Tangan Kanan Presiden
Sudi Silalahi
[ENSIKLOPEDI] Menteri Sekretaris Negara ini disebut banyak orang sebagai tangan kanan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan secara fungsional, jenderal berbintang tiga ini disebut-sebut sebagai orang ketiga pemerintahan SBY. Presiden SBY sendiri memberi lima penilaian khusus kepadanya. Memiliki “nice dream” terhadap negara, bukan tipe pembebek, responsif, berpandangan sama dalam pengelolaan administrasi negara, dan moderat.
Sudi Silalahi lahir di Tanah Jawa, Simalungun, Sumatera Utara pada 13 Juli 1949. Ayahnya, Abdul Aziz Silalahi mendidik Sudi dan sembilan saudaranya yang lain menjadi pribadi yang jujur, pekerja keras dan disiplin. Walaupun saat itu sang ayah adalah seorang kepala nagori (kepal desa), Sudi dan saudara-saudaranya tetap hidup sederhana dan apa adanya.
Sudi sebenarnya tidak bercita-cita menjadi tentara. Namun Tuhan menentukan lain. Setelah lulus STM di Bandung, Sudi yang tak kesampaian melanjutkan sekolah ke ITB akhirnya melanjutkan pendidikan ke Akabri dan lulus di tahun 1972.
Dalam perjalanan karirnya di dunia militer, Sudi merasakan anugerah yang luar biasa dari Tuhan. Karir gemilang terus dicapai putra Batak berdarah Jawa ini. Mulai dari menjabat sebagai Wakil Assospol Kasospol ABRI, Kepala Staf Kodam Jaya hingga Pangdam V Brawijaya di Surabaya.
Mungkin, bagi sebagian orang yang belum mengenal sosok jenderal berbintang tiga ini, nama Sudi yang ber-marga Silalahi dianggap sebagai orang nonmuslim. Namun siapa sangka, dia adalah seorang muslim yang taat. Ada beberapa pengalaman unik soal ketidaktahuan orang tentang agama Sudi Silalahi. Saat ia masih menjabat sebagai Panglima Kodam V Brawijaya, Jawa Timur, Sudi sempat ditolak oleh para ulama di Jawa Timur karena dikira nonmuslim. Bahkan ia pernah dicemooh oleh generasi muda muslim yang menolaknya saat mau berceramah, lagi-lagi dikira nonmuslim. Padahal, sebenarnya ia adalah seorang muslim yang sangat religius dan moderat.
Kereligiusan Sudi tampak jelas ketika ia harus memilih di antara dua pilihan yang sulit. Apakah ia harus memilih ibadah haji sebagaimana impiannya, atau melanjutkan pendidikan di Sesko ABRI. Ini menjadi dilema antara menjalankan ibadah dan tugas. Namun, keputusannya saat itu telah bulat, Sudi memutuskan untuk memilih menunaikan ibadah haji
Dari sekian banyaknya pengalaman hidup yang telah dilaluinya, Sudi membaginya kepada masyarakat lewat satu buku biografi berjudul “Jenderal Batak dari Tanah Jawa. Peluncuran buku tersebut dilakukan di kediamannya, Jl Widya Chandra, Jakarta dan bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke-62.
SBY menilai pribadi Sudi Silalahi adalah sebagai pribadi yang setia, tidak memiliki agenda tersembunyi dan bukan tipe “pembebek”. Bahkan SBY juga mencontohkan kiprah Sudi dalam politik dan pemerintahan. Sudi Silalahi, tatkala menjabat sebagai Sekretaris Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam), Sekretaris Kabinet (Seskab), dan sebagai Mensesneg, segera menjalankannya sepenuh hati.
Dalam buku yang disusun M Abdul Aziz Ritonga dan memiliki tebal 302 halaman itu, banyak dikisahkan berbagai pengalaman hidup Sudi Silalahi. Mulai dari masa kecil, perantauannya di berbagai tempat ketika menuntut ilmu, karir di dunia militer, kisah percintaan dengan istri, Sri Rahayu Mulyani hingga pertemanannya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Maka tak aneh, saat Sudi bermaksud melaporkan rencana penerbitan bukunya kepada SBY, SBY menyatakan wajib hukumnya bagi dirinya untuk menulis kata pengantar pada buku itu.
Bahkan dalam kata pengantarnya, SBY memberi judul “Pekerja Keras, Religius dan Setia” dengan memberi lima penilaian terhadap sosok Sudi Silalahi. Pertama, SBY dan Sudi memiliki idealisme dan “nice dream” tentang negara ini. “Kami berdua merasa memiliki idealisme dan nice dream tentang negara ini. Kami, sebagaimana rakyat Indonesia, ingin betul negeri ini terus berkembang menjadi negara yang maju, modern, adil, dan makmur. Kami tahu perjalanan ke arah itu akan sangat panjang, serta rintangan dan tantangannya pun amat berat. Namun, kami merasa yakin, dengan ikhtiar dan pertolongan Allah, kita akan sampai pada Indonesia yang kita cita-citakan itu,” ujar Sudi.
Kedua, SBY menilai pribadi Sudi Silalahi adalah sebagai pribadi yang setia, tidak memiliki agenda tersembunyi dan bukan tipe “pembebek”. Bahkan SBY juga mencontohkan kiprah Sudi dalam politik dan pemerintahan. Sudi Silalahi, tatkala menjabat sebagai Sekretaris Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam), Sekretaris Kabinet (Seskab), dan sebagai Mensesneg, segera menjalankannya sepenuh hati. Sebagai seorang menteri, SBY menilai Sudi sangat paham atas suatu masalah yang telah diputuskan Presiden dan ia selanjutnya mencari solusi yang dibutuhkan.
“Dalam menjalankan instruksi, keputusan, dan kebijakan saya, Sudi tidak pernah menghitung untung-rugi, termasuk dari segi politik untuk dirinya. Ini sesungguhnya merupakan etika politik yang mesti dimiliki oleh siapa pun yang menjadi pembantu Presiden,” seperti ditulis SBY dalam kata pengantarnya.
Ketiga, sikapnya yang responsif dan pekerja keras. Keempat, SBY memiliki kecocokan dalam pengelolaan administrasi, utamanya administrasi keuangan. Kelima, SBY dan Sudi sama-sama memiliki sikap yang moderat.
Selain mengangkat sisi humanis dari seorang Sudi Silalahi, dalam buku itu juga diceritakan tentang kedekatannya dengan SBY, karier militernya yang penuh liku, dan berbagai tudingan yang dialamatkan kepadanya. Seperti kasus renovasi KBRI di Seoul.
Kasus itu menurut Sudi berawal pada 20 Januari 2005. Dengan mengatasnamakan jabatannya sebagai Seskab, Sudi Silalahi mengirim surat kepada Menteri Luar Negeri RI dan meminta Menlu untuk merespons dan menerima presentasi dari manajemen PT Sun Hoo Engineering tentang rencana pembangunan gedung KBRI di Seoul, Korea Selatan. Surat ini kemudian disusul dengan surat kedua pada 21 Februari 2005, dengan isi yang sama, namun diperkuat dengan permintaan untuk ‘menindaklanjuti’ yang diberi penekanan dengan huruf miring. Dalam surat itu juga dilampirkan 4 berkas proposal dan dua maket.
Entah mengapa surat-surat itu kemudian berpindah ke tangan wartawan. Alhasil kasus itu ramai dan menjadi headline di berbagai surat kabar setahun kemudian. Banyak pihak, diantaranya mantan presiden RI Abdurrahman Wahid serta kalangan anggota DPR menganggap, apa yang dilakukan Sudi dinilai di luar batas kepatutannya sebagai pejabat negara.
