Dr. Berly Martawardaya: Menjaga Bumi, Membangun Bangsa

Dr. Berly Martawardaya, Direktur Riset INDEF dan dosen FEB UI, memberikan kuliah inspiratif pada perayaan 25 tahun Pesantren Al-Zaytun, membahas tantangan besar lingkungan dan sumber daya alam Indonesia. Dengan tema “1.000 Tahun Indonesia Raya ke Depan,” Dr. Berly Martawardaya memuji inisiatif Al-Zaytun yang telah menanam ribuan pohon sebagai langkah konkret untuk menjaga keseimbangan lingkungan di tengah ancaman perubahan iklim. Dia juga menyoroti peran penting manusia sebagai penjaga bumi, ancaman serius dari perubahan iklim, potensi besar sumber daya laut, memanfaatkan teknologi energi terbarukan, dan mengembangkan ekonomi hijau melalui bursa karbon.
Penulis: Mangatur L. Paniroy
Unduh: File FDF Presentasi Dr. Berly Martawardaya
Dr. Berly Martawardaya: Jadi, saya sudah merasakan …
Minggu, 25 Agustus 2024, menjadi hari yang bersejarah bagi Dr. Berly Martawardaya, S.E, M.Sc. Direktur Riset INDEF sekaligus dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) ini untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Pesantren Al-Zatun, Indramayu, Jawa Barat. Dia mendapat kehormatan untuk memberikan kuliah umum pada hari kedua perayaan ulang tahun ke-25 Pesantren Al-Zaytun yang berlangsung di Masjid Rahmatan Lil Alamin.
Kuliah umum nasional menjadi bagian dari rangkaian acara selama empat hari, yaitu pada 24-27 Agustus 2024, dengan acara puncak pada 27 Agustus 2024. Tema yang diangkat dalam acara tersebut adalah “Gagasan 1.000 Tahun Indonesia Raya ke Depan dengan Semangat Remontada from Within,” yang menekankan pentingnya kebangkitan dari dalam diri untuk membangun Indonesia yang tangguh, berkelanjutan, dan berpandangan jauh ke depan, terutama dalam bidang pendidikan dan lingkungan.
Daftar Artikel Terkait Ulang Tahun Al-Zaytun ke-25
- Dr. Haryadi Baskoro: Pemimpin Visioner Harus Punya Pujangga
- Prof. Suherli: Bahasa Indonesia Menuju Bahasa Antarbangsa
- Kivlan Zen: Al-Zaytun, Integrasi Ilmu dan Amal untuk Indonesia Raya
- Prof. Agus Pakpahan: Membangun Pangan dan Pertanian dengan Berguru pada Alam
- Pesan Bupati Nina Agustina di Ulang Tahun ke-25 Al-Zaytun
- Muhamad Wahyuni Nafis: Al-Zaytun, Pohon Pemikiran Besar yang Berbuah Tindakan Nyata
- Dr. Berly Martawardaya: Menjaga Bumi, Membangun Bangsa
- Dr. Sudirman Abbas: Al-Zaytun untuk Indonesia Seribu Tahun
- Dr. Budhy Munawar Rachman: Al-Zaytun Pesantren Terbesar dan Terbaik di Indonesia
- Dahlan Iskan: Luar Biasa! Panji Gumilang dan Gagasan Besar Indonesia 1000 Tahun
- Ch. Robin Simanullang: Saya Menikmati Islam Rahmatan Lil Alamin di Al-Zaytun
- Dr. Bagus Priyo Purwanto: Sinergi Kearifan Lokal dan Pertanian Berkelanjutan
- Prof. Yudi Latif: Merancang Indonesia Seribu Tahun
- Prof. Ikrar Nusa Bhakti: Tirani Mayoritas dan Masa Depan Demokrasi Indonesia
- Susno Duadji: “Apakah Penegakan Hukum di Indonesia Sudah Adil?”
- Susno Duadji: “Hari Ini Aku Resmi Jadi Warga Al-Zaytun”
- Prof. Djagal Wiseso Marseno: Strategi Indonesia Bertahan 1000 Tahun
- Laporan Kegiatan Perayaan Ulang Tahun Al-Zaytun ke-25
- Dua Kapal Raksasa Al-Zaytun Berlayar
- “Green” Pesantren di Pelosok Indramayu
- Apa Kata Dahlan Iskan, Susno Duadji, dan Kivlan Zen
- 1000 Tahun Indonesia Raya: Mimpi Besar Al-Zaytun di Usia Perak
- Seperempat Abad Al-Zaytun: Remontada From Within
Dr. Berly Martawardaya memulai kuliah umumnya dengan menyampaikan apresiasinya kepada Al-Zaytun, pesantren yang baru pertama kali ia kunjungi. Ia mengaku sangat terkesan dengan skala dan potensi yang dimiliki Al-Zaytun. “Ini pertama kali saya datang ke Pesantren Al-Zaytun dan terkesima, kagum dengan betapa besar, betapa kuatnya, betapa besar potensinya yang insya Allah bisa disinergikan untuk masa depan,” ucap Dr. Berly Martawardaya dengan penuh kekaguman.
Lebih lanjut, Dr. Berly Martawardaya mengucapkan selamat ulang tahun yang ke-25 pada Al-Zaytun. “Semoga terus menjadi pusat pendidikan pengembangan budaya toleransi dan perdamaian menuju masyarakat sehat, cerdas dan manusiawi,” ujarnya.
Dr. Berly Martawardaya lalu berbagi cerita tentang salah satu alumni Al-Zaytun yang pernah menjadi mahasiswanya di Universitas Indonesia. Alumni tersebut berhasil menyelesaikan studi S1 dan S2 di bawah bimbingannya, dan kini telah menjadi dosen di UI serta aktif di lembaga tingkat nasional. “Jadi alumni Al-Zaytun salah satunya sudah ada yang menjadi dosen UI. Dan saya kelimpahan yang sudah jadi, sudah pintar, sudah semangat, sudah kritis, jadi ketua senat dan sekarang juga jadi pengurus di lembaga tingkat nasional,” jelas Dr. Berly Martawardaya dengan bangga, menegaskan betapa tingginya kualitas alumni dari Al-Zaytun.
Dr. Berly Martawardaya memuji Al-Zaytun yang sejak awal memiliki gerakan penanaman pohon untuk menjaga lingkungan. “Luar biasa sekali, Al-Zaytun sudah lama menanam pohon sebagai langkah untuk menjaga bumi. Ini adalah bukti nyata bagaimana kita dapat melakukan amal ma’ruf nahi munkar, menjaga bumi dari kerusakan dengan cara menanam pohon,” tambahnya.
Dr. Berly Martawardaya menyampaikan bahwa selain menjadi dosen di UI, ia juga memiliki latar belakang pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam bidang sumber daya alam. Oleh karena itu, topik yang akan dibahas adalah terkait dengan alam, lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam – topik yang ia anggap sangat relevan dengan keberlanjutan Indonesia di masa depan.
Dr. Berly Martawardaya kemudian melanjutkan dengan menyoroti pentingnya peran manusia sebagai ‘khalifah’ di muka bumi, tanggung jawab besar yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia untuk menjaga bumi dan segala isinya. “Kita mulai dari amanah besar, dari Allah SWT. Jadi akan dijadikan khalifah. Ini khalifah fil ardhi. Apakah beban ini sanggup kita jalani?” tanyanya kepada audiens.
Peran sebagai ‘khalifah’ bukan hanya tanggung jawab untuk mensejahterakan dan mencerdaskan manusia, tetapi pertama-tama adalah untuk tidak berbuat kerusakan di bumi. Hal ini, menurut Dr. Berly Martawardaya, selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, yang menekankan tanggung jawab negara untuk melindungi dan mensejahterakan rakyat. “Nomor satu, peran kita penjaga bumi adalah tidak berbuat kerusakan. Baru mensejahterakan, melindungi, mencerdaskan,” tegasnya.
Dr. Berly Martawardaya juga mengutip sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang menyatakan, “Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah diciptakan dengan baik.” Menurutnya, bumi telah diciptakan oleh Allah dengan seimbang dan sempurna. Ada hutan, sungai, danau, serta gunung yang semuanya saling mendukung dan menjaga keseimbangan alam. “Allah SWT sudah menyiapkan bumi yang sangat indah, yang sempurna. Ada hutan, ada sungai, ada danau, ada gunung yang keindahannya sangat dirasakan khususnya di wilayah ini. Jadi jangan dirusak, amanah dari Tuhan,” lanjutnya.
Namun, Dr. Berly Martawardaya juga mengakui bahwa manusia tetap perlu memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tugas manusia, menurutnya, adalah menyeimbangkan antara pemanfaatan dan perlindungan alam. “Kita mengambil daging, padi, jagung, tapi jangan dirusak. Ini adalah tantangan yang secara teologis dan keilmuan harus kita optimalkan,” ujarnya, menekankan pentingnya keseimbangan ini dalam kajian ekonomi sumber daya alam dan lingkungan.
Dalam kuliah umumnya, salah satu isu besar yang diangkat oleh Dr. Berly Martawardaya adalah perubahan iklim, yang telah menjadi ancaman global yang nyata. Ia menjelaskan bahwa para ilmuwan telah mencatat perubahan suhu bumi sejak tahun 1850, dan selama 50 tahun terakhir, kenaikan suhu tersebut meningkat secara signifikan. “Para peneliti sudah mencatat temperatur bumi sejak tahun 1850. Jadi rata-rata temperatur sudah dicatat dan memang ada naik turun. Namun tidak bisa dibantah bahwa sejak sekitar 50 tahun lalu ada kenaikan yang sangat tinggi,” tegas Dr. Berly Martawardaya.

Kenaikan suhu bumi tidak hanya berdampak pada kenyamanan hidup manusia, tetapi juga menyebabkan kerusakan yang besar pada ekosistem global. “Bumi sudah diciptakan Tuhan dengan seimbang, dengan sempurna. Sehingga ketika terjadi ketidakseimbangan yang sebagian besar oleh manusia, itu dampaknya besar sekali. Bukan hanya bagi manusia tapi juga bagi hewan, bagi tumbuhan, dan bagi ekosistem global,” jelasnya.
Salah satu dampak yang paling mengkhawatirkan dari pemanasan global adalah mencairnya es di Kutub Utara dan Selatan, yang berkontribusi pada kenaikan permukaan air laut. Dr. Berly Martawardaya menjelaskan bahwa jika es terus mencair, wilayah-wilayah pesisir Indonesia akan sangat terdampak, termasuk Sumatera bagian timur laut, Palembang, Riau, Jambi, serta Pantai Utara Jawa (Pantura). “Jika ini terus berlanjut, Palembang, Riau, dan Jambi akan banyak yang terendam,” ungkapnya dengan penuh keprihatinan. Bahkan, ia menambahkan, ribuan kilometer Pantura akan hilang jika permukaan laut naik 5-10 meter.
Dr. Berly Martawardaya juga memberikan contoh konkret tentang fenomena kenaikan air laut di Semarang, di mana daerah-daerah tertentu sudah mengalami banjir rob setiap bulan. Dr. Berly Martawardaya mengingatkan, “Rumah yang sekarang masih kita tinggali bisa menjadi di bawah laut jika perubahan iklim tidak segera diatasi.”
Dr. Berly Martawardaya kemudian menggambarkan dampak pemanasan global terhadap spesies seperti beruang kutub, yang semakin kehilangan habitatnya akibat mencairnya es di kutub. “Beruang kutub kehilangan rumahnya. Es meleleh berarti rumah mereka semakin sempit. Mereka sulit untuk bahkan menapak di sini,” ujarnya, saat menunjukkan sebuah foto terkenal tentang seekor beruang kutub yang terjebak di bongkahan es yang semakin menyusut.
Menurut Dr. Berly Martawardaya, beruang kutub menjadi simbol dari kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh ulah manusia. “Ini adalah simbol dari krisis iklim yang kita hadapi,” katanya. Ketika satu bagian dari ekosistem rusak, semua bagian lainnya juga terkena dampaknya. “Antara manusia, hewan, tumbuhan, bebatuan, atmosfer, es juga bagian dari sambung menyambung menjadi satu,” tambahnya.
Dr. Berly Martawardaya mengapresiasi langkah-langkah konkret yang telah dilakukan oleh Pesantren Al-Zaytun dalam menjaga lingkungan, salah satunya dengan program penanaman pohon. “Luar biasa Al-Zaytun sudah sejak dahulu menanam pohon. Jadi kalau bahasa Islamnya bisa amal ma’ruf nahi munkar. Kita belum bisa mengurangi polusi, kita tambahkan yang menyerap polusi, yang menyerap karbon,” ungkapnya.
Menurut Dr. Berly Martawardaya, pohon memiliki peran penting dalam siklus karbon, di mana mereka menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan membantu menjaga keseimbangan lingkungan. Manusia menghasilkan karbon melalui pernapasan, pembakaran bahan bakar, dan aktivitas industri. Namun, ketidakseimbangan terjadi ketika manusia terus menebang hutan tanpa menggantinya dengan pohon baru. “Ketika kita terus memotong, terus menebang hutan dan tidak mengganti dengan tanaman yang bisa menghirup karbon, maka terjadi ketidakseimbangan,” jelasnya.
Salah satu contoh nyata yang dibahas Dr. Berly Martawardaya dalam kuliah umumnya adalah kerusakan hutan di Kalimantan. Dulu, Kalimantan dikenal sebagai paru-paru dunia karena hutan tropisnya yang sangat lebat. Namun, seiring waktu, hutan ini semakin terkikis akibat aktivitas manusia. “Pada tahun 50 itu hampir semuanya adalah hutan tropis yang lebat. Tapi perlahan-lahan keserakahan manusia itu telah mengakibatkan terkikis ditebang dan berkurangnya hutan di Kalimantan,” ungkapnya.
Hutan Kalimantan memiliki peran vital dalam menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen, tidak hanya untuk Indonesia tetapi juga untuk dunia. Oleh karena itu, menurut Dr. Berly Martawardaya, menjaga hutan Kalimantan adalah tugas besar yang harus diemban oleh bangsa Indonesia. “Kita diamanahkan Tuhan, Kalimantan bagian dari Indonesia. Kalimantan yang juga diakui oleh dunia global sebagai paru-paru dunia, tanamannya,” tegasnya.
Dr. Berly Martawardaya juga menyampaikan keprihatinannya terhadap fakta bahwa Indonesia adalah salah satu penghasil polusi karbon terbesar di dunia, berada di peringkat kelima setelah China, India, Amerika, dan Rusia. “Kita harus malu dengan fakta ini. Dengan kondisi ekonomi kita yang belum terlalu kaya saja, kita sudah merusak lingkungan begitu besar. Apa yang akan terjadi jika kita sekaya Jepang atau Korea?” kritiknya.
Ia menekankan pentingnya belajar dari negara lain yang lebih disiplin dalam mengelola lingkungan. Ia berbagi pengalamannya ketika berada di Jepang, di mana masyarakat terbiasa menyimpan sampah mereka hingga menemukan tempat pembuangan yang tepat. “Di Jepang, hampir tidak ada tempat sampah di tempat umum, tapi orang-orang tetap menjaga kebersihan. Mereka menyimpan sampah mereka dan membuangnya di rumah. Ini contoh sederhana bagaimana mereka menjaga bumi dari kerusakan,” jelas Dr. Berly Martawardaya, seraya menambahkan bahwa perilaku ini lebih mencerminkan nilai-nilai Islam yang seharusnya dipegang teguh oleh masyarakat muslim Indonesia.
Dalam kuliahnya, Dr. Berly Martawardaya juga mengingatkan hadirin tentang sejarah panjang Indonesia sebagai bagian dari perdagangan global. Salah satu komoditas penting yang diperdagangkan dari Indonesia adalah kapur cengkeh, yang bahkan telah mencapai Mesir pada zaman Fir’aun. “Sudah ditemukan kapur cengkeh, kapur barus yang di Sumatera, itu sudah sampai ke Mesir. Pada zaman Fir’aun, sebagian kapurnya adalah berasal dari Indonesia,” katanya.
Selain itu, rempah-rempah seperti merica, pala, dan lada juga menjadi komoditas unggulan Indonesia yang diekspor ke berbagai negara, termasuk Eropa. Indonesia, meskipun pernah dijajah, tetap memainkan peran penting dalam perekonomian global.

Dr. Berly Martawardaya kemudian menyoroti masalah ketergantungan Indonesia pada impor beras, meskipun negara ini pernah menjadi pengekspor besar. Pada tahun 2023, Indonesia mengimpor 500 ribu ton beras, 450 ribu ton gula pasir, dan 520 ribu ton jagung. “Ini sangat ironis. Pada zaman Majapahit dan bahkan pada masa penjajahan Belanda, Indonesia adalah pengekspor beras. Tapi sekarang kita justru menjadi importir,” ujarnya.
Menurutnya, ketergantungan pada impor pangan adalah masalah serius yang harus segera diatasi. “Kita panen besar, tapi kita juga makan banyak. Kalau kita bisa menanam beras dengan lebih baik, kita bisa kembali menjadi negara pengekspor,” kata Dr. Berly Martawardaya. Ia juga menekankan pentingnya diversifikasi pangan agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada satu jenis makanan pokok.
Hal lain yang mendapat sorotan dari Dr. Berly Martawardaya adalah Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kekayaan laut yang luar biasa. Namun, potensi ini belum dikelola dengan baik. “Hasil dari laut kita per kilometer itu masih sepersepuluh dari Jepang dan Thailand,” katanya. Jika dikelola dengan baik, Indonesia bisa menghasilkan komoditas laut bernilai tinggi seperti ikan tuna dan lobster.
“Jepang dan Thailand bisa menghasilkan ikan tuna yang satu ekornya bisa belasan juta, serta lobster yang satu buahnya bisa sejuta,” jelas Dr. Berly Martawardaya. Ia menambahkan bahwa dengan pengelolaan yang lebih baik, nelayan Indonesia tidak perlu hidup dalam kemiskinan. “Jadi juga para santri di Al-Zaytun tidak perlu ragu buat jadi nelayan, tapi nelayan yang profesional, nelayan yang cerdas. Sehingga bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi, tapi juga dengan tetap menjaga kesinambungan keberlanjutan,” ajaknya.
Indonesia juga memiliki potensi besar dalam sektor tambang, terutama nikel, emas, dan tembaga. Namun, Dr. Berly Martawardaya menekankan bahwa hasil tambang ini harus diolah secara maksimal untuk memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia. “Kita harus bisa memproses. Jangan hanya gali lalu jual, itu lulusan SMP juga bisa. Kita harus memproses. Sehingga dari nikel bisa jadi baterai listrik, mobil listrik,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya transisi menuju energi terbarukan seperti tenaga panas bumi, surya, dan angin. Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan energi terbarukan, yang tidak hanya lebih ramah lingkungan tetapi juga dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. “Kita punya banyak gunung berapi yang bisa dimanfaatkan untuk energi panas bumi. Selain itu, tenaga surya juga memiliki potensi besar di Indonesia, terutama di wilayah pantai utara Jawa yang panas,” paparnya.
Dr. Berly Martawardaya tidak lupa mengingatkan tentang bursa karbon sebagai peluang besar bagi Indonesia. Melalui bursa karbon, negara-negara yang menghasilkan emisi karbon tinggi dapat membeli oksigen dari negara-negara yang menjaga hutan, seperti Indonesia. “Jadi sekarang dengan menjaga hutan, kita bisa, masyarakat bisa mendapatkan pendapatan. Ini adalah peluang besar yang harus kita manfaatkan,” katanya.
Selain sumber daya alam, Dr. Berly Martawardaya juga menyoroti potensi besar Indonesia dalam pengembangan obat tradisional, seperti jamu. Ia menyebutkan bahwa negara-negara seperti Jepang dan Korea telah sukses mengembangkan obat-obatan tradisional mereka menjadi industri besar. “Di Jepang, orang-orang datang berobat bukan hanya untuk teknologi medis modern, tetapi juga untuk akupunktur dan pengobatan herbal. Kita bisa melakukan hal yang sama dengan jamu dan obat-obatan tradisional kita,” jelasnya.
Menurutnya, para santri di Al-Zaytun bisa didorong untuk mempelajari obat-obat tradisional yang berbasis pada kekayaan alam Indonesia. “Ini juga peluang besar. Sayang sekali Prof. Hembing sudah berpulang, tapi perlu ada yang meneruskan beliau,” ujarnya.
Mengakhiri kuliahnya, Dr. Berly Martawardaya mengajak para santri Al-Zaytun dan generasi muda Indonesia untuk mempelajari ilmu lintas disiplin. “Kita tidak bisa hanya fokus pada satu bidang saja. Anak-anak kita harus belajar fisika, biologi, ekonomi, dan juga ilmu komunikasi, sehingga bisa menjadi agen perubahan yang membawa Indonesia ke arah yang lebih baik,” serunya penuh semangat.
Dia juga menegaskan bahwa Indonesia harus memainkan peran sebagai rahmatan lil alamin, membawa kesejahteraan dan kedamaian bagi seluruh umat manusia melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. “Indonesia menjadi rahmatan lil alamin. Sebagaimana nama masjid ini dan semangat dari Al-Zaytun, kita membawa kedamaian, membawa oksigen, manusia perlu oksigen, membawa obat, kita menjaga laut dari polusi. Nah itu adalah tantangan dan peran bagi kita semua khususnya santri-santri Al-Zaytun di masa depan,” tutupnya dengan penuh harapan. (atur/TokohIndonesia.com)
Tim Reportase TokohIndonesia.com: Mangatur L. Paniroy (Koordinator), Yenita Tangdialla, Rigson Herianto, Rukmana, Wiratno***
Profil Singkat Dr. Berly Martawardaya, S.E, M.Sc
Dr. Berly Martawardaya adalah seorang ekonom dengan latar belakang pendidikan yang luas dan berpengalaman lebih dari 15 tahun dalam mengajar dan meneliti di berbagai lembaga, baik pemerintah, swasta, maupun internasional. Ia menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) dengan fokus pada Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Pendidikan master di bidang ekonomi ia selesaikan di dua universitas ternama, yaitu Free University of Amsterdam, Belanda, dan University of Siena, Italia. Dr. Berly Martawardaya melanjutkan pendidikan doktoralnya di bidang Ilmu Lingkungan di Universitas Indonesia, yang memperkuat fokusnya pada isu-isu ekonomi sumber daya alam dan lingkungan.
Dr. Berly Martawardaya menjabat sebagai Direktur Riset di INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) dan juga dosen tetap di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI. Selain mengajar, ia memegang posisi sebagai manajer riset yang mengoordinasikan pengabdian masyarakat. Dr. Berly Martawardaya juga aktif dalam organisasi Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), serta Dewan Riset Daerah DKI Jakarta (DRD), memperkuat kontribusinya dalam pengembangan kebijakan ekonomi di tingkat nasional dan regional.
Pemikiran-pemikirannya banyak dipublikasikan di jurnal ilmiah, media cetak, elektronik, serta televisi. Salah satu karya ilmiahnya yang berjudul ‘Green Economy Post-COVID-19, Insights from Indonesia’ diterbitkan pada tahun 2021, menyoroti potensi ekonomi hijau setelah pandemi.
Sebagai akademisi yang aktif, Dr. Berly Martawardaya juga dikenal atas kontribusinya dalam organisasi sosial kemasyarakatan dan profesi. Dengan fokus pada keberlanjutan lingkungan, ia sering menyampaikan pemikirannya tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan pelestariannya, sesuai dengan amanat sebagai khalifah di bumi.
Video Tiktok (VT) @tokoh.id
Berikut daftar Video Tiktok (VT) di akun @tokoh.id seputar Perayaan Ulang Tahun Al-Zaytun ke-25:
- Pancasila 1.000 Tahun ke Depan - Prof. Yudi Latif
- Karakter adalah Kunci - Prof. Yudi Latif
- Dua Modal Penting Untuk Maju - Prof. Yudi Latif
- Indonesia Bangsa Pelopor - Prof. Yudi Latif
- Saya Menikmati Islam Rahmatan Lil Alamin di Al-Zaytun - Drs. Ch. Robin Simanullang, Wartawan Senior Majalah Tokoh Indonesia
- Masjid Rahmatan Lil Alamin (Dr. Budhy Munawar Rachman, Nurcholish Madjid Society)
- Centenarian di Al-Zaytun (Dr. Budhy Munawar Rachman, Nurcholish Madjid Society)
- Al-Zaytun Teladan Terbaik Soal Toleransi (Dr. Budhy Munawar Rachman, Nurcholish Madjid Society)
- Al-Zaytun Perintis Pesantren Toleransi (Dr. Budhy Munawar Rachman, Nurcholish Madjid Society)
- Prof. Yudi Latif, Ph.D: Menanam Pohon Jati Emas di Tepi Jalan Remontada, Ma'had Al-Zaytun
- Panji Gumilang: Kapan Kita Punya Hadiah Nobel?
