Karier Puncak Mantan Sekjen Golkar
Rachmat Witoelar
[ENSIKLOPEDI] Setelah beberapa bulan dengan setia menjadi salah seorang Tim Sukses SBY, mantan Sekjen DPP Golkar, ini mencapai karier puncak menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup, menggantikan Nabiel Makarim. Pria kelahiran Tasikmalaya, 2 Juni 194, ini menyatakan siap menangani permasalahan lingkungan di Indonesia, kendati latarbelakangnya tidak relevan.
Saat ditanya kesiapan lulusan Arsitektur ITB (1970), ini menangani permasalahan lingkungan, ia merasa tidak masalah, karena di mana pun ia ditempatkan, itu merupakan amanah untuk diembannya. Diakui, pendidikannya memang tidak berhubungan dengan lingkungan.
Tetapi, alumni SMA Kanisius Jakarta (1961), SMP Van Lith Jakarta (1958) dan Lagere School, Voorburg Belanda (1955), ini mengaku sudah biasa menangani hal-hal yang berkaitan dengan masalah lingkungan ketika masih menjadi anggota Komisi V dan VI DPR. Selain itu, dia juga biasa menghadiri diskusi dan seminar lingkungan termasuk di luar negeri.
Di samping itu, Erna Anastasia, seorang yang berkecimpung aktif dalam permasalahan lingkungan termasuk menjadi panitia persiapan dari suatu hajatan besar dunia, World Summit on Sustainable Development (WSSD) pada 2002 di Johannesburg.
Karena itu ayah dari Aria Sulhan Witoelar, Surya Cipta Witoelar dan Wirya Taqwa Witoelar, itu merasa yakin dengan adanya dukungan istri yang juga pernah menjabat Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah, itu akan melaksanakan tugasnya dengan baik.
Akibat Ulah Aparat
Dalam acara temu masyarakat, LSM dan akademis di Kantor Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Bandung, Selasa 2 November 2004, Rachmat Witoelar mengatakan, adanya sejumlah kasus lingkungan hidup yang sampai sekarang tidak terselesaikan, merupakan ulah aparatur negara sendiri yang tidak mampu menangani persoalan lingkungan hidup yang ada.
Dia menambahkan, tampaknya aparatur negara tersebut merasa kebingungan untuk menanggapi proyek yang berkaitan dengan lingkungan hidup hingga motivasi sesungguhnya dari pembangunan itu dilupakan oleh aparatur negara.
Dia memberi contoh, seperti rencana pembangunan Waduk Jatigede telah lama berlangsung yang terhitung sejak tahun 1970-an, namun sampai sekarang persoalan tersebut belum juga bisa diselesaikan, bahkan sampai rencana pembangunan waduk Jatigede sudah tidak ‘up date’ lagi atau kadaluarsa.
Oleh karena itu, untuk menyikapi persoalan waduk Jatigede tersebut, dia menegaskan perlu ada transparansi di tingkat aparatur negara dengan keterbukaan kepada masyarakat luas perihal proyek itu. Juga akuntabilitas dengan mengungkapkan kepada publik perihal besaran biaya yang ada untuk pembangunan waduk tersebut.
Dia mengharapkan agar aparatur negara komunikatif terhadap masyarakat hingga proses sosialisasi dapat berjalan dengan baik. mlp