Maestro Tata Rambut
Rudy Hadisuwarno
[DIREKTORI] Ia merupakan ikon dan barometer perkembangan tata rambut baik di Tanah Air maupun mancanegara. Selain aktif menularkan ilmunya di lembaga pendidikan yang didirikannya, penerima penghargaan Satya Lencana Pembangunan 1984 ini memiliki jaringan bisnis salon rambut dan kecantikan yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Berkat inovasi dan konsistensinya, tata rambut sudah menjadi profesi profesional bukan sekadar alternatif atau mengisi waktu luang.
Ketertarikan pria kelahiran Pekalongan 21 Oktober 1949 ini pada profesi penata rambut berawal saat ia lulus SMA. Sulung dari empat bersaudara ini ingin meneruskan pendidikannya di perguruan tinggi. Sebagai anak tertua, ia tak ingin terus menambah beban kedua orangtuanya yang masih harus menanggung hidup ketiga adiknya. Oleh sebab itu, putra pasangan Iskandar Hadisuwarno dan Tresna Lestari Suteja ini mulai memikirkan cara bagaimana agar ia dapat memperoleh penghasilan untuk membiayai kuliahnya.
Saat itu, ibundanya tercinta membuka usaha salon kecil di rumah. Sang ibu diakui Rudy merupakan seorang penata rambut yang cukup mahir di Pekalongan. Tak heran, banyak pelanggan yang berdatangan ke salon milik ibunya tersebut. Hampir setiap hari selepas pulang sekolah, ia selalu memperhatikan cara kerja ibunya dalam memotong dan menata rambut pelanggannya. Dari situ ia mulai merasakan ada ketertarikan untuk menekuni dunia tata rambut. Dari ibunyalah, Rudy pertama kali berguru tentang bagaimana menata rambut dengan baik dan benar.
Setelah dirasa cukup terampil, Rudy mulai menjalankan usaha penataan rambutnya di sebuah ruang tamu bermodalkan peralatan sederhana dan hanya dilengkapi baskom kaleng serta meja makan. Rudy yang ketika itu masih tercatat sebagai mahasiswa Universitas Negeri Jakarta, tiba pada satu pemikiran, bahwa profesi penata rambut ternyata bukan sekadar sambilan, namun bisa mendatangkan penghasilan yang cukup baik, tidak kalah dengan pekerjaan lainnya seperti dokter, insinyur dan lainnya. Hal tersebut membangkitkan kesadarannya bahwa profesi penata rambut dapat menjadi industri jasa yang menjanjikan.
Usai merampungkan kuliahnya, ia melanjutkan studinya ke sekolah-sekolah tata rambut terkemuka di Tokyo, Paris, London, dan San Fransisco. Rudy kemudian mengawali kariernya sebagai penata rambut profesional pada 1968 dengan membuka salon pertamanya di Jakarta. Selama 10 tahun pertama sampai tahun 1978, ia meletakkan dasar yang kuat dalam bisnisnya, yaitu hanya mengelola sebuah salon saja, dimulai dari hanya memiliki 1 kursi menjadi 20 kursi. Rudy juga hanya menangani satu sekolah tata rambut.
Melihat usaha salon dan sekolah yang didirikannya semakin berkembang, Rudy lalu membuka cabang-cabang di berbagai daerah. Sedikitnya sudah ada 150 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Mulai dari Medan, Manado, Gorontalo, Denpasar, Lombok, hingga Merauke.
Setelah itu, ia mulai memperluas jaringan bisnisnya melalui Rudy Hadisuwarno Organization (RHO) yang mengelola lebih dari 100 outlet. Bahkan sejak 1981, RHO mengadakan Kompetisi Tata Rambut dan Make Up yang menjadi acara tahunan bagi dunia tata rambut dan make up nasional. Dan untuk membagi ilmu yang ia miliki, setiap tahun Rudy mengadakan seminar tata rias rambut dan wajah ke seluruh penjuru Indonesia.
RHO telah memiliki bisnis salon terkemuka yaitu: Rudy Hadisuwarno Hair & Beauty yang memiliki konsep sebagai pusat kecantikan dan tata rambut dimana di dalamnya terdapat dokter gigi dan klinik kecantikan. RHO juga merasa memiliki kewajiban untuk memberikan layanan yang terbaik bagi konsumennya lewat produk-produk penataan dan perawatan rambut seperti shampoo, conditioner, produk penataan, perawatan, pewarnaan rambut dan sebagainya.
Dalam menjalankan bisnis, Rudy terkadang harus menemui jalan berliku, salah satunya adalah krisis ekonomi di tahun 1998 yang memang berpengaruh terhadap bisnisnya, dimana para pelanggan menjadi lebih berhemat. Namun Rudy tidak menyerah, justru dalam kondisi seperti itu, ia menemukan peluang baru mengatasi krisis, yakni dengan membuka salon untuk segmen menengah. Salon Rudy by Rudy Hadisuwarno dikhususkan sebagai salon keluarga, Brown Salon by Rudy Hadisuwarno sebagai salon khusus remaja, salon khusus untuk anak Kiddy Cuts dan yang terbaru adalah salon khusus pria Maxx by Rudy Hadisuwarno.
Setelah hampir setengah abad mengembangkan bisnisnya, Rudy mulai berupaya untuk melakukan regenerasi dengan menurunkan kemampuan dan keahliannya kepada orang yang dipercayainya. Salah satu keponakannya bernama Diana telah dipersiapkannya untuk menjadi the next generation Rudy Hadisuwarno. Hal itu dilakukannya supaya bisnis yang didirikannya dapat terus bertahan di tengah semakin pesatnya persaingan.