- Panji Gumilang: Indonesia itu Tidak 'O' Semua
- Panji Gumilang: Remontada, Barcelona, Messi
- Dahlan Iskan: Bagaimana Orang Tidak Makan Bisa Hidup ...
- Dan Dia Mempunyai Tesis Bahwa Dunia Sebentar Lagi ...
- Dahlan Iskan: Tidak Ada Sembahyang, Tidak Ada Doa ...
- Dahlan Iskan: Saya Terharu Mendengar Cerita Ini
- Dahlan Iskan: Pramoedya Ananta Toer Vs Panji Gumilang
- Dahlan Iskan: Syaykh Panji Gumilang Kenapa Hari ini Pakai Batik?
- Dahlan Iskan: Syaykh Panji Gumilang Merenung di Tempat yang Sangat Khusus
- Dr. Berly Martawardaya: "Jadi, saya sudah merasakan betapa tingginya kualitas alumni dari Al-Zaytun".
- Asal Usul Istilah 'Yang Amat Terhormat'
- Santri Al-Zaytun Menyanyikan Lagu Bangun Pemudi Pemuda
dengan Seruan Indonesia Harus Kuat - Panji Gumilang: Gak Ada yang Bisa Nyanyi 3 Stanza?
- Panji Gumilang: JADI, INDONESIA RAYA INI, DOA. Sepanjang apapun, doa.
- Lagu Indonesia Raya 3 Stanza Bergema Indah di Masjid Rahmatan Lil Alamin, Ma'had Al-Zaytun
- Panji Gumilang: Jangan Disalahkan Millennial Itu Kalau Tidak Mengenal 3 Stanza Lagu Indonesia Raya
- Alhamdulillah, Puji Tuhan, Haleluya!
Sahabat Syaykh Panji Gumilang sekaligus Wartawan Senior Majalah Tokoh Indonesia, Drs. Ch. Robin Simanullang, mendapat kesempatan untuk menanam pohon jati emas di tepi jalan Remontada, Ma'had Al-Zaytun. - Panji Gumilang & Kivlan Zen, Indonesia Raya Stanza 1, Indonesia Tanah Airku
- Panji Gumilang & Kivlan Zen, Indonesia Raya Stanza 2, Indonesia Tanah yang Mulia
- Panji Gumilang Nyendokin Makanan
Ke Kivlan Zen dan Umi Farida Al-Widad (istri) - Tumpengnya Enak Beud - Kivlan Zen: Saya Sudah Melapor Pada Pak Prabowo
Semua kegiatan saya di Al-Zaytun dan komen beliau, BAGUS! - Panji Gumilang & Kivlan Zen, Indonesia Raya Stanza 3, Indonesia Tanah yang Suci
- Susno Duadji: Hanya di Al-Zaytun
- Susno Duadji: Al-Zaytun Jaya, Al-Zaytun The Best
- Santri Al-Zaytun Bangga Menyanyikan Lagu Garuda Pancasila
- Putri Bungsu Panji Gumilang, Sofiah Al-Widad
Sedang mengajari santri Al-Zaytun menyanyi lagu Mars Universitas Al-Zaytun (IAI AL-AZIS) - Susno Duadji: Panji Gumilang is The Best
- Susno Duadji: Mulai Hari Ini Saya Resmi Sebagai Warga Al-Zaytun
- Susno Duadji: Saya Sangat Kagum Pada Al-Zaytun
- Susno Duadji: Saya Sangat Tertarik Pada Al-Zaytun
- Susno Duadji Makan Buah Pisang Al-Zaytun
Rasanya Legit dan Sangat Manis - Salah Ketik Jadi Menteri Pertahanan, Teman Saya yang Cerita
Kivlan Zen Bikin Ketawa - Master Indonesia Raya 3 Stanza
Santri Kelas 6 Ma'had Al-Zaytun, Michelle Kadek Bhyantara binti I Gusti Ngurah Made Johny B, Asal Jakarta Selatan - Keren, Hafal Indonesia Raya 3 Stanza - 25 Tahun Ma'had Al-Zaytun
- Merinding, Tebak Lagu Apa
Peserta Al-Zaytun (Guru, Dosen, Wali Santri)