
[ENSIKLOPEDI] Berangkat sebagai reporter sebuah surat kabar, Dahlan Iskan meretas karir hingga menjadi pengusaha media raksasa, Group Jawa Pos. Berkat pengalamannya sebagai pemimpin dan perhatiannya yang tinggi soal perlistrikan nasional, ia lalu dipercaya menjabat sebagai Dirut PT PLN. Setelah hampir dua tahun memimpin PLN, pria sederhana dan pekerja keras yang lebih suka terjun ke lapangan ini diangkat menjadi Menteri BUMN RI.
CEO bertangan dingin, begitulah orang mengenal sosok pria kelahiran Magetan, Jawa Timur tanggal 17 Agustus 1951 ini. Ia dibesarkan di lingkungan pedesaan dengan suasana religius yang kental. Orangtuanya yang pekerja keras menginspirasi Dahlan Iskan menjadi seorang pekerja keras dan penuh disiplin hingga sukses menjadi pengusaha besar.
Dahlan Iskan mengawali karir sebagai reporter di salah satu harian kecil di Samarinda, Kalimantan Timur tahun 1975. Tahun 1976, ia menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak tahun 1982, Dahlan yang menjabat Kepala Biro Tempo di Surabaya dipercaya memimpin surat kabar Jawa Pos yang waktu itu di bawah kepemilikan Eric FH Samola, Direktur Utama PT Grafiti Pers (penerbit majalah Tempo). Di surat kabar yang terbit di Surabaya dan hampir mati itu, ia tampil sebagai penyelamat. Ketika Eric FH Samola meninggal tahun 2000, ia pun mengambil alih pengelolaan koran tersebut. Dalam kurun waktu 5 tahun, koran yang ketika diambil alih hanya beroplah 6.000 ekslempar langsung melonjak jadi beroplah 300.000 eksemplar.
Lima tahun kemudian, ia pun membentuk Group Jawa Pos News Network (JPNN) sekaligus menempatkan perusahaan itu menjadi salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia dengan memiliki 134 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan dan pabrik kertas yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pada tahun 1997, pria yang di lingkungan Jawa Pos lebih akrab disapa Pak Bos ini mendirikan Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya. Kemudian diikuti dengan pembangunan gedung serupa di Jakarta.
Tidak cukup hanya media cetak, Pak Bos kemudian mengembangkan sayap usahanya ke bidang media elektronik. Pada tahun 2002, ia mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, kemudian diikuti Batam TV di Batam, dan Riau TV di Pekanbaru.
Tahun 2007, Dahlan Iskan mesti menjalani satu proses pengobatan yang ketika itu masih jarang dilakukan masyarakat, yakni transpalasi liver atau penggantian organ hati di negeri Tirai Bambu, China. Setelah liver Dahlan Iskan diganti, pria yang tadinya gemuk akibat rendahnya albumin dalam darah, belakangan berangsur susut, sekaligus mengembalikan vitalitasnya.
Tidak cukup hanya media cetak, Pak Bos kemudian mengembangkan sayap usahanya ke bidang media elektronik. Pada tahun 2002, ia mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, kemudian diikuti Batam TV di Batam, dan Riau TV di Pekanbaru.
Seiring dengan pemulihan kesehatannya, Dahlan Iskan semakin mengembangkan usahanya dengan merambah ke bidang teknologi komunikasi. Sejak awal 2009, ia menjadi Komisaris PT. Fangbian Iskan Corporindo (FIC), sebuah perusahaan pembangunan Sambungan Komunikasi Kabel Laut (SKKL) yang kelak membangun sambungan komunikasi yang menghubungkan Surabaya dan Hong Kong dengan panjang serat optik 4.300 kilometer.
Selanjutnya, ia merambah ke bidang perlistrikan dengan mendirikan perusahaan pembangkit listrik swasta, yakni PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur dan PT Prima Electric Power di Surabaya, Jawa Timur. Ia juga masuk ke bisnis perminyakan, agrisbisnis, dan properti.
Dahlan Iskan juga dikenal sebagai sosok yang prihatin dengan kondisi perlistrikan nasional. Persoalan pemadaman bergilir akibat kesenjangan antara permintaan dan pasokan daya tak kunjung teratasi. Melalui tulisan-tulisannya di koran, ia kerap mengkritik PLN sekaligus memberikan alternatif solusinya.
Bertolak dari luasnya pengetahuan Dahlan tentang perlistrikan, maka ketika ada pergantian manajemen di tubuh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), persisnya sejak 23 Desember 2009, ia dipercaya pemerintah menduduki kursi direktur utama di perusahaan BUMN itu menggantikan Fahmi Mochtar.
Agar lebih fokus mengurusi PLN, pengelolaan manajemen GJP ia serahkan kepada putranya Azrul Ananda, sementara dia memilih hanya menjabat sebagai Chairman.
Dalam memimpin PLN, Dahlan Iskan tidak mau seperti birokrat yang hanya duduk di balik meja. Ia tidak puas hanya mendengar laporan dari anak buahnya. Karena itu ia sering turun ke daerah baik secara diam-diam maupun terbuka untuk melihat langsung persoalan perlistrikan di lapangan.
Dahlan pun langsung membuat gebrakan-gebrakan dengan mengganti sumber energi primer dan menyediakan trafo cadangan untuk keperluan distribusi listrik. Sebagai upaya menghemat beban subsidi sebesar Rp 5 triliun tiap tahun, ia juga memangkas jalur birokrasi dan membenahi struktur organisasi. Setelah setahun kepemimpinannya, beberapa perubahan mulai dirasakan masyarakat, seperti berkurangnya pemadaman listrik di berbagai daerah. Beberapa bandar udara yang sebelumnya sering mati listrik, seperti Bandara Soekarno Hatta yang pengadaaan listriknya tadinya dikelola sendiri oleh PT. Angkasa Pura, sejak kepemimpinan Dahlan, pengadaan listriknya ditangani PLN.
Di tengah berbagai kesibukan, ia tetap tidak melepaskan diri dari profesi awalnya sebagai jurnalis. Contohnya, saat melakukan perjalanan ke suatu daerah dalam rangka tugasnya sebagai Dirut PLN, ia selalu menuliskannya di situs resmi PLN, www.pln.co.id. Ia juga tetap menulis tentang berbagai hal baik politik, ekonomi, sosial, dan lainnya.
Selama hampir dua tahun ia memimpin banyak gebrakan-gebarakan yang dilakukannya membenahi PLN terutama dengan perkaran, masih seringnya terjadi pemadaman bergilir mulai dapat berkurang. Serta kebijakan-kebijakan lainnya di berbagai daerah untuk mengatasi masalah kelistrikan.
Dalam waktu singkat ia berhasil meletakkan kebijakan untuk menjadikan PLN lebih baik. Melihat prestasi tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempercayakannya kembali tugas dan amanah yang jauh lebih besar tidak hanya mengurusi satu perusahaan. Dahlan Iskan diangkat menjadi Menteri BUMN yang dilantik pada 19 Oktober 2011 di Istana Negara.
Ia sendiri mengaku sangat sedih ketika ia di tunjuk sebagai Menteri BUMN karena harus meninggalkan PLN yang sudah terlanjur dijiwainya dan selalu banyak berkunjung ke daerah. “Saya sedikit bersedih. Kan teman-teman lagi semangat untuk meningkatkan pelayanan PLN di daerah,” kata Dahlan Iskan. eti | jk, hs