Meskipun tak ada kejelasan akhir kasus tersebut, Presiden SBY juga angkat suara. Akhirnya, kasus tersebut diakhiri dengan penjelasan Sudi bahwa dua surat bernomor B22/Seskab/1/2005 tanggal 20 Januari 2005 dan B68/Seskab/II/2005 tanggal 21 Februari 2005 adalah palsu. Kemudian, Sudi juga melaporkan anak buahnya berinisial AA sebagai orang yang dianggap telah memalsukan surat-surat tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, AA diberitakan telah mengaku menerima imbalan atas keluarnya surat tersebut.
Tangan Kanan SBY
Sudi Silalahi disebut banyak orang sebagai tangan kanan Presiden Yudhoyono. Bahkan secara fungsional, ia disebut-sebut sebagai orang ketiga pemerintahan SBY. Dia disebut juga dapat berperan menyeimbangkan laju Wapres Jusuf Kalla yang saat itu tampak bergerak atraktif.
Saat SBY masih Menko Polkam, Sudi Silalahi sudah mendampinginya sebagai Sekretaris. Saat SBY melakukan ‘uji kelayakan’ kepada para calon menterinya, adalah mantan Kepala Staf Kodam Jaya ini yang dipercaya memanggil untuk datang ke Cikeas, kediaman SBY.
Mantan Askomsos Kaster ABRI (1998), ini juga berperan dalam Tim Penilai Akhir (TPA) yang dipimpin langsung Presiden SBY dan bertugas menentukan para direksi BUMN dan eselon satu di setiap departemen. Di TPA yang beranggotakan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Meneg BUMN Sugiharto, Meneg PAN Taufik Effendi dan menteri departemen teknis, itu Sudi disebut-sebut sebagai tangan kanan Presiden SBY.
Sumbangsihnya dalam proses persiapan dan pencalonan hingga terpilihnya SBY jadi presiden, juga cukup penting. Dia berperan mendesain penayangan iklan Menko Polkam pada kondisi politik pencalonan presiden sudah mulai meningkat. Iklan itu dinilai pihak Megawati dan berbagai pihak sebagai iklan terselubung SBY yang telah lama bersiap-siap jadi calon presiden.
Sudi juga yang pertama kali mengungkap kepada pers bahwa Menko Polkam SBY sudah sering tidak diikutkan dalam Sidang Kabinet bidang Polkam. Hal ini dilontarkan kepada pers sedemikian rupa sehingga seolah-olah SBY sedang berada dalam posisi teraniaya.
Sehingga publik tidak lagi berpikir bahwa Menko Polkam SBY mengkhianati Megawati. Karena, konon, Megawati beberapa kali bertanya, apakah ada anggota kabinetnya yang akan maju mencalonkan diri jadi Capres atau Cawapres? SBY tidak menjawabnya dengan jujur.
Padahal SBY sudah lama mempersiapkan diri jadi calon presiden. Bahkan telah mendirikan Partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya. Dalam kondisi persiapan pencalonan ini, tampaknya Sudi Silalahi sangat berperan strategis. Sehingga popularitas SBY melonjak demikian tajam melampau para pesaingnya, termasuk Megawati.
Misalnya, menjelang pemilu legislatif April dan pemilu presiden Juli 2009, Sudi dipercaya untuk menjadi tim sukses dalam mengonsolidasi simpul-simpul massa di seluruh Indonesia. Diantaranya dengan membentuk jaringan Majelis Dzikir SBY Nurussalam yang terbukti mampu mendongkrak jumlah suara pemilih Partai Demokrat dalam pemilu.
Maka ketika SBY terpilih kembali menjadi presiden, berbagai kalangan telah memperkirakan bahwa mantan Pangdam V Brawijaya, Surabaya, 1999, ini akan berperan besar dalam kabinet. Hal itu memang terbukti. Setelah sempat menjadi Menteri Negara Sekretaris Kabinet, Sudi kemudian menjadi Menteri Sekretaris Negara dalam Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2014). guh, tsl