasakan memiliki hak politik untuk ikut pemilu, tetapi belum merasakan betapa pentingnya hak politik itu dilakukan dengan penuh tanggung jawab,” ujar Prabowo.

Untuk menyokong demokrasi, Prabowo menilai perlunya pemerintahan yang bersih. Prabowo menegaskan, demokrasi adalah syarat mutlak bagi tujuan akhir bagi Indonesia yang berdaulat, adil, makmur dan memberikan kesejahteraan. Prabowo menegaskan, kepastian hukum adalah jaminan bagi negara untuk memberikan rasa aman bagi rakyatnya. “Prabowo-Hatta berkomitmen menegakkan pemerintahan bersih bebas korupsi dan menjamin kepastian hukum, dan melestarikan demokrasi yang ujungnya membawa kesejahteraan bagi rakyat.”

“Demokrasi bagi kami adalah alat, tangga menuju cita-cita yaitu Indonesia yang kuat dan sejahtera. Kita ingin demokrasi yang produktif dan destruktif, membawa kemakmuran,” kata Prabowo.

Advertisement

Namun menurut Hatta, yang kemudian menambahkan, demokrasi bukan sekadar alat mencapai tujuan tapi sistem nilai, values, menegakkan kebenaran, kemakmuran untuk rakyat Indonesia. Hatta memaparkan demokrasi harus mencerminkan tiga hal penting yakni menjamin warga bangsa menyalurkan hak tanpa diskriminasi, memberikan hak-hak politik pada setiap warga negara tanpa diskriminatif, dan menjaga lembaga demokrasi berjalan baik.

Apa yang dikemukakan Prabowo-Hatta ini merupakan gagasan besar tentang demokrasi, yang sudah bersifat umum, normatif dan bahkan sudah tertuang dalam berbagai buku bacaan. Sementara, Jokowi-JK lebih mengedepankan sifat demokrasi yang dialogis.

Menurut Jokowi demokrasi yang sesungguhnya adalah mendengar suara rakyat. “Demokrasi menurut kami adalah mendengar suara rakyat dan melaksanakannya. Karena itu, setiap hari kami datang ke kampung-kampung, pasar-pasar, ke sungai-sungai, petani, pelelangan ikan karena ingin dengar suara rakyat dengan cara dialog,” kata Jokowi.

Jokowi pun menyebutkan beberapa prestasinya yang dirasakan langsung oleh masyarakat ketika menerapkan demokrasi (mendengar suara rakyat dan melaksanakannya). Dia juga mengemukakan prestasi yang diraih oleh Jusuf Kalla, yang berhasil menyelesaikan sejumlah konflik di Tanah Air melalui dialog.

Mengenai pemerintahan yang bersih, Jokowi memaparkan program yang berbasis online sehingga mengurangi interaksi aparat pemerintah dengan rakyat, guna meminimalisasi pungutan liar. “Pembangunan sistem pemerintahan, kami telah lakukan dan buktikan melalui e-budgeting, e-government, e-catalog, e-audit, IMB online. Cara-cara seperti itu yang kita perlukan dan bisa dinasionalkan apabila kami diberi amanah,” papar Jokowi.

Jokowi juga menjamin proses rekrutmen pejabat dari tingkat atas hingga bawah akan berdasarkan kompetensi. “Diseleksi bukan karena suka atau tidak suka, tapi melalui seleksi terbuka,” kata Jokowi.

Jokowi menyatakan dirinya dan Jusuf Kalla akan bekerja keras siang malam untuk memberikan suasana demokrasi yang baik, pemerintahan yang bersih, dan kepastian hukum. “Sesuai dengan pengalaman yang telah kita lakukan dan pengalaman yang telah kita buktikan, apabila rakyat memberikan kepercayaan kepada kami, memberikan amanah kepada kami, maka kami akan bekerja keras, bekerja sangat keras, bekerja siang malam agar demokrasi berlangsung baik, pemerintah yang bersih, dan kepastian hukum yang tegas.

Pada akhir pernyataan penutupnya, Jokowi mengatakan pembangunan demokrasi, pemerintahan yang bersih, dan kepastian hukum, adalah hal yang utama, kalau presiden nomor dua.

Jusuf Kalla menambahkan dalam hal penegakan dan kepastian hukum, pemimpin harus menjadi teladan. Tidak mungkin hukum bisa ditegakkan tanpa keteladanan,” tegas Jusuf Kalla. “Kepastian hukum harus dilaksanakan dengan benar. Pertama, hukum yang sesuai dengan aturan dan merupakan ketentuan yang dapat diterima dengan benar. Tidak mungkin hukum dapat dilaksanakan tanpa keteladanan,” kata Kalla. Kalla menambahkan, salah satu kepastian hukum itu juga terkait hak asasi manusia. “Bila mengedepankan HAM, pemimpin harus menjunjung tinggi HAM,” ujar Kalla.

Kalla juga mengemukakan pentingnya pemahaman rakyat terhadap hukum itu sendiri. Menurutnya, masyarakat saat ini telah kehilangan kepercayaan terhadap institusi penegak hukum. Maka dia menekankan perlunya penguatan institusi penegak hukum. KPK harus diperkuat. Tidak bisa hanya 60 penyidik. Harus diperkuat anggarannya, penyidiknya. Begitu pula penegak hukum yang lain. Unsur yang paling penting hukum itu sendiri. Dan terpenting, dalam pelaksanaannya, pemimpin menjunjung HAM,” tegasnya.

Jadi secara garis besar kedua pasangan ini mempunyai pandangan dan komitmen yang relatif sama tentang Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan yang Bersih, dan Kepastian Hukum. Yang membedakannya adalah cara pendekatannya. Prabowo-Hatta lebih mendekatinya dengan pemaparan gagasan-gagasan makro (besar dan abstrak sebagaaimana lazimnya sebuah visi), sementara Jokowi-JK lebih menekankan pada implementasi yang lebih konkrit (jejak rekam dan keteladanan) daripada mempidatokan dan mewacanakannya.

Keduanya sama-sama punya tujuan mulia demi bangsa dan negaranya. Pilihan, siapa yang terbaik, tentu ada pada setiap warga yang punya hak demokrasi untuk memilihnya. Catatan Kilas Ch. Robin Simanullang | Redaksi TokohIndonesia.com |

© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA

 

Tokoh Terkait: Hatta Rajasa, Joko Widodo, Jusuf Kalla, Prabowo Subianto, | Kategori: Opini – CATATAN KILAS | Tags: Demokrasi, hukum, pemerintahan, Pilpres 2014, Debat Capres-Cawapres

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini