Penyanyi Serba Bisa

Bobby Tutupoly
 
0
826
Bobby Tutupoly
Bobby Tutupoly | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Bob Tutupoly penyanyi serba bisa yang sinar terang keartisannya tetap bercahaya di segala jaman, sangat mengerti bagaimana memaknai hidup. Ia berprinsip, kalau lagi susah jangan banyak mengeluh karena di bawah kita masih banyak orang yang lebih susah. Saat artis berhasil meraih posisi tingkat dunia jangan pula terlalu disanjung oleh media massa, atau sebaliknya jangan pula dicaci-maki jika tidak berhasil menuai sukses. Bob memang pernah berkali-kali berada di atas atau di bawah ketenaran.

Karena itu banyak prinsip hidup yang bisa digali dari artis yang memulai ketenarannya sejak mulai bermukim di Jakarta pada dekade 1960-an. Bob kelahiran Surabaya 13 November 1939, mulai rekaman di Jakarta tahun 1965-1966 dengan album pertama lagu-lagu Natal bersama Pattie Bersaudara. Selanjutnya, Bob berturut-turut meluncurkan album Lidah Tak Bertulang yang berhasil memperoleh penghargaan Golden Record, lalu Tiada Maaf Bagimu, Tinggi Gunung Seribu Janji, dan lain-lain.

Pemilik nama lengkap Bobby Willem Tutupoly yang terlahir sebagai anak kedua dari lima bersaudara, mewarisi bakat menyanyi dari orangtua. Sang Ayah Adolf Laurens Tutupoly adalah pemain suling serba bisa, demikian pula Sang Ibu Elisabeth Wilhemmina Henket-Sahusilawane seorang penyanyi gereja. Hanya saja keduanya bukanlah pekerja seni profesional.

Bob sudah menunjukkan bakat nyanyi semenjak masih di duduk di bangku taman kanak-kanak. Pada acara anak-anak di RRI Yogyakarta, tahun 1946, Bob kecil menyanyikan lagu Ambon “Sarinande”. Bob harus naik ke atas meja lantaran tiang mikrofon tidak bisa dipendekkan.

Sang Ayah sesungguhnya tak terlalu berharap, bahkan berusaha agar Bob tak menjadi penyanyi profesional. Karena dalam pandangan ayahnya, masa depan seniman ketika itu terlihat suram-suram saja. Namun Bob, begitu menginjak bangku SMP bersama teman-teman sudah berani mendirikan grup band. Demikian pula ketika di bangku SMA Bob diajak bergabung oleh band-band asal Surabaya. Maka di tahun 1959 Bob bersama kawan-kawan memanfaatkan kesempatan mengikuti festival band di Gedung Ikada, Jakarta, dan berhasil keluar sebagai juara pertama.

Kecintaan terhadap musik membuat Bob menomorduakan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya. Kuliah Bob berantakan macet di tingkat tiga. Ketika pindah ke Bandung dan berharap bisa menjadi mahasiswa yang baik di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, hasilnya tetap sama saja. Bob malah asyik bergabung dengan Band Crescendo yang rutin manggung di beberapa klub malam di Bumi Sangkuriang.

Tahun 1977, Bob kembali memasuki dapur rekaman hingga tercetuslah lagu Widuri, sebuah masterpiece lagu pop nasional yang sekaligus lekat sebagai trademark abadi buat Bob.

Bob kemudian berhasil bergabung dengan Bill Saragih di Band The Jazz Riders di tahun 1960. Mereka antara lain berkesempatan manggung di Hotel Indonesia, sebuah hotel favorit dan termewah sekaligus menjadi landmark kota Jakarta ketika itu. Ketika sudah mulai bermukim di Jakarta inilah Bob, pada tahun 1965-1966 memulai pekerjaan besarnya memasuki dapur rekaman. Ia mengawalinya dengan menyanyikan lagu-lagu Natal bersama Pattie Bersaudara. Selanjutnya adalah cerita tentang kecemerlangan sinar terang Bob sebagai penyanyi serba bisa, pengusung irama 1960-an namun sesekali dibumbui pula dengan berbagai kegagalan. Namun kegagalan ketika berada di tangan seorang anak manusia yang pandai memaknai hidup, itu bisa berubah menjadi kearifan baru untuk kemudian mendatangkan kecemerlangan lain.

Bob yang sesungguhnya tak bisa do re mi fa sol merasa kok begitu gampangnya berada di atas keberhasilan dan popularitas. Ia lalu memberanikan diri pergi ke Amerika untuk mendapatkan tempat baru di sana. Itu sebabnya, sejak tahun 1969 penggemar tak pernah lagi mendengar senandung Lidah Tak Bertulang, Tiada Maaf Bagimu, atau Tinggi Gunung Seribu Janji, langsung dari bibir manis Bob. Bob hilang dari peredaran sebab lebih suka memimpin sebuah restoran milik Pertamina di kota New York, sekaligus merangkap sebagai penyanyi di situ.

Di New York jabatan resmi Bob adalah Kepala Public Relations Pertamina New York (1972-1976), sekaligus Manajer merangkap Entertainer Restoran Ramayana New York (1972).

Harapan dan impian Bob pada akhirnya meleset. Karena Bob adalah artis non-Amerika, ia sulit menembus birokrasi dan sistem ekonomi yang kuat untuk merekam suara atau sekadar tampil dalam suatu pertunjukan panggung. Ketidakberhasilan Bob meniti karir keartisan masih diperparah dengan kegagalan pernikahannya dengan seorang perempuan berdarah Amerika. Bob segera kembali ke tanah air.

Advertisement

Tahun 1977, Bob di Indonesia kembali memasuki dapur rekaman hingga tercetuslah lagu Widuri, sebuah masterpiece lagu pop nasional yang sekaligus lekat sebagai trademark abadi buat Bob. Bob pun kembali mendapatkan penghargaan Golden Record. Uang dari keberhasilan Widuri Bob manfaatkan untuk membeli tanah dan membangun rumah yang sekaligus dijadikan Bob kantor perusahaan yang miliknya, PT Widuri Utama. Perusahaan ini bergerak di bisnis hiburan dan pembangunan rumah untuk para transmigran.

Selain penyanyi serba bisa, Bob dikenal pula sebagai bintang panggung. Ia pernah lama menghibur pemirsa televisi sebagai pemandu acara sejumlah kuis di TVRI. Kesibukan Bob memang tak pernah berhenti. Ia pandai memilih pekerjaan yang bisa memelihara keawetan dirinya sebagai artis panggung. Bob adalah pemandu acara musik televisi “Tembang Kenangan” yang menghadirkan nuansa kenangan nostalgia hidup tahun-tahun 1960-an. Bob masih enggan membuat album karena ogah berhadapan dengan pembajakan yang tak kunjung henti.

Penyuka warna-warna cerah untuk pakaian demi membalut kulitnya yang rada hitam, Nyong Ambon pengagum Bunda Theresa dan Nelson Mandela ini dengan rendah hati mengisahkan kunci sukses kehidupannya salah satunya mungkin karena sudah takdir saja. Kunci kedua ia mempunyai disiplin yang sangat kuat.

Kunci kedua inilah agaknya yang membuat Bob tak lagi mengulangi kegagalan pernikahannya. Bob dengan istri Rosmaya Suti Nasution serta putri tunggal Sasha Karina Tutupoly sukses membina keluarga, sebagaimana Bob sukses di atas panggung hiburan. Sebab Bob berprinsip di atas panggung ia adalah artis ternama namun selepas dari itu ia adalah suami dari istri ayah dari anak semata wayang dan kepala keluarga sekaligus imam dari keluarga. Dengan posisi demikian Bob sukses menanamkan filosofi ke dalam keluarga, kalau lagi susah jangan banyak mengeluh karena di bawah kita masih banyak orang yang lebih susah.

Demikian pula kepada artis-artis yang berhasil mencapai posisi tingkat dunia, sebagai senior yang sudah banyak merasakan pahit-getir dan asam-manis dunia keartisan, Bob memberi saran agar artis jangan terlalu disanjung oleh media massa dan jangan pula dicaci maki manakala tidak berhasil menuai sukses. Peluang artis Indonesia meraih posisi tingkat dunia Bob katakan semakin terbuka luas karena adanya globalisasi, keterbukaan, dan teknologi yang begitu tinggi.

Bob melihat musik Indonesia sebetulnya sangat kaya namun susah sekali untuk mencari ke-Indonesiaannya. Ke-Indonesiaan yang dimaksudkan Bob mungkin salah satunya bisa ditemukan pada lagu Widuri.

Di tengah bisnis musik yang kini hanya memuja penyanyi muda, Bob ingin membuktikan bahwa publik Tanah Air tetap terbuka untuk mengapresiasi penyanyi dari kalangan usia manula. Seperti di Amerika, ada Andi Williams (81), Tony Bennett (83) dan Frank Sinatra yang bernyanyi sampai akhir hayatnya. Di Indonesia belum punya penyanyi yang pada usia 70 tahun masih bisa eksis seperti mereka. Jadi, Bob akan terus bernyanyi karena eksistensinya memang sebagai penyanyi. Bio TokohIndonesia.com | haposan, red

Data Singkat
Bobby Tutupoly, Penyanyi, Presenter / Penyanyi Serba Bisa | Ensiklopedi | Penyanyi, presenter

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini