
[DIREKTORI] Maruarar Sirait, politisi muda PDI Perjuangan kelahiran Medan, 23 Desember 1969, itu layak diapresiasi sebagai ”Ikon Kematangan Berpolitik Politisi Muda Indonesia’. Sebab, saat dia amat dikecawakan (dicoret) oleh Presiden Jokowi dan ketua umumnya (Megawati Soekarnoputri), dia terlihat sangat matang menyikapinya. Dia malah menyebut: ”Megawati Bijak, Visioner dan Tak Feodal.”
Beberapa saat menjelang pengumuman dan perkenalan nama-nama menteri Kabinet Kerja Presiden Jokowi (Minggu, 26/10/2014), Maruarar sudah datang ke Istana Merdeka. Dia salah satu putera bangsa yang masuk dalam daftar nama bakal menteri yang diundang ke Istana Merdeka. Maruarar yang dinominasi menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) itu telah mengenakan kemeja putih sebagaimana disyaratkan dalam undangan.
Tetapi beberapa menit sebelum pengumuman, namanya dicoret dan digantikan oleh Rudiantara. Maruarar yang tentu amat kecewa dan malu, beranjak meninggalkan Istana Merdeka menju rumah kediaman Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Tampaknya, dia ingin mempertanyakan kepada Ketua Umumnya itu, kenapa namanya dicoret? Tapi kekecewaan dan rasa malunya makin bertambah pedih, karena Megawati, Sang Idolanya dalam ideologi politik, tak keluar untuk menemuinya.
Dengan tertunduk kecewa dan malu, dia meninggalkan rumah Megawati. Tidak ada kabar kemana dia pergi untuk menenangkan diri. Namun, tengah malam, dia kembali kepergok oleh wartawan saat beranjak pulang meninggalkan Istana Merdeka lewat pintu belakang diantar oleh Presiden Jokowi.
TokohIndonesia.com dan beberapa wartawan lainnya sebelumnya telah mendapat sebuah copy dokumen yang mencantumkan nama Maruarar bakal menjadi Menkominfo. Maka wartawan pun sempat mempertanyakan alasan pencoretan nama Maruarar kepada Jokowi. Jokowi terlihat kikuk dan enggan menanggapinya.
TokohIndonesia.com dan beberapa wartawan lainnya sebelumnya telah mendapat sebuah copy dokumen yang mencantumkan nama Maruarar bakal menjadi Menkominfo. Maka wartawan pun sempat mempertanyakan alasan pencoretan nama Maruarar kepada Jokowi. Jokowi terlihat kikuk dan enggan menanggapinya. Jokowi mengatakan Ara (panggilan akrab Maruarar) akan tetap membantunya dalam melaksanakan tugas. “Yang jelas Ara akan terus bantu saya,” ucap Jokowi, Minggu (26/10/2014). “Dalam posisi apa?” kejar wartawan. Kembali Jokowi terlihat kikuk. “Iya kawan baik,” jawabnya.
Lalu, Jokowi pun meminta Ara untuk menjelaskannya kepada media. “Saya kan fansnya Jokowi. Kita yakin Indonesia lebih baik di bawah Jokowi, kan kabinetnya profesional,” ucap Ara seraya melangkah naik mobilnya. Dia pergi membawa kekecewaan dan rasa malunya.
Sungguh, dia dikecewakan dan dipermalukan. Bahkan para simpatisan dan pendukungnya menyebut Maruarar telah dikhianati Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDI-P Megawati. (Inilah Pengkhianatan Jokowi Kepada Maruarar Sirait, Batak, Tapanuli dan HKBP; http://silontong.com/2014/10/27/inilah-pengkhianatan-jokowi-kepada-maruarar-sirait-batak-tapanuli-dan-hkbp/).
Namun dihadapan publik, politisi muda PDI Perjuangan, itu sama sekali tidak memperlihatkan kekecawaannya. Dia selalu bersikap wajar dan tenang. Padahal berbagai pihak yang bersimpati padanya sudah menumpahkan kekecewaan kepada Jokowi terutama kepada Megawati karena mencoretnya dari daftar nama bakal menteri. Bahkan beberapa pengamat telah ‘mengompori’ kekecewaan Maruarar yang diprediksi akan meledak.