Segmentasi produk ini ternyata menjadi jalan keluar di saat krisis. Dengan adanya segmentasi maka pelanggan kelas A tidak meninggalkan Rudy, tapi bergeser menggunakan jasa untuk segmen B, sehingga si pelanggan tidak lari ke mana-mana, tapi tetap menggunakan jasa Rudy.
Selain perencanaan yang matang, hal lain yang penting untuk mencapai keberhasilan adalah inovasi dan konsistensi. Bergelut di dunia tata rambut, tidak menjadikan Rudy berpuas diri, namun Rudy juga berusaha mencari ide-ide baru yang dapat memberikan manfaat bagi pelanggannya. Salah satu inovasi yang Rudy ciptakan adalah Creambath. “Kita perlu berinovasi, mencari hal-hal yang baru, seperti Creambath, itu adalah saya yang menemukan,” demikian dinyatakan Rudy seperti dikutip dari situs vibizdaily.com.
Pada tahun 70-an, Rudy melihat bahwa perawatan rambut di Indonesia saat itu masih menggunakan minyak kelapa, demikian juga di negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia dan Thailand. Untuk negara Barat, juga masih menggunakan minyak zaitun. Akibat penggunaan minyak kelapa atau minyak zaitun tersebut, maka rambut tidak bisa diblow. Dari situlah timbul ide dari Rudy, untuk menggunakan unsur lainnya bagi perawatan rambut, yang sekarang ini kita kenal dengan Creambath.
Tidak sampai di situ saja, Rudy juga membuat inovasi lain. Dengan berkembangnya teknologi pelurusan dan pewarnaan rambut, ternyata berdampak pada kerapuhan rambut. Tentu rambut rapuh tidak bisa dirawat dengan cara Creambath karena akan semakin merusak rambut. Maka akhirnya Rudy menemukan cara perawatan rambut “Hairmask”. “Jadi bukan wajah saja yang bisa dimasker, tapi rambut juga bisa,” demikian kata Rudy.
Untuk metode gunting rambut, Rudy juga terus mencari ide-ide baru. Berdasarkan pembelajaran dan perbandingan yang Rudy lakukan dalam metode pengguntingan rambut di mancanegara, maka Rudy akhirnya dapat menemukan metode pengguntingan rambut yang disesuaikan dengan jenis rambut dan kultur masyarakat Indonesia. Anak buahnya juga seringkali harus rajin browsing internet untuk memberi masukan kepadanya. Untuk trend, biasanya Rudy selalu meluncurkan trend setahun dua kali. Prosesnya, ide-ide yang telah dikombinasikan itu diformatkan ke dalam desain. Baru kemudian disusun suatu patokan desain. Selanjutnya diterapkan kepada model untuk dijadikan bahan dalam rangka memperkenalkan trend yang akan diluncurkan.
Selain inovasi, Rudy juga menekankan perlunya konsistensi, “Sampai sekarang ini, saya tidak beralih ke mana-mana, tetap pada dunia tata rambut.” Dengan konsistensi tersebut, ia menjadi fokus dan lebih mendalami bisnis yang dilakukan sehingga timbul ide-ide yang baru dan menghasilkan.
Setelah hampir setengah abad mengembangkan bisnisnya, Rudy mulai berupaya untuk melakukan regenerasi dengan menurunkan kemampuan dan keahliannya kepada orang yang dipercayainya. Salah satu keponakannya bernama Diana telah dipersiapkannya untuk menjadi the next generation Rudy Hadisuwarno. Hal itu dilakukannya supaya bisnis yang didirikannya dapat terus bertahan di tengah semakin pesatnya persaingan.
Perkembangan dunia kecantikan menurut sang maestro semakin kompetitif. Sekarang ini orang banyak sekali membuka salon bahkan dapat dikatakan sudah tidak terkendali. Menurutnya, “Kita bisa saja mengatakan bahwa pasar masih sangat bagus. Tapi, pada akhirnya ke depannya akan tersaring dan 10 sampai 15 tahun ke depan, salon yang benar-benar bisa bertahan secara bisnis, adalah salon-salon yang dikelola secara baik. Baik dalam arti manajemennya, kemudian marketingnya, SDM-nya, sarana dan prasarananya juga harus baik,” jelasnya seperti dilansir situs beauty 8.
Menurutnya, idealnya setiap salon mempunyai pusat pelatihan sendiri dan harus dapat menciptakan tenaga kerja baru, bukan dengan cara bajak membajak dari salon lain. Oleh karena itu, biaya tenaga kerjanya makin lama akan semakin tinggi. Setelah reformasi, terjadi peningkatan apresiasi terhadap pendapatan pekerja salon. “Dulu sekitar tahun 90an, peserta sekolah tata rambut kami sebagian besar adalah ibu-ibu yang ingin buka salon sebagai alternatif memperoleh penghasilan tambahan atau sekadar iseng mengisi waktu luang. Namun sekarang ini, sekitar 80% peserta sekolah kami adalah remaja lulusan SMA yang memang sudah menjadikan tata rambut ini sebagai profesi, bukan alternatif lagi,” demikian diceritakan Rudy mengenai perkembangan tata rambut yang semakin menarik minat masyarakat.
Bagi pria berkacamata ini, untuk belajar tata rambut tidak memerlukan waktu yang lama, cukup 9 bulan saja. