Pengusaha dan Politisi Negarawan
Aksa Mahmud
[ENSIKLOPEDI] Dia seorang pengusaha pejuang yang kemudian bertekad mengabdi sebagai politisi negarawan. Setelah berjuang dengan kerja keras membangun imperium bisnis Bosowa Group, HM Aksa Mahmud, bertekad mengabdikan diri sebagai negarawan, baik dalam posisi politisi sebagai Anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dari Sulawesi Selatan maupun pejabat lembaga tinggi Negara sebagai wakil Ketua MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) periode 2004-2009, serta dalam posisi pelayan sosial sebagai filantropi melalui beberapa yayasan yang didirikannya.
Semangat juang dan tekad pengabdian, pendiri Grup Bosowa yang dirilis Forbes Asia (September 2006) sebagai urutan 28 dari 40 orang Indonesia terkaya, dan urutan 6 pribumi terkaya, dengan kekayaan $195 juta, itu pantas diapresiasi dan dianalogikan laksana proses pengasahan berlian yang kuat dan indah.
Semangat dan kisah suksesnya sebagai pengusaha diraih dengan doa, kejujuran, bekerja keras, belajar terus menerus, berani mengambil risiko dan bertanggung jawab, yang merupakan filosofi hidupnya. Ulet dan piawai, laksana mengasah batu intan berlian yang amat keras sehingga memancarkan kilauan yang amat indah. Keberaniannya sebagai pebisnis pejuang terbentuk laksana letusan gunung merapi yang memuntahkan dan menyisakan batu-batu berlian dari kedalaman perut bumi. Pernyataan atau analogi ini, seakan terlalu berlebihan. Namun, setuju atau tidak, jika disimak, pernyataan itu cukup komunikatif untuk menganalogikan kisah perjalanan hidup putera bangsa kelahiran Barru, Sulawesi Selatan, 16 Juli 1945, ini.
Walau tidak sempurna, perjalanan hidup Aksa Mahmud, dapat dianalogikan laksana proses pengasahan (cutting) berlian. Dengan asumsi, bahwa semua manusia adalah laksana berlian. Setidaknya, berlian dalam dirinya sendiri. Masalahnya adalah bagaimana seseorang itu mengasah berlian dalam dirinya itu. Itulah yang paling menentukan kualitas berlian dalam diri seseorang. Aksa Mahmud dapat secara mumpuni mengasah berlian dalam dirinya sehingga menghasilkan kilauan cemerlang, baik dalam perjuangannnya yang keras sebagai pebisnis maupun dalam tekad pengabdiannya sebagai politisi negarawan. Selengkapnya baca: Berlian Bangsa dari Timur, halaman 16.
Hampir seperampat abad, Aksa berjuang mendirikan dan membesarkan Bosowa Group, serta mempersiapkan generasi kedua mengambil-alih estafet kepemimpinan untuk pengembangan Bosowa memasuki kejayaan sebagai perusahaan multinasional ke depan. Selengkapnya baca: Entrepreneur Pendiri Bosowa, halaman 22; dan, Bosowa, Tiga Kerajaan Berlian, halaman 26.
Kemudian Aksa Mahmud pun kembali ke habitatnya dalam dunia politik. Tatkala masih mahasiswa Fakultas Teknik Elektro Universitas Hasanuddin di Makassar, dia seorang aktivis, Angkatan 66. Saat ini, seperti dikemukakannya kepada Wartawan Tokoh Indonesia, dia telah mantan pengusaha, menjadi politisi dan pejabat negara.
Sebagai pengusaha, Aksa menyebutnya sebagai era perjuangan. Pebisnis pejuang! Dia adalah pengusaha yang bertanggung jawab sebagai warga negara yang baik. Pengusaha yang tidak mau merugikan Negara. Sebagai contoh, ketika krisis ekonomi melanda negeri ini 1997-2000, banyak konglomerat yang melepas perusahaannya masuk BPPN untuk menghindari kewajiban, tapi Aksa tidak melakukannya. Dia menyelesaikan semua kewajibannya, walaupun kondisi sangat sulit.
Bahkan setelah melewati dan mengatasi kondisi sulit itu, dia mampu mengembangkan sayap Bosowa Group, selain sukses membangun pabrik semen, juga mengambil-alih pengelolaan jalan tol Bintaro, membangun pembangkit tenaga listrik di Cirebon dan lain-lain. Sekarang, setelah melepas kepemimpinan perusahaannya kepada putera-puterinya yang juga telah dipersiapkannya, dia pun memanfaatkan sisa hidupnya untuk sepenuhnya mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan negaranya dalam posisi sebagai politisi dan pejabat negarawan.
Sejak kecil hingga berusia 60 tahun, dia sudah berjuang dan berhasil membangun Bosowa Group, kini dia bertekad untuk mengabdi. “Jadi dalam sisa hidup, saya lebih berpikir bagaimana banyak berbuat kepada negeri ini, kepada bangsa ini, kepada umat ini. Saya lebih banyak mengharap bahwa mudah-mudahan sisa umur ini bisa lebih banyak bekerja untuk bangsa dan negara ini dan agama sehingga manfaatnya bisa dirasakan lagi kepada generasi selanjutnya,” ujar Anggota Dewan Wali Amanat Universitas Gajah Mada, Yogyakarta ini.
Aksa merasa lepas, plong, karena di dunia usaha sudah bisa mengantarkan perusahaan yang didirikannya untuk diserahkan kepada generasi kedua. Kepada generasi kedua, Aksa berpesan: Buktikan bahwa anekdot Tiongkok itu tidak benar. Bahwa pendirinya berdarah, berkeringat dan bersusah payah membesarkan usaha, generasi kedua menikmati, lalu generasi ketiga menghancurkan. Tapi cobalah sebagai anak bangsa membuktikan bahwa pendirinya berkeringat, bersusah payah membangun, second generation membesarkan dan generasi ketiga membuat kejayaan.
Kepada putera-puterinya, Aksa selalu mengingatkan filosofi hidup yang dianutnya, yakni bekerja keras, belajar terus menerus dan berdoa. Filosofi ini selalu ditanamkan dan dilakoni dalam setiap detik dan gerak kehidupannya. Itulah kunci utama keberhasilannya mengasah berlian (talenta) dalam dirinya sehingga mencapai sukses, baik dalam membangun usaha, membina keluarga dan berguna bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara.
Dia sangat mengandalkan bekal yang diterima dari orang tuanya waktu kecil, bahwa segala sesuatu yang ingin kita capai adalah kehendak Tuhan, kehendak Allah. Kita hanya boleh bercita-cita, boleh berniat, boleh bekerja keras tapi pada akhirnya keputusan di tangan Allah. Oleh karena itu, dia menyimpulkan, kita bekerja keras, kita belajar terus menerus, kita berdoa supaya lahir keputusannya dari Tuhan. Karena kita hanya sampai pada tingkat berdoa, keputusan ada di tangan Tuhan, bukan ada di tangan kita.
Atas bekal itu, dia selalu menekankan bahwa di dalam dunia bisnis itu harus berusaha menjadi seorang pebisnis yang baik? Pertama, landasannya adalah kejujuran, kedua kerja keras, dan ketiga punya keberanian dan percaya diri. Jadi kalau tidak jujur jangan masuk dunia bisnis, kalau juga tidak mau kerja keras jangan masuk dan tidak punya keberanian juga jangan masuk. Kenapa? Bisnis itu bagaikan perang yang tiada habis-habisnya. Selengkapnya baca: Kiat Bisnis Bosowa halaman 27.
Melalui kiprah bisnisnya yang telah digeluti lebih seperempat abad, ayah lima orang anak ini telah menggoreskan tinta emas dalam pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Citranya sebagai konglomerat juga relatif bersih. Namanya bersih dari berbagai kasus kredit macet, penggelapan pajak, perusakan lingkungan hidup dan kasus miring lainnya yang selama ini banyak ditudingkan kepada sejumlah konglomerat Indonesia.
Perjalanan hidup pendiri Bosowa Grup ini benar-benar sarat dengan hal-hal yang patut diteladani oleh orang-orang yang mau belajar dari pengalaman berharga orang lain. Dia terkenal sebagai pekerja keras dan pantang menyerah. Laksana diamond (berlian) yang “mustahil untuk dijinakkan”. Sebagai pengusaha, kejeliannya mengendus dan memanfaatkan peluang bisnis pantas dikagumi. Dengan hanya diawali modal sebesar Rp 5 juta, dia kini tercatat menjadi salah satu pengusaha pribumi yang amat disegani.
Bahkan menurut Majalah Forbes Asia, yang dirilis September 2006, Aksa menembus ranking 28 orang terkaya di Indonesia, berada beberapa tingkat di atas kekayaan kakak iparnya M Jusuf Kalla yang berada di urutan 36 dari 40 orang terkaya Indonesia.
Politisi Menipu, Dosa!
Kemudian Aksa masuk di dunia politik. Dalam dunia politik, dia menghadapi suatu kondisi yang sangat berbeda. Dalam dunia bisnis dia selalu menanamkan disiplin dan kejujuran. “Kalau kita bicara kejujuran pasti sangat menghindari kebohongan kan?” ujar mantan Anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah dari Sulawesi Selatan (1999-2004) itu. Sementara berada dalam wilayah politik, bahwa berbohong itu tampaknya legitimate, sangat lazim. Tampaknya kalau kita berada di politik, seolah tidak menjadi politisi yang cerdas kalau tidak tahu berbohong,” ujar suami dari Hj Ramlah Aksa dan ipar dari Wakil Presiden Jusuf Kalla itu.
Jadi ada tiga kehidupan yang berbeda, kehidupan pebisnis atau pengusaha dan kehidupan politisi serta kehidupan sebagai pejabat negara. Seorang politisi dianggap cerdas apabila ada kemampuan ‘berbohong’ dan tebar pesona, ada kemampuan membangun citra yang pada dasarnya adalah juga bertujuan yang baik. Oleh karena itu, seolah-olah kebohongan adalah modal dasar seorang politisi. Sedangkan kejujuran adalah modal dasar seorang pebisnis.
Dalam dunia yang berbeda itu, Aksa dengan cerdas dan bijak beradaptasi untuk bisa berperan secara optimal. Beradaptasi dari satu alam yang sangat mengharamkan berbohong, masuk dalam wilayah kehidupan politisi yang justru seolah menolerir. Dalam dunia bisnis, bohong itu dianggap dosa. Sedangkan dalam dunia politisi ‘bohong’ itu tidak dosa. Oleh karena itu, Aksa mengatakan, akan menjadi seorang politisi yang akan mengikuti segala peralatan-peralatan politisi. “Kalau harus ‘bohong’ saya harus ‘bohong’, tapi saya tidak akan menipu,” ujarnya.
Sejak kecil hingga berusia 60 tahun, dia sudah berjuang dan berhasil membangun Bosowa Group, kini dia bertekad untuk mengabdi. “Jadi dalam sisa hidup, saya lebih berpikir bagaimana banyak berbuat kepada negeri ini, kepada bangsa ini, kepada umat ini. Saya lebih banyak mengharap bahwa mudah-mudahan sisa umur ini bisa lebih banyak bekerja untuk bangsa dan negara ini dan agama sehingga manfaatnya bisa dirasakan lagi kepada generasi selanjutnya,” ujar Anggota Dewan Wali Amanat Universitas Gajah Mada, Yogyakarta ini.
Kalau ‘bohong’ dinyatakan oleh politisi tidak dosa, tapi menurutnya, menipu itu dosa besar. Jadi, ‘berbohong’ yang tidak dosa dengan menghindari menipu. Muncullah politisi yang bisa berbohong tapi tidak menipu, supaya tidak berbuat dosa. Itulah yang muncul dalam pikirannya ketika kembali memasuki dunia politik. Sehingga dalam perjalanan ke depan, dalam dunia politik, dia bertekad tidak akan menipu konstituen. Bagi dia, tegas, dalam politik, menipu adalah dosa.
Aksa memberi contoh tentang kebohongan yang tidak menipu. Kalau berbicara harapan-harapan atau janji-janji, dengan kesadaran sesungguhnya itu tidak bisa tercapai adalah menipu dan dosa. Itu janji yang menipu! Tapi kalau berbicara harapan dan janji yang memang sesungguhnya diniatkan untuk dicapai, tapi ternyata setelah dilakukan berbagai usaha untuk mencapainya, belum juga terwujud, itu bukan menipu. “Tapi kalau kita bicara lantas tidak ada usaha, itu menipu namanya,” kata Aksa Mahmud.
“Kalau kita berusaha tapi tidak tercapai, di situ seolah ada kebohongan, tapi tidak ada niat menipu. Tapi kalau kita bicara tapi tidak berbuat untuk mencapai, itu memang niatnya sudah menipu, itulah haram. Itulah menurut saya tidak benar,” Aksa Mahmud menjelaskan. Itulah barangkali yang dimaksud berbohong di politik boleh, tidak haram, tapi menipunya haram. Artinya, katanya, kita berbicara harapan dan ada usaha untuk mencapainya tapi kemudian tidak tercapai, memang terjadi kebohongan. Tapi, menurut Aksa, itu tidak dosa karena ada usaha. “Tapi kalau memang berjanji lantas tidak ada usaha, kemudian tidak tercapai, itu menipu namanya. Dosa itu!” tegas Aksa, dalam menentukan sikap di dunia politik.
Negarawan, Intinya Kejujuran
Kemudian posisinya berbeda lagi setelah menjabat Wakil Ketua MPR, sebagai pejabat negara di lembaga tinggi negara. Lengkaplah dia berjuang dan mengabdi dalam tiga dimensi kehidupan. Kehidupan pertama sebagai pengusaha, kehidupan kedua sebagai politisi, dan kehidupan ketiga sebagai pejabat negara. Kalau tadi antara pengusaha dengan politisi seolah saling bertentangan. Tapi sebagai pejabat negara, kedua-duanya harus kombinasi. “Jika di politisi bohong itu seolah tidak dosa, kalau di pejabat negara semuanya itu tidak boleh,” tegasnya. Sebagai pejabat negara, semata-mata intinya harus kejujuran.
Jadi dia berkesimpulan, antara dunia usaha, dunia politisi dan pejabat negara, akan melahirkan landasan utamanya adalah kejujuran. Kenapa? Bahwa bangsa ini harus diurus dengan landasan kejujuran supaya masyarakat ini bisa percaya kepada pemimpinnya. Karena tidak ada pemimpin yang sukses tanpa mendapat dukungan kepercayaan dari yang dipimpin.
Oleh karena itu, dia berprinsip bahwa posisinya sebagai pejabat negara harus berada dalam landasan kejujuran. Kejujuran itu artinya, tidak boleh mengkhianati komitmen-komitmen sebagai pejabat negara. Oleh karena itu, kalau menjadi pejabat negara, jangan mencari kekayaan tapi mencari keharuman nama. Karena memang negarawan, ya begitu. Menurutnya, tidak ada negarawan yang kaya, tapi negarawan itu punya keharuman nama dan selalu dikenang. Lebih mahal nilainya kenegarawanan itu daripada kekayaan. Kenikmatan yang tinggi menjadi pejabat negara adalah keharuman nama.
Kalau politisi berjuang untuk merebut kekuasaan. Pengusaha berjuang mendapatkan keuntungan. Sedangkan negarawan bagaimana berbuat untuk mendapatkan keharuman nama. Tentu, menurut Aksa, keharuman nama hanya bisa dicapai kalau dilandasi pengabdian yang tulus dan jujur. Apa yang kita buat untuk kepentingan orang banyak. Apa yang kita lakukan untuk kepentingan yang lebih luas. Apa yang kita perbuat pada dasarnya untuk kepentingan bangsa. Itulah landasan untuk menjadi negarawan.
Memang, pejabat negara itu pada dasarnya juga diperoleh melalui perjuangannya mencapai kekuasaan, baik melalui partai politik atau tidak, namun sesudah menjabat kita harus menempatkan diri sebagai negarawan. Cara berpikirnya sudah lebih luas, tanpa interes pribadi. Sebab jika masih ada kaitan kepentingan bisnisnya atau kepentingan politiknya, posisi kenegarawanannya akan terganggu.
Oleh karena itu, menurut Aksa Mahmud, tidak sedikit orang menduduki jabatan kenegaraan tapi tidak menghasilkan keharuman nama malah menghasilkan kesan yang tidak bagus dalam pengabdiannya.
Nah, tinggal kita pilih, mau menjadi teladan kepada generasi pengganti kita, mari berbuat yang sebaik-baiknya. Kalau mau dicaci-maki oleh generasi pengganti kita, bikinlah dosa selama kekuasaan itu ada ditangan. Maka, itu yang saya katakan bagaimana kita berbuat sebaik-baiknya sesuai amanat rakyat, amanat bangsa ini, perintah UU. Semua yang dipercayakan mengurus negeri ini berbuat sebaik-baiknya untuk kepentingan yang lebih besar.
Pengabdian Politisi Negarawan
Bagi Aksa, masuk dalam dunia politik, sesungguhnya adalah untuk mengabdi. Sama sekali dia tidak punya interes pribadi. Dia hanya ingin mendayagunakan sisa hidupnya untuk bisa berperan meningkatkan kesejahteraan, harkat dan martabat bangsa ini. Sebab, menurutnya, menjadi politisi adalah pintu masuk yang demokratis ikut terjun langsung dalam memengaruhi kebijakan negara demi kemakmuran seluruh rakyat bangsa ini.
Secara pribadi, Aksa yang sudah berkecukupan secara ekonomi dan diberkahi lima putera-puteri yang sudah jadi, tidak punya lagi interes, ambisi menjabat sesuatu jabatan penting untuk kepentingan diri sendiri atau kelompoknya. Justru sebaliknya, dia ingin mendayagunakan diri dan kemampuannya demi kepentingan orang banyak, bangsa dan negara. Dia ingin mengabdikan diri kepada Allah dan sesama manusia di sekitarnya, tanpa membedakan asal-usul, golongan dan kelompok.
Dia bertekad menjadi seorang politisi yang negarawan. Apalagi dalam posisinya saat ini sebagai Wakil Ketua MPR, yang harus berpikir, berbuat dan mengabdi untuk seluruh rakyat di wilayah NKRI. Aksa tak lagi cukup hanya hanya memperhatikan perbaikan kesejahteraan belasan ribu karyawan yang tergabung dalam Grup Bosowa, beserta keluarganya, atau delapan juta warga Sulawesi Selatan, daerah yang memilihnya menjadi anggota DPD. Melainkan ingin memberikan sumbangsih utuh, mengabdi, kepada seluruh (hampir 240 juta) warga Indonesia.
Sebagai contoh, Aksa Mahmud, tampaknya sama sekali tidak berambisi untuk menduduki kursi gubernur Sulsel yang kini tengah jadi incaran sejumlah tokoh. Padahal, melihat arus politik yang tengah mengkristal di tanah kelahirannya itu, pendiri Bosowa Grup ini sangat dijagokan dan memiliki peluang besar untuk menduduki kursi Gubernur Sulsel. Namun, baginya, jabatan sebagai anggota DPD dan Wakil Ketua MPR sudah begitu terhormat untuk bisa berbakti dan mengabdi, sekecil apapun, untuk bangsa dan negara ini.
Aksa yang lebih afdol dengan istilah entrepreneur dibanding sebutan konglomerat itu, sejak tahun 2004, memang mengabdi ke dunia politik dengan menjadi anggota DPD (di AS kedudukan ini sangat terhormat dengan sebutan senator). Sebelumnya dia juga pernah menjadi anggota MPR sebagai utusan daerah dari Sulsel. Tapi karier politiknya tidak hanya sebatas menjadi anggota DPD. Peraih suara terbanyak dalam Pemilihan Umum anggota DPD dari Sulsel ini ternyata terpilih menjadi wakil ketua MPR. Sebuah jabatan prestisius dan menjadi dambaan ratusan wakil rakyat yang berkantor di Senayan. Ibarat pepatah, sekali mendayung dua pulau terlampaui, begitulah perjalanan politik Aksa Mahmud. Seperti halnya dalam berbisnis, dalam berpolitik pun ia tak mau bekerja setengah-setengah.
Konsekuensi jabatan ini tentu saja sudah diperhitungkan oleh pendiri Grup Bosowa ini. Sebab sejak mula sudah timbul tekadnya bahwa dunia politik baginya adalah pengabdian. Jabatan atau kekuasaan adalah sarana utama pengabdian. Dengan jabatan di lembaga tinggi negara itu, dia sudah sangat menyadari harus lebih banyak mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk mengurusi masalah bangsa dan negara, khususnya yang terkait dengan fungsi MPR dan Dewan Perwakilan Daerah sebagai lembaga legislatif.
Sama sekali dia tidak memikirkan masalah gaji/pendapatan yang sudah barang tentu tidak seberapa dibanding penghasilannya sebagai pengusaha. Termasuk kendaraan yang ditumpanginya sehari-hari, sudah pasti tidak semewah mobil pribadinya sebagai pemilik dari tidak kurang 30 buah perusahaan yang bernaung dalam panji-panji Bosowa Group.
Tapi bagi Aksa Mahmud, ini justru menjadi kepuasan tersendiri, yakni pengabdian. Jabatan di lembaga kenegaraan yang dilakoninya sekarang baginya merupakan manifestasi dukungan dan kepercayaan rakyat kepadanya. Sebagai wakil ketua MPR, dia kini punya kapasitas untuk ikut memecahkan masalah-masalah strategis, menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi kemajuan bangsa dan negara.
Kepuasan itulah antara lain yang mendasari niatnya untuk tidak ikut-ikutan terjun dalam pemilihan gubernur Sulawesi Selatan yang akan digelar dalam waktu dekat. Padahal, dukungan masyarakat Sulsel agar dia mencalonkan diri menjadi salah satu kandidat mengalir begitu deras dan mengemuka dalam beberapa bulan terakhir.
Sebelumnya, dia memang kalah dalam pertarungan memperebutkan kursi “Garuda Satu” Sulsel (2002). Tapi sistem pemilihannya waktu itu tentu saja masih pola lama, sepenuhnya ditentukan oleh perhitungan suara di DPRD Tkt I. Sedangkan sekarang, sudah era pemilihan langsung. Sementara, dalam Pemilu lalu, ketika memperebutkan kursi anggota DPD Sulsel, Aksa Mahmud meraih jumlah suara terbanyak untuk lolos ke Senayan. Karena itulah, banyak pengamat memperkirakan bahwa peluangnya untuk memenangkan pemilihan gubernur Sulsel kali ini, sangat besar.
Namun, tampaknya Aksa Mahmud menolak secara halus aspirasi pendukungnya. Aksa Mahmud telah memantapkan pilihannya untuk mengabdi sebagai Wakil Ketua MPR. Artinya, dia sudah merasa berguna dalam posisinya sebagai senator dan wakil ketua MPR. Padahal, bagi sebagian besar orang, kalau dihitung-hitung dari berbagai aspek, posisi gubernur sangatlah strategis baik dari segi pendapatan dan fasilitas yang akan didapatkannya. Terlebih lagi dengan pengembangan mata rantai bisnisnya yang berbasis di Sulawesi, posisi sebagai gubernur Sulsel sangat menggiurkan. “Saya yakin, Tuhan akan memberikan figur yang lebih berpotensi untuk melanjutkan pembangunan Sulsel,” katanya seperti dikutip oleh pers.
Sikap ini menunjukkan pribadinya yang tidak haus kekuasaan. Walau sebenarnya secara material dan pengaruh politik dia mampu melakukan itu. Dengan demikian, dia rela dan memberi kesempatan kepada yang lebih muda untuk memimpin Sulsel, begitu komentar seorang tokoh muda yang sangat terkesan dengan sikap Aksa Mahmud tersebut.
Aksa menyadari sebagai wakil daerah, Dewan Perwakilan Daerah, yang dipilih langsung rakyat dengan suara terbanyak di daerah pemilihannya, tentu mempunyai tugas sesuai dengan UU, menyuarakan daerah yang diwakili, mewakili wilayah termasuk rakyat di dalamnya. Berbeda dengan anggota DPR mewakili kelompok atau partainya. Anggota DPD mewakili wilayah dan seluruh rakyatnya.
Namun sebagai Wakil Ketua MPR, dia mengemban tugas-tugas kenegaraan. Dia lebih menempatkan diri memikirkan setiap langkah kebijakan dan keputusan-keputusan yang selalu mementingkan nasional. Tidak lagi berpikir dari kawasan tapi seluruh kawasan bagaimana kebijakan-kebijakan perjuangan yang bersifat menyeluruh. “Mudah-mudahan tugas-tugas ini bisa saya jalankan sebaik-baiknya. Pertama, tidak mengecewakan daerah yang saya wakili. Kedua, tidak terlalu mengecewakan seluruh rakyat Indonesia,” kata Aksa dalam percakapan dengan Wartawan Tokoh Indonesia.
“Saya duduk di sini bukan berpikir demi kepentingan diri saya sendiri tapi saya selalu mau berdoa mohon mudah-mudahan di posisi ini saya selalu berpikir untuk kepentingan rakyat Indonesia, bangsa Indonesia, dan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahwa bagaimana pun tugas ini adalah menjaga negeri ini, negara kesatuan, dan menjaga rakyat Indonesia,” urai Aksa Mahmud.
Aksa juga sangat bersyukur atas mulai tumbuhnya bibit demokrasi di negeri ini. Menurutnya, negara yang demokratis telah menjadi tren dunia modern. Setiap negara, membutuhkan waktu yang relatif lama dan perjuangan yang cukup berat untuk mewujudkannya. Menurut Aksa, demokrasi mensyaratkan kesejahteraan dan pendidikan yang memadai paling tidak untuk sebagian besar anggota masyarakat. Walaupun, dia melihat, benih-benih demokrasi yang mulai bertunas di Indonesia itu masih penuh dengan tantangan. Antara lain, terlihat dari munculnya rasa tidak puas terhadap amandemen UUD 45, yang merupakan pilar utama demokratisasi di Indonesia. Selengkapnya baca: Langkah Mundur, Kembali ke UUD 1945, halaman 39.
Sorotan Publik
Sebagai politisi dengan latar belakang pengusaha dan kebetulan juga dekat dalam hubungan keluarga dengan M Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden yang berada di pusat kekuasaan, Aksa Mahmud memang tak bisa lepas dari sorotan publik yang terkadang menyudutkannya. Di antaranya ada saja pihak yang meragukan ketulusannya memilah-milah ketiga posisinya sebagai pebisnis, politisi dan sebagai pejabat negara (pejabat publik) ditambah lagi sebagai keluarga dekat Wapres Jusuf Kalla. Pertanyaan yang muncul di publik, apa tidak ada perbenturan kepentingan antara bisnis dengan jabatan sebagai pejabat negara?
Namun, semua tudingan miring yang dialamatkan ke arahnya ditanggapinya secara arif dan bijaksana. Dia menampik bahwa statusnya sebagai adik ipar Wapres Jusuf Kalla menjadi kunci sukses bisnis dan politiknya. Justru, seperti diakui sendiri, dia terkadang malah risih sendiri dan terbebani dengan posisinya sebagai bagian dari keluarga Wapres Jusuf Kalla. Aksa bukanlah tipikal manusia yang suka bersandar kepada pihak lain atau kepada penguasa.
Oleh karena itu, seluruh bisnis Bosowa yang kini dikendalikan anaknya, dia larang mengerjakan proyek pemerintah. “Boleh dicari, mana ada proyek bersumber dananya dari pemerintah, tidak ada. Semuanya bekerja untuk umum. Seperti jalan tol, dana pembangunannya bukan dari pemerintah. Bikin pembangkit listrik bukan uangnya pemerintah, bikin kebun bukannya uang pemerintah. Jadi tidak bersumber dari dana pemerintah.”
Yang ada adalah kebijakan pemerintah yang memang siapa yang mau bangun jalan tol, maka ada uangnya silahkan bangun. Siapa mau bangun pembangkit listrik, yang ada uangnya silahkan bangun. Pemerintah hanya menciptakan iklimnya. “Jadi saya suruh anak saya, masuklah pada bisnis yang tidak bersumber dari dana pemerintah tapi masuk dalam bisnis yang iklimnya diciptakan pemerintah,” jelas Aksa. (Selengkapnya Baca: Wawancara HM Aksa Mahmud, halaman 30.
Proses pembentukan jati dirinya sejak kecil, cukup memberi jaminan bahwa dia seorang manusia yang berkepribadian kuat, punya harkat dan martabat yang tinggi. Sejak kecil, dia sudah melakoni bisnis antara lain dengan berjualan permen di sekolahnya. Menjual hasil dari desanya ke kota. Memisahkan diri dari perusahaan mertuanya dengan secara mandiri mendirikan perusahaan sendiri.
Aksa menempa diri laksana mengasah berlian dalam dirinya.Menamatkan Sekolah Rakyat di desa kelahirannya Barru, 1959. Kemudian melanjut ke Sekolah Teknik Negeri di Parepare, tamat 1962. Lalu setelah tamat Sekolah Teknik Menengah di Makassar (1965), melanjut ke Fakultas Teknik Elektro Universitas Hasanuddin di Makassar.
Aksa Mahmud juga aktif berorganisasi. Dia aktif sebagai Anggota Badan Pertimbangan KADIN Indonesia (2004-Sekarang). Ketua Dewan Bisnis Sulawesi (2003-sekarang). Anggota Dewan Wali Amanat Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (2001-sekarang).
Ketua Dewan Pembinaan Daerah dan Pemasyarakatan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI), 2001. Ketua Yayasan Universitas Islam Indonesia Makassar, Ketua Dewan Penyantun Politeknik Negeri Makassar, dan Ketua Dewan Penyantun Politani Negeri Pangkep (2000-sekarang).
Tahun 1999 sampai saat ini menjabat Ketua Umum KADIN Sulawesi Selatan. Tahun 1994 sampai saat ini menjabat Ketua Dewan Penasehat GAPENSI Pusat. Tahun 1987-1994 Ketua GAPENSI Sulawesi Selatan. Tahun 1983-1986 Ketua Bidang Pembinaan Anggota Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI. Tahun 1980-1983 Wakil Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI. Tahun 1976-1985 Sekretaris Umum AKI (Asosiasi Kontraktor Indonesia) Sul-Sel. Tahun 1982-1985 Ketua Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) HIPMI Sul-Sel. Juga pernah aktif sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Dana Persatuan Anggar Seluruh Indonesia.
Sewaktu mahasiswa aktif sebagai Aktivis KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), 1966. Tahun 1965 Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar dan tahun 1962 Alumni Pelajar Islam Indonesia.
Karirnya, selain sebagai pendiri dan pemimpin Group Bosowa (1968-2004), Aksa menjabat Wakil Ketua MPR RI (2004-2009), Anggota DPD dari Provinsi Sulawesi Selatan (2004-2009), Penasehat Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Bidang Perekonomian Daerah (2002 –sekarang) dan Anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah (1999 – 2004).
Sebagai wakil Ketua MPR, Aksa kini berkantor di Gedung Nusantara III Lt. 9, Jl Jend Gatot Subroto No.6, Senayan, Jakarta Pusat, Telp. 021 – 57895006, 57895026, dan tinggal di rumah dinas di Jl Denpasar Raya Blok C No 12 Kuningan, Jakarta.
Dalam usia hampir mencapai 62 tahun (lahir 16 Juli 1945), penampilan Aksa tampak jauh lebih muda dari usianya. Penggemar olahraga golf, renang dan diving ini memelihara kesehatan dengan menjaga kontinuitas main golf. Kemudian kalau pulang ke tempat kelahirannya di Barru, Sulawesi Selatan, dia pergi berenang dan menyelam ke laut. Saat menyelam di laut, dia sangat menikmati bagaimana indahnya dalam air.
“Di sana juga banyak keindahan-keindahan dalam air. Kalau sebagai pengusaha, menyelam itu semua utang kita lupakan. Kalau sebagai politisi, semua persoalan kita lupakan. Menyelam itu adalah suatu dunia kenikmatan, keindahan, bebas dari segala-galanya,” kata Aksa Mahmud. Menurutnya, pada dasarnya untuk menjaga kesehatan harus ada waktu yang harus dibebaskan dari segala beban.
Filantropi
Melengkapi sarana pengabdian-nya, selain aktif sebagai Anggota Dewan Wali Amanat Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Ketua Yayasan Universitas Islam Indonesia Makassar, Ketua Dewan Penyantun Politeknik Negeri Makassar, dan Ketua Dewan Penyantun Politani Negeri Pangkep, Aksa juga mendirikan beberapa yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan masalah sosial. Antara lain, Yayasan Bosowa dan Yayasan Haji Mahmud. Yayasan Bosowa, antara lain langsung turun ikut membantu jika terjadi bencana. Juga dalam pendidikan, tiap tahun memberi kesempatan beasiswa pada anak-anak yang berpotensi tapi orang tuanya tidak mampu.
Yayasan Haji Mahmud, mengabadikan nama ayahnya, difokuskan dalam pendidikan taman kanak-kanak. Yayasan ini diharapkan ikut dalam pembentukan karakter dan landasan masa depan bangsa dengan membangun pusat-pusat pendidikan anak-anak terutama bagaimana anak-anak ini bisa belajar agama yang baik.
Yayasan Bosowa juga membangun TPA. TPA itu adalah taman tempat belajar mengaji. Sudah dibangun 150 TPA. Tujuannnya untuk membantu mendorong sekolah-sekolah swasta untuk bisa memperbaiki kualitasnya supaya ke depan bisa menjadi sekolah yang memiliki kualitas yang sama dengan sekolah negeri. mti | Ch. Robin Simanullang
02 | Berlian Bangsa dari Timur
Walau tidak sempurna, semangat dan perjalanan hidup HM Aksa Mahmud, dapat dianalogikan laksana proses pengasahan batu intan berlian yang amat keras sehingga memancarkan kilauan yang amat indah. Dia salah seorang berlian bangsa dari Timur Indonesia! Dia mumpuni mengasah berlian dalam dirinya sendiri. Semangat dan kisah sukses pendiri kelompok usaha Bosowa dan Wakil Ketua MPR ini juga menjadi berlian berharga bagi setiap orang yang mau belajar dari pengalaman berharga orang lain.
Keberanian pendiri Borowa Group ini mengambil risiko sebagai pebisnis pejuang terbentuk laksana letusan gunung merapi yang memuntahkan dan menyisakan batu-batu berlian dari kedalaman perut bumi. Tekadnya untuk mengabdi sebagai filantropi dan politisi negarawan tergambarkan dari simbol keabadian kristal berlian.
Pernyataan atau analogi ini, seakan terlalu berlebihan. Namun, setuju atau tidak, jika disimak, pernyataan itu cukup komunikatif untuk menganalogikan kisah perjalanan hidup putera bangsa kelahiran desa Burru, Sulawesi Selatan, 16 Juli 1945, ini. Aksa Mahmud dengan filosofi hidup yang dianutnya, yakni bekerja keras, belajar terus menerus dan berdoa dapat secara mumpuni mengasah berlian dalam dirinya sehingga menghasilkan kilauan cemerlang, baik dalam perjuangannnya yang keras sebagai pebisnis maupun dalam tekad pengabdiannya sebagai politisi negarawan demi mengabadikan nama baik atau keharuman namanya.
Barangkali, sebagai pengantar, boleh kita simak apa dan bagaimana berlian itu. Berlian (diamond) adalah kristal lutsinar karbon tulen terdiri dari atom karbon ikatan tetrahedron (allotrop karbon termasuk grafit dan fullerena). Berlian merupakan kekayaan perut bumi yang terbentuk secara alamiah. Batu kristal indah ini kebanyakan diperoleh dari bekas letusan gunung merapi dari dalam perut bumi dengan kedalaman sekitar 90-150 km, di mana tekanan dan suhu sesuai bagi proses pembentukan berlian.
Nama diamond (berlian) berasal dari bahasa Greek, adamas (yang berarti “mustahil untuk dijinakkan”). Dari sekitar 3.000-an jenis galian yang diketahui, berlian adalah bahan galian alamiah paling keras, mempunyai nilai kekerasan mutlak (absolute hardness) antara 167 dan 231 gigapaskal, yang telah diuji dalam pelbagai laboratorium. Berlian atau intan terkenal karena kualitas fisiknya yang hebat, terutama kekerasan dan keupayaannya memancarkan cahaya (optiknya).
Nilai kekerasannya (absolute hardness), membuat berlian juga berguna untuk berbagai keperluan industri, pengeboran dan lain-lain. Berlian boleh digunakan untuk mengasah, mengikis, memotong, atau mengebor benda keras apapun, termasuk berlian lain. Saking tiada dua kekerasannya, berlian hanya bisa diasah dengan berlian.
Dengan nilai kekerasan mutlaknya, sehingga disebut: Berlian itu abadi! Diamond is forever! Walau berumur ratusan tahun dan diletakkan di mana saja, berlian akan tetap berlian. Sifat tak lekang oleh waktu itu lantas diidentikkan dengan lambang cinta abadi, lambang perjuangan abadi dan lambang pengabdian abadi.
Selain abadi, berlian menyimpan keistimewaan dan keindahan yang sulit dilukiskan dengan kata. Pancaran keindahan berlian tak bisa dikalahkan dengan perhiasan manapun di dunia. Ada kriteria yang harus dipenuhi untuk mencapai kesempurnaan mutu dari hasil tambang berlian ini. Berlian yang berkualitas tinggi bisa dilihat dari pantulan cahaya yang sempurna.
Biasanya, untuk menilai kualitas berlian, orang memakai rumus empat C, yaitu cutting, color, clarity dan carat. Paling utama, mutu berlian ditentukan oleh cutting (asahan). Dengan teknik asahan yang mumpuni, maka bongkah batu intan ini bisa dibentuk menjadi berlian jenis round brilliant dalam berbagai bentuk.
Berlian yang digunakan sebagai perhiasan permata dipotong dan diasah menjadi bentuk banyak sudut untuk meningkatkan kualitas yang menarik. Kekerasan berlian membuat batu berharga ini bisa diasah dengan baik sehingga memancarkan kilauan yang menarik. Itulah sekilas tentang berlian!
Walau tidak sempurna, perjalanan hidup Aksa Mahmud, dapat dianalogikan laksana berlian. Dengan asumsi, bahwa semua manusia adalah laksana berlian. Setidaknya, berlian dalam dirinya sendiri. Masalahnya adalah bagaimana seseorang itu mengasah berlian dalam dirinya itu. Itulah yang paling menentukan kualitas berlian dalam diri seseorang. Aksa Mahmud dapat secara mumpuni mengasah berlian dalam dirinya sehingga menghasilkan kilauan cemerlang, baik dalam perjuangannya yang keras sebagai pebisnis maupun dalam tekad pengabdiannya sebagai politisi negarawan.
Dari Pedalaman Sulawesi
Aksa Mahmud, anak bangsa yang tidak dilahirkan di kota, tapi di Barru, kira-kira 115 kilo meter dari Kota Makassar dan 35 kilo meter dari Kotamadya Pare-pare. Sedalam batu berlian dalam perut bumi. Masa kecilnya berada dalam lingkungan keluarga sederhana yang berdisiplin dan taat beragama, Islam. Karenanya, sejak kecil, kira-kira umur lima-enam tahun, sebelum masuk sekolah SR (Sekolah Rakyat), dia sudah bisa berpuasa 30 hari dan berdisiplin ikut taraweh, sholat dan sebagainya.
Dalam lingkungan keluarga, dia selalu dididik mengenai masalah agama. Dalam keluarga Mahmud itu memang banyak saudaranya melanjutkan pendidikan ke sekolah agama. Tapi Aksa sendiri, sebagai anak bungsu dari enam bersaudara, memilih sekolah umum. Setelah tamat sekolah dasar (1959), Aksa kecil melanjutkan pendidikan ke Sekolah Teknik Negeri di Kotamadya Pare-pare (tamat 1962).
Kemudian melanjut ke Sekolah Teknik Menengah (STM) di Makassar (tamat 1965), dan seterusnya melanjut ke Fakultas Teknik Elektro Universitas Hasannudin di Makassar.
Sejak kecil, semasih sekolah SR (SD), di desa kelahirannya, jauh di pedalaman Sulawesi, 115 km dari Makassar, laksana sedalam batu berlian di perut bumi, dia sudah mulai belajar (mengasah diri) berbisnis. Kadang-kadang di SD itu dia jual permen. Kemudian kalau bulan puasa, dia beli es balok. Satu es balok itu kemudian dipecah-pecah, lalu dijual untuk orang yang buka puasa di sore hari. Dan juga pada malam hari, dia jual kurma. Dia beli satu-tiga kilo, kemudian ditusuk per lima biji. Lalu dijual kepada orang yang mau pergi atau pulang taraweh.
Kemudian, setelah dia melanjutkan sekolah ke Pare-pare (kota nomor dua teramai sesudah kota Makassar) kemauan berbisnis itu terus dia asah dengan ulet. Semumpuni pengrajin mengasah batu kristal berlian yang amat keras. Berbagai hasil dari kampung kelahirannya, dia bawa ke Pare-pare berdasarkan kepercayaan dengan harga tertentu, tanpa harus bayar lebih dulu. Di Pare-pare, dia cari pembeli. Hasil penjualannya dia serahkan kepada yang punya. Selisih harganya (keuntungan) untuk dia.
Jadi sejak sekolah lanjutan pertama, dia sudah mengasah berlian dalam dirinya, sehingga memancarkan kilauan cahaya, laksana kilauan kristal berlian yang indah, membangun imej diri untuk layak dipercaya orang lain. Dia membangun kepercayaan orang yang punya barang yaitu barang kerajinan tangan, hasil laut, untuk dibawa dan dijual ke kota. Dia telah bertransaksi dengan modal kepercayaan, tanpa uang tunai, dia mempunyai barang untuk dijual di kota. Seterusnya setelah tamat dari Pare-pare, melanjut ke STM di Makassar, begitu jugalah dia mengasah talenta (berlian dalam dirinya) sebagai pebisnis sejati.
Tidak hanya talenta pebisnis yang diasah dalam dirinya. Laksana berlian yang multidimensi, Aksa juga mengasah talenta lain dalam dirinya sebagai seorang pemimpin organisasi. Sejak di SR dia ketua kelas. Di STM, dia menjadi ketua Ikatan Pelajar Sekolah Teknik Menegah (IPSTM) dan memimpin study tour ke Jawa. Padahal, sebelumnya dia belum pernah menginjakkan kaki ke Jawa.
Bisa dibayangkan, betapa tingginya keberanian dan kepercayaan diri Aksa remaja. Keberaniannya laksana letupan gunung merapi yang membongkar dan menyisakan berlian dari perut bumi. Selain belum pernah menginjak Jawa, pengetahuan tentang Jawa sangat terbatas, juga berasal dari keluarga yang kemampuan ekonominya relatif di bawah rata-rata, tapi bisa memimpin sebanyak 123 orang anak-anak STM, study tour ke Jawa. Mendarat di Semarang, kemudian ke Jakarta, dari Jakarta ke Surabaya, kemudian pulang ke Makassar.
Pembentukan atau pengasahan diri sehingga Aksa menjadi orang yang tidak hanya berguna bagi diri dan keluarganya sendiri tetapi juga berguna bagi orang lain, masyarakat, bangsa dan negaranya, juga terbentuk dari kedisiplinan, ketaatan dan pengalaman berharga menerima hukuman.
Orang tuanya sangat menekankan pemahaman agama secara mendalam. Walaupun dia pada akhirnya tidak berada di jalur sekolah agama. Tapi, sejak dini ayahnya sangat menanamkan disiplin, bagaimana dia harus betul-betul mengaji, kalau dia tidak pergi akan dihukum. Waktu mengaji, saat kecil, dia juga harus mengambilkan air wudhu. Orang tuanya juga menanamkan kalau di bulan puasa, harus ikut taraweh. Bahkan harus juga membantu orang tua mengambil kayu bakar.
Salah satu hal yang menarik pada waktu dia kecil, kebetulan dicatat dalam memori dan tidak bisa dilupakan. Satu dari dua peristiwa yang menjadi catatan emas, sepanjang perjalanan hidupnya. Peristiwa pertama, waktu dia masih SD. Pada bulan puasa, dia tidur di Masjid, hanya pulang makan sahur. Setelah taraweh tidur di masjid untuk bangun memukul bedug pada jam dua, memberi tahu agar orang memasak. Sesudah pukul bedug, dia pulang makan ke rumah. Setelah makan pulang lagi ke Masjid untuk memukul bedug imsyak, memberitahu bahwa sudah berakhir waktu untuk makan sahur.
Satu ketika, Aksa kecil memukul bedug kira-kira jam dua tengah malam, tanda berakhirnya orang imsyak. Aksa mengira saat itu sudah pukul empat pagi. Kenapa? Jarum jam di masjid itu menunjuk jam empat. Dia tidak tahu rupanya jam itu telah mati jam empat sore, tidak ada yang kontrol. Maka begitu dia bangun, lihat jarum jam menunjuk angka empat, dia pukul bedug. Akibatnya, satu kampung itu hampir tidak ada yang makan sahur, gara-gara perbuatannya itu.
Kemudian peristiwa ini menjadi pembicaraan orang sekampung. Lalu, kepala kampung pun mencari, siapa yang memukul bedug itu jam dua pagi yang seharusnya jam empat tanda berakhir makan sahur. Akhirnya ketahuan bahwa Aksa yang memukul bedug itu. Kepala kampung mencari dan memanggil Aksa. Begitu dia didapat, langsung dibawa dan dihukum rendam. Dia direndam di kolam Masjid, kolam tempat wudhu kira-kira dua jam lamanya. Di kampung itu tempat wudhu luas berupa kolam. Dia tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan. Apa alasannya? Walau dia bilang bukan dia yang salah, karena jamnya yang mati. Tapi kepala kampung tak mau tahu. Aksa tidak diberi hak untuk berbicara, pokoknya salah. Salah memukul bedug, sehingga satu kampung tidak ada makan sahur.
Akhirnya kepala kampung bikin aturan, tidak boleh lagi ada anak muda tidur di masjid. Dan yang pukul bedug harus paddoja yaitu pegawai masjid itu. Para anak muda dihukum tidak boleh ada lagi tidur di masjid. Ya sudah, Aksa bergumam dalam hati, seharusnya didorong bagaimana anak-anak remaja banyak di masjid. Karena apa yang dilakukannya bukan kenakalan sebenarnya, itu force majeure, karena jamnya mati. “Tidak mungkin kalau saya sengaja pukul bedug itu supaya semua orang tidak makan sahur,” kata Aksa mengenang. Tapi dia pun harus menerima hukuman itu.
Hukuman kedua yang pernah dialaminya adalah ditahan di Kodam Hasanuddin. Ketika dia aktif bersama teman-temannya di koran Mahasiswa Indonesia Sulawesi Selatan. Setamat STM, Aksa melanjut ke Fakultas Teknik Elektro Universitas Hasanuddin di Makassar (1965). Semasa mahasiswa proses pengasahan dirinya semakin matang. Aksa banyak aktif di organisasi ekstra yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Juga aktif di organisasi intra yakni di Dewan Mahasiswa Universitas Hasanuddin. Juga aktif di radio amatir. Bikin radio amatir bersama teman-teman. Kemudian mengelola surat kabar Mahasiswa Indonesia di Makassar, Sulawesi Selatan. Sebuah surat kabar yang juga ada kaitan dengan Surat Kabar Mahasiswa Indonesia di Jakarta. Karena sama-sama di Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI), bersama-sama dengan Karim, Arif Budiman dan sebagainya.
Saat aktif sebagai jurnalis di Surat Kabar Mahasiswa Indonesia Sulawesi Selatan, suatu ketika ada operasi Samsudari yang dilaksanakan Kodam Hasanuddin, waktu itu Sayidiman Panglimanya. Saat itu, Aksa menulis secara tajam mengeritisi operasi itu, karena banyak hal-hal yang mengganggu masyarakat. Banyak tekanan yang dialami masyarakat. Sehingga Aksa mengkritisi secara transparan berdasarkan keluhan-keluhan masyarakat.
Aksa sangat menyadari risiko yang mungkin akan dihadapi dengan tulisan itu. Namun dia tidak gentar menyuarakan kebenaran dan aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat yang sedang tertekan. Padahal pada zaman itu masih SOB. Akibat tulisan itu, Aksa ditahan selama 10 hari di Kodam Hasanuddin, Makassar. Penguasa menuding apa yang ditulis Aksa itu tidak benar. Walaupun Panglima Kodam Sayidiman mengatakan, “Memang begitu, tetapi engkau jangan begitu.”
Kata-kata itulah yang membuatnya menjadi tidak tertarik untuk meneruskan profesi wartawan. “Karena diakui oleh Pak Sayidiman bahwa memang begitu tapi engkau jangan begitu. Oleh karena itu, saya menganggap bahwa profesi ini tidak memberikan kenikmatan karena kita disuruh berbuat tidak sesuai kemerdekaan, tidak sesuai dengan keiklasan atau kenyataan di lapangan,” kata Aksa Mahmud mengenang.
Jadi sepanjang perjalanan hidupnya, Aksa mengalami dua hukuman yang dijadikan menjadi catatan emas. Yakni hukuman direndam dua jam di kolam masjid dan hukuman ditahan 10 hari di Kodam, tanpa hak bicara untuk menjelaskan bahwa dia tidak bersalah. Dia pun menganggap kedua hukuman itu pengalaman berharga, bahagian dari perjalanan hidup, untuk melengkapi pengasahan dirinya Sehingga dia bisa punya memori pernah aktif di masjid dan aktif sebagai aktivis dan jurnalis Koran Mahasiswa Indonesia. Semua pengalaman itu, merupakan proses berharga dalam pembentukan masa kecil dan bagian pembentukannya menjadi manusia yang berguna dan bertanggung jawab.
Demikianlah Aksa kecil, remaja dan pemuda mengasah berlian (talenta) dalam dirinya. Berbekal ketaatan beragama dan kedisiplinan dalam keluarga, mengasah kejujurannya sehingga mendapat kepercayaan dari orang lain, mengasah kepiawaiannya berbisnis, mengasah kemampuannya memimpin dan berorganisasi, serta menyepuh keberaniannya mengambil risiko. Menerima hukuman sebagai konsekuensi dari apa yang dilakukan dan diyakininya benar. Laksana letusan gunung merapi memuntahkan lahar panas tapi menguak dan memunculkan batu-batu berlian yang amat keras, indah dan berharga. Jadilah Aksa seorang pemuda yang siap menyongsong masa depan yang cerah, berkilau laksana kilauan kristal berlian.
Itulah perjalanan hidupnya yang sesungguhnya. “Sekarang saya merasa semua pengalaman itu ada manfaatnya. Manfaat waktu kecil menjadi penjual gula-gula (permen), manfaat menjadi ketua kelas, manfaat bisa memimpin satu ikatan pelajar di STM itu, manfaat menjadi aktivis mahasiswa dan sebagainya,” ujar HM Aksa Mahmud dalam percakapan dengan Wartawan Tokoh Indonesia Ch. Robin Simanullang, Haposan dan Marjuka, di ruang kerjanya di Gedung Nusantara III Lantai 9 DPR-MPR RI, Senayan, Jakarta, 6 Desember 2006. mti/ms-hbs-Ch. Robin Simanullang
03 | Entrepreneur Pendiri Bosowa
Setelah keluar dari tahanan Kodam, dia memutuskan harus meninggalkan profesi jurnalistik yang sempat digumuli bersama rekan-rekan di Koran Mahasiswa Indonesia di Sulawesi Selatan. Kemudian dia kembali dalam wilayah bisnis. Kebetulan, seorang sahabatnya, Jusuf Kalla, anak Haji Kalla, seorang pengusaha terkemuka di Sulawesi Selatan, mengajaknya bekerja di Dolog Makassar dan diperusahaan NV Haji Kalla. Setelah tiga tahun di perusahaan Haji Kalla, yang telah menjadi mertuanya, dia pun pamit, mendirikan usaha sendiri, yang kemudian berkembang menjadi imperium bisnis Bosowa Group.
Saat itu, sebagai aktivis mahasiswa, Angkatan 66, Jusuf Kalla diberi kepercayaan memimpin Dolog. Lalu Jusuf kalla mengajak beberapa aktivis mahasiswa angkatan 66 ikut. Namun ayah Jusuf Kalla, Haji Kalla, menasihati untuk tidak masuk bekerja di Dolog. Kata Haji Kalla, karena kau akan menduduki jabatan itu melalui pressure group yang nantinya mengganti orang-orang Orde Lama dengan Orde Baru, maka suatu ketika juga kau akan diturunkan secara paksa.
“Kalau kau memaksa orang, kau juga akan turun dengan pemaksaan. Dan apapun yang kau bikin nanti di situ, atau apapun yang engkau pakai di situ semuanya akan mendapat tanggapan negatif. Pakai baju baru akan dianggap mewah, bikin rumah nanti kau disorot, macam-macamlah. Tapi kalau kau pengusaha, apapun yang engkau bikin tidak ada yang sorot,” pesan Haji Kalla, sebagaimana dikenang Aksa Mahmud.
Haji Kalla berpesan kepada Jusuf Kalla, lebih baik meneruskan usaha yang telah dirintisnya. Aksa pun diajak ikut bersama Jusuf Kalla di perusahaan NV Haji Kalla itu. Hampir tiga tahun Aksa bekerja di NV Haji Kalla. Saat itu pula dia dikenalkan dan dijodohkan dengan gadis cantik bernama Ramlah, puteri Haji Kalla sendiri. Langsung menikah tanpa melalui pacaran. Tentu Haji Kalla tidak sembarang menjodohkan puterinya dengan Aksa. Orang tua bijaksana itu pasti mempunyai penilaian dan pertimbangan tersendiri setelah melihat semangat kerja, kejujuran, tanggung jawab, keberanian, prestasi dan kinerja Aksa. Atau, Haji Kalla dengan jitu telah melihat berlian yang terpendam dan sudah terasah baik dalam diri Aksa.
Kala itu, Aksa sering ditugaskan ke Jakarta. Sementara Ramlah lagi sekolah (santri) di Pondok Pesantren Wonokromo, Jawa Timur, milik Nahdlatul Ulama. Suatu ketika, Aksa diminta oleh Ibu Haji Kalla mengantarkan sesuatu kepada Sang Puteri Ramlah di Ponpes Wonokromo itu. Begitulah tata cara teknis orangtua supaya anaknya saling mengenal, kemudian dijodohkan. Memang, ujar Aksa, nasib, jodoh dan ajal adalah rahasia Tuhan. “Rasanya pertemuan saya dengan isteri juga adalah rahasia Tuhan,” kata ayah lima orang anak ini.
Sama dengan persahabatan dan kebersamaannya dengan Jusuf Kalla. Mereka datang dari latar belakang keluarga, fakultas dan daerah yang berbeda. Pertemuan mereka hanya diorganisasi mahasiswa, sama-sama aktivis. Tapi dari sekian banyak aktivis waktu itu hanya Aksa yang bergabung bersama-sama dengan Jusuf Kalla, bekerja di perusahaan NV Haji Kalla. Padahal dia pun tak pernah melamar. Tadinya cuma iseng-iseng. Jusuf Kalla mengajaknya bonceng motor masuk kantor bapaknya. Satu-dua jam mereka duduk-duduk. Lama-lama, Haji Kalla memberi mereka pekerjaan dan lebih banyak kepercayaan dan kekuasaan. “Ya kita juga ikutlah. Jadi semuanya itu rahasia Tuhan, dan kerahasiaan itu saya syukuri,” kenang Aksa Mahmud.
Kemudian setelah menikah, Aksa merasa bahwa tidak relevan terus tinggal di perusahaan NV Haji Kalla, mertuanya, dimana kakak iparnya Jusuf Kalla (Wakil Presiden 2004-2009) sudah dipersiapkan menjadi nakhoda. Karena sebagai orang Bugis, dia berpatokan terhadap ilmu kelautan bahwa perahu Pinisi itu nakhodanya cuma satu. Kalau dia tinggal di perusahaan NV Haji Kalla pasti tidak bisa jadi nakhoda. Bagaimanapun Jusuf Kalla-lah nakhodanya. Dia paling bisa, kalau di kapal disebut mualim satu, dua atau tiga. Jadi Aksa berpikir, lalu mengatakan sama istrinya untuk sementara harus siap menderita. Karena dia tidak mungkin selamanya bekerja di perusahaan mertuanya. Sebab Aksa pun bercita-cita, sekecil apapun, ingin jadi orang nomor satu. Aksa berprinsip, lebih baik menjadi orang nomor satu di perusahaan kecil daripada nomor dua di perusahaan besar.
Mungkin cara berpikir ini konvensional. Tapi itulah satu ide awal untuk maju sehingga dia berani mencoba berusaha dari bawah mulai dengan modal lima juta rupiah. Dia pun bersyukur memiliki orangtua dan saudara dari isterinya yang memiliki keunggulan dalam kekeluargaan. “Memang keunggulan kita bersaudara ini, bersekeluarga ini, semuanya mendahulukan persaudaraan adalah segala-galanya. Jadi persaudaraan itu adalah yang tertinggi, uang itu nomor dua. Sehingga kepergiaan saya dari sana juga direstui dan didukung dengan doa,” ungkap Aksa.
Aksa pun membuka show room mobil Datsun. Ketika acara pembukaan bapak dan ibu mertuanya hadir. Bukti kepergiannya dari perusahan mertuanya itu direstui. Sebab dia menjelaskan keinginannya mau coba berdiri sendiri sekaligus minta dukungan. Dukungan yang dia mohon adalah restu, doa. “Tentu dengan doa beliau itu juga sehingga apa yang saya kerjakan bisa berhasil, bisa baik,” ujar Aksa Mahmud.
Itulah awalnya, Aksa berdiri sendiri mendirikan Bosowa, setelah sekitar tiga tahun bersama Jusuf Kalla di perusahaan NV Haji Kalla. Pengalamannya di perusahaan Haji Kalla yang juga bergerak di bidang bisnis otomotif, cukup bermanfaat sebagai bahagian training.
Berdirilah Bosowa, mulai dengan bisnis otomotif, pertama Datsun dan Mitsubishi. Kemudian berkembang, bisa punya pabrik semen, bisa punya jalan tol dan sebagainya di bawah 30-an bendera perusahaan dalam naungan Bosowa Group. Selama hampir seperempat abad dia berjuang keras dan kreatif membangun imperium bisnis Bosowa Group.
Generasi Kedua
Bersamaan dengan perjuangannya mengembangkan Bosowa Group, Aksa dan isteri berhasil juga mempersiapkan anak-anaknya untuk lebih mengembangkannya. Lalu setelah anak-anaknya besar dan siap, bersamaan dengan perkembangan Bosowa yang sudah terbentuk, dia pun mulai menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada anak-anaknya. Proses regenerasi kepemimpinan berlangsung dengan baik. Kini manajemen Bosowa sudah dalam pengendalian generasi kedua.
Aksa pun kembali ke habitatnya semasih mahasiswa. Sebagai aktivis angkatan 66, yang sangat tertarik ke dalam dunia politik dan dunia jurnalistik. Dia pun terpilih menjadi Anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah dari Sulawesi Selatan (1999-2004). Kemudian terjadi perubahan UUD 1945 tahun 2002. Lalu hasil Pemilu 2004 bahwa fraksi utusan daerah, berdasarkan perubahan UUD 1945 menjadi Dewan Perwakilan Daerah. Aksa pun terpilih dengan suara terbanyak menjadi Anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) juga dari Sulawesi Selatan (2004-2009).
Kemudian setelah menjadi anggota DPD, atas kepercayaan anggota MPR baik dari unsur DPD maupun DPR, Aksa terpilih menjadi salah seorang pimpinan MPR, menjabat Wakil Ketua MPR (2004-2009). MPR, sebuah lembaga tinggi negara, terdiri dari seluruh anggota DPR dan seluruh anggota DPD. Sedangkan pimpinan MPR ada empat orang (satu ketua dan tiga wakil ketua, dua dari dua unsur DPR dan dua dari unsur DPD).
Jika sebelumnya tatkala menjadi Anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah dari Sulawesi Selatan (1999-2004), masih sangat ideal tetap aktif sebagai pengusaha, karena tidak mengganggu pekerjaan bisnis. Sebab MPR pada masa itu cuma sekali lima tahun bersidang. Setelah selesai dilantik, sidang memilih presiden, ya sudah. Berakhirnya pun kapan tidak diberi tahu lagi. Berbeda dengan anggota DPR yang harus rutin aktif di Senayan.
Namun setelah terpilih menjadi anggota DPD dan apalagi menjabat Wakil Ketua MPR, Aksa pun berketetapan hati untuk sepenuhnya melepaskan berbagai jabatan dalam manajemen perusahaannya. Kini Grup Bosowa sepenuhnya dikendalikan oleh putera-puterinya, sebagai generasi kedua Bosowa. Hanya saja putera-puterinya masih saja kadang kala meminta nasihatnya dalam hal mengambil keputusan strategis.
Itulah sekelumit perjalanan hidupnya. Karena kalau mau ditutur dari tahun ke tahun terlalu panjang. Dalam buku biografinya mungkin akan ditulis lebih mendetail. Masih tengah ditulis, belum dicetak, masih direview terus. “Kenapa saya review? Karena saya itu selalu menuntut kebenaran. Sebagian di buku itu, teman saya berpendapat yang menurut saya tidak begitu. Karena seolah-olah sejak saya kecil memang sudah kelihatan. Menurut saya, masa kecil itu tidak ada yang istimewa, sama saja dengan tema-teman yang lain, nggak ada keunggulan saya,” ujarnya merendah.
Dia mengaku, bukan pelajar yang istimewa, bukan ranking satu, tapi siswa rata-rata. Modalnya hanya seperti yang telah diuraikan, bisa dipilih menjadi ketua kelas, bisa dipilih menjadi ketua organisasi STM, jadi bukan karena cumlaude-nya. Maka dia pun mereview, sehingga tertunda penerbitannya. Sebab Aksa memang bukan tipikal tokoh yang suka diangkat-angkat dan dipuja-puji. Dia seorang tokoh bersahaja. “Saya mau yang biasa-biasa saja. Namanya biografi itu ‘kan apa yang sesungguhnya terjadi. Kalau masa kecil pahit, ya ditulis pahitlah,” katanya menggambarkan.
Tidak seperti ketika sudah terjun ke dunia bisnis dia punya mimpi besar. Harus menjadi nomor satu, menjadi nakhoda. Waktu kecil dia hanya punya cita-cita bisa naik motor. Karena setiap hari, dia melihat ada orang di kampungnya setiap hari pulang pergi selalu lewat naik motor besar. Saat itu muncul dalam pikirannya, ingin punya motor seperti itu. Ternyata Tuhan kasih lebih dari itu. Dia bisa menjadi dealer datsun dan mitsubishi, bisa punya pabrik sepeda motor, pabrik semen, mengelola jalan tol, punya pembangkit tenaga listrik, punya usaha taksi dan lain sebagainya.
Begitulah perjalanan hidupnya yang amat berguna bagi setiap orang yang ingin meneladaninya. Pengalaman yang cukup banyak, beraneka dan amat berharga. Yang membuatnya setelah masuk ke masyarakat tidak terlalu susah, karena sudah ada pengalaman-pengalaman sejak kecil sampai sekarang. Sehingga dia tidak pernah merasa perlu training khusus untuk sesuatu. Dia cuma merasa perjalanan hidup ini dari kecil cukup beraneka, hingga menjadi pengusaha, kemudian menjadi seorang politisi dan masuk dalam pejabat negara.
Sungguh dia mampu mengasah berlian dalam dirinya, sehingga bermanfaat bagi diri dan keluarganya sendiri, serta berguna bagi masyarakat, bangsa dan negaranya. Pengalaman hidupnya menjadi guru yang baik bagi setiap orang yang ingin meneladaninya. Dalam konteks pengalaman adalah guru yang terbaik, dia telah menjadi berlian yang memancarkan kekuatan dan kilauan cahaya cinta kasih, perjuangan dan pengabdian abadi. Dia ibarat berlian bangsa dari Timur Indonesia. Sebuah sebutan yang dia sendiri tak pernah menganggap dirinya demikian. Menurutnya, dia adalah orang biasa sebagaimana orang kebanyakan. mti | crs