Generasi Pertama Harian Kompas

[ August Parengkuan ]
 
0
465
August Parengkuan
August Parengkuan | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] August Parengkuan adalah reporter harian Kompas generasi pertama yang berhasil mencapai karir tertinggi sebagai pucuk pimpinan di Kelompok Kompas-Gramedia (KKG). Padahal awalnya, dari Makassar di tahun 1963 August menuju Jakarta hendak menjumpai seorang paman yang bekerja di Departemen Luar Negeri. Pemuda berdarah Manado kelahiran Surabaya 1 Agustus 1943 ini ingin masuk Akademi Dinas ke Luar Negeri.

Sayang akademi dimaksud keburu tutup duluan. August lalu melirik dan mengajukan lamaran ke harian Kompas, yang berencana mulai terbit di tahun 1965. Dan diterima pula. Walau bukan cita-cita awal di masa belia, August tertarik dengan dunia jurnalistik sudah sejak lama. Ketika duduk di bangku SMA di Makassar August suka menulis dan memasok sejumlah tulisan ke salah satu koran minggu di ibukota Sulawesi Selatan itu.

Perjalanan karir kewartawanan August di Kompas mulus-mulus saja. Mulai dari tingkatan bawah reporter yang ditugaskan khusus meliput berita-berita pengadilan (1965-1966), hingga dipercaya sebagai redaktur eksekutif merangkap wakil pemimpin redaksi (1993-2000), redaktur senior (sejak tahun 2000), direktur komunikasi Kelompok Kompas-Gramedia (sejak 2000), presiden direktur TV7 (sejak 2001, dan sebagai wakil presiden senior Kelompok Kompas-Gramedia (sejak 2002).

Karena posisi dan peluang August menjadi pemimpin redaksi harian Kompas hampir berimbang dengan Ninok Leksono, bahkan jabatan keduanya sebelumnya selalu diiringkan bersama, misal sebagai sesama wakil pemimpin redaksi, maka untuk menghindari perpecahan, ketika pendiri dan pemimpin redaksi/pemimpin umum Kompas Jakob Oetama hendak mengurangi peran dengan mundur sebagai pemimpin redaksi, dimunculkanlah tokoh alternatif yakni Suryopratomo.

Kepada August yang hobinya main tenis, dan Ninok lantas diberi lahan baru yang lebih menantang. Yakni, Ninok ditugaskan memimpin Kompas Cyber Media (KCM), sedangkan kepada August diserahkan mengelola stasiun televisi TV7 milik KKG. Sedangkan di harian Kompas keduanya dinaikkan sama-sama sebagai redaktur senior.

Karir sekaligus pengalaman jurnalistik August Parengkuan bermula dari penugasan sebagai reporter di desk malam. Ia kemudian ditugaskan sebagai reporter pengadilan, lalu meliput kegiatan militer, dan bidang politik.

Suami dari Sonya Parengkuan ini, mereka menikah tahun 1976 dan dikaruniai empat orang anak, sangat senang berpetualang. Karena itu August Parengkuan, terutama di masa muda, sangat menikmati pekerjaan termasuk ketika harus ditugaskan ke luar negeri meliput sejumlah kejadian perang. Dalam catatan pribadinya August pernah meliput perang di Cekoslovakia tatkala pasukan Pakta Pertahanan Warsawa menyerang negara itu di tahun 1968. Demikian pula ke Papua Nugini August ada di sana sebelum negara ini memperoeh kemerdekaan. Atau, memasuki Timor Timur di tahun 1972 mendahului kedatangan pasukan Indonesia. Di tahun 1979 August kembali ditugaskan meliput perang di Afghanistan. Dan ketika presiden Mesir Anwar Sadat dibunuh dalam suatu parade militer di Kairo tahun 1981 August ikut meliput ke sana.

Memasuki dekade 1980-an August mulai memegang sejumlah jabatan kunci nan bergengsi. Antara lain sebagai redaktur bidang politik Kompas (1981-1987) dan wakil redaktur pelaksana Kompas (1989-1990). Pada dekade 1990-an August semakin berada di posisi strategis antara lain sebagai redaktur pelaksana Kompas (1990-1992), wakil pemimpin redaksi Kompas (1992-1993), dan redaktur eksekutif merangkap wakil pemimpin redaksi Kompas (1993-2000).