Maka ketika Lembaga Survei Cyrus dan beberapa pihak memprovokasi menyebut Joko Widodo paling pantas duduk di posisi Ketum PDI Perjuangan melebihi Megawati Soekarnoputri, Maruarar dimintai pendapat. (Berdasarkan survei Lembaga Survei Cyrus, melibatkan 1.200 responden untuk mengukur regenerasi parpol, yang dirilis Ceo Cyrus Network, Hasan Nasbi, di Consulate Lounge, Jl Wahid Hasyim, Jakarta, Senin, 15/12/2014, perihal siapa yang layak jadi Ketum PDI Perjuangan: Jokowi di peringkat pertama 26,1 persen, disusul Puan Maharani 18,6 persen dan Megawati hanya urutan tiga 16,7 persen. Ditegaskan salah satu hasilnya adalah Megawati dinilai tidak layak menjadi Ketum PDIP lagi).
Menanggapi hal ini, Maruarar tak terbawa rasa kecewa dan rasa malunya. Dia menunjukkan kematangannya berpolitik. Dia tidak mau terprovokasi. Bahkan Maruarar menilai Megawati Soekarnoputri paling pantas memimpin PDI-P kembali di periode berikutnya karena visioner dan bijaksana. Dia juga menyebut Mega tidak bersikap otoriter dalam menggunakan kekuasaannya.
“Bu Mega masih dibutuhkan partai karena bijaksana dan visioner. Bayangkan, dia memilih Jokowi ketika bisa punya dua kekuatan besar saat itu,” kata Maruarar saat dihubungi Tempo, Senin, 22 Desember 2014. (http://www.tempo.co/read/news/2014/12/23/078630410/Maruarar-Megawati-Bijak-Visioner-dan-Tak-Feodal). Jawaban Maruarar ini tentu diluar dugaan pihak-pihak yang ingin memprovokasi.
Maruarar menjelaskan, kebijaksanaan Megawati terlihat saat partainya meraih suara terbanyak saat Pemilihan Umum 2014. Selain itu, jelas Maruarar, Kongres Nasional 2010 yang dihadiri 500 pengurus DPD tingkat kabupaten kota dan 33 provinsi memutuskan pencalonan presiden dari partai ditentukan oleh Ketua Umum. “Dalam hal ini Ibu Mega punya kewenangan. Artinya, Mega bisa jadi presiden kalau dia egois dan feodal. Apakah dia lakukan itu? Dia demokratis dan dengar suara rakyat,” kata Maruarar.
Menurut Maruarar itulah bukti bahwa Megawati juga visioner dalam menentukan pemimpin dan kader muda. “Itu membuktikan. Lihat tokoh muda di DPR, ada Adian Napitupulu, Rieke Dyah, sekarang banyak yang muda dan bagus. Apakah mungkin kalau tak ada endorsment (dari Ketua Umum)?” ujar Maruarar.
Maka menurut Maruarar, dalam Kongres April 2015 di Bali, semua kader akan sepakat memilih Megawati menjadi Ketua Umum periode 2015-2020. Maruarar yakin tidak akan ada kader lain yang sanggup mengemban tugas partai selain Mega. “Bukan tak ada kader yang mau, tapi kader sepakat pilih Ibu Mega,” kata Maruarar.
Politisi Muda Mumpuni
Maruarar Sirait adalah salah satu politisi muda PDI-P yang tergolong mumpuni. Putera politisi senior PDI-P Sabam Sirait tersebut sudah terpilih tiga periode menjadi Anggota DPR RI (2004-2009, 2009-2014 dan 2014-2019) dari Dapil Jawa Barat IX (Sumedang, Subang dan Majalengka).
Selama berkiprah di DPR (Komisi XI), Ara telah menunjukkan integritas dan kapabilitasnya. Dia politisi muda yang ideologis (Pancasila), taat asas, visioner, kaya gagasan, kritis tapi santun dan berpihak kepada kebenaran.
Saat duduk di bangku kuliah, suami dari Shinta Triastuti dan ayah dari dua anak ini telah aktif di organisasi kemahasiswaan, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Bandung. Di organisasi ini dia banyak belajar mengenai dunia politik. Politik dalam etika Kristiani. Politik yang berguna bagi orang lain, politik yang suci. Dia juga bergabung dengan Resimen Mahasiswa Unpar.
Kemudian, dia menjadi Ketua Umum Taruna Merah Putih dan Wakil Bendahara DPD PDI Perjuangan Jawa Barat. Tahun 2000, Ara menjadi Bendahara DPD PDI Perjuangan Jawa Barat. Kemudian menjadi Ketua DPP PDI Perjuangan, 2005-2010 dan 2010-2015.
Ara mengecap pendidikan dasar di SD PKSD VI, Jakarta, 1982. Kemudian melanjut ke SMPK Ora et Labora, Jakarta, 1985; SMA Negeri 47 Jakarta, 1988; dan meraih gelar sarjana (S1) dari FISIP Universitas Parahyangan, Bandung, 1996. Penulis: Binsar Halomoan | TokohIndonesia.com