Mengesankan
Ketika menempati pos sebagai reporter untuk berita-berita kepresidenan (1966-1971), August yang kerap menyertai perjalanan Presiden Soeharto ke luar negeri dan mengelilingi sejumlah tempat di nusantara, pernah mengalami sebuah kejadian unik dan mengharukan di tahun. Pengalaman yang mengesankan itu terjadi sewaktu August menyertai perjalanan Presiden Soeharto ke Manado pada tahun 1969. Ketika itu Jacob Parengkuan seorang perwira angkatan darat sedang menjabat sebagai komandan militer di sana. Perwira itu ikut menyambut kedatangan rombongan presiden. Orang-orang yang berada di sekitar lokasi penyambutan melihat kepada August dan bertanya, siapakah gerangan komandan militer tersebut. August kontan menjawab, ‘Itu ayah saya’,” tutur lelaki ini dengan perasaan bangga.

August boleh gagal memasuki pendidikan di Akademi Dinas ke Luar Negeri. Namun dalam soal pencarian ilmu August tetaplah bersemangat. Terbukti, walau tak sampai selesai, August pernah memasuki Fakultas Hukum dan Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia (1967). August juga mau memperdalam ilmu jurnalistiknya di Berlin Barat tahun 1968. August akhirnya berhasil memperoleh Diploma Ilmu Politik dari Australia Natinal University (ANU), di Canberra, Australia. Seandainya kelak memasuki masa pensiun dari dunia kewartawanan August masih ingin mengisi hari-hari tuanya dengan kuliah atau mengikuti les piano.

Advertisement

Anak dari pasangan ayah Letkol (Purn) Jacob Parengkuan dan ibu B.P. Parengkuan, ini oleh orangtua digembleng dengan keras untuk menjadikan kata disiplin sebagai salah satu kunci kesuksesan dalam hidup. Selain disiplin August juga berprinsip bahwa seorang wartawan harus profesional. Makna profesionalisme terutama dimaksudkannya melaksanakan penugasan bukan atas dasar suka atau tidak. Pesan ini tak henti-hentinya ditularkan August kepada yunior-yuniornya di lingkungan KKG.

August Parengkuan yang pada Pemilu Presiden 2004 secara pribadi bergabung dalam Tim Mega Center, sebuah think tank kumpulan para pemikir untuk memenangkan pasangan calon presiden Megawati Soekarnoputri-KH Hasyim Muzadi, merasakan sedang memasuki tantangan baru tatkala dipercaya memimpin TV7. Terutama tantangan untuk menyesuaikan diri dari kultur lama bergelut di media cetak, memasuki dunia pertelevisian yang sama sekali baru yang mengharuskannya bekerja 24 jam sehari. Sebagai pekerja media August, yang menyukai jenis musik apa saja mulai dari musik klasik, keroncong, hingga dangdut, harus mampu menjawab tantangan tersebut dengan keberhasilan. Sebab jika tidak ia bisa dimaki.

Menjadi wartawan sesungguhnya tak pernah terbersit sebagai cita-cita dalam diri August di masa belia. Figur ayah Jacob Parengkuan seorang perwira militer, yang ketika August kanak-kanak sang ayah disaksikannya sering ditugaskan memadamkan sejumlah pemberontakan di Maluku dan Sulawesi, pernah membuat August berkehendak menjadi tentara. Ditambah lagi, August melihat bahwa seorang perwira bisa-bisanya menjadi seorang bupati, gubernur, duta besar, hingga menteri. Berpikir lalu bertekad bulat kalau begitu lebih baik menjadi tentara saja, namun ketika August hendak melamar gantian sang ibu malah menangis. Sebagai anak sulung August tentu paham makna tangisan seorang ibu. Maka tercurahlah kesamaan paham, bahwa sebagai istri tentara sang ibu dulunya sering ditinggal pergi oleh suami yang bertugas ke medan tempur, bahkan si ibu yang sangat dikasihi August ini pernah selama beberapa bulan tidak memperoleh kabar berita dan gaji dari suami.

August lalu membatalkan niat menjadi tentara. Ia ingin menjadi diplomat saja. Keinginan baru inilah yang menuntun August untuk mengunjungi Jakarta di tahun 1963. Namun August malah kepincut berkarir di Kompas. Ia mengisi hidup dengan memegang kuat motto, ‘Kita boleh maju tapi tidak dengan merugikan orang lain.’ Sama seperti wartawan kebanyakan, August tak pernah mau memikirkan soal pensiun. Malah membayangkan penisun saja sudah membuatnya stres. Pokoknya, kalau pensiun kita jangan stuck di rumah sebab itu berbahaya sekali. Karena itu kalaupun nanti tidak ada pekerjaan ia ingin kuliah saja dan belajar bermain piano. haposan t

Data Singkat
August Parengkuan, Wakil Presiden Senior Grup Kompas-Gramedia (2002) / Generasi Pertama Harian Kompas | Ensiklopedi | Makassar, direktur komunikasi, tv7

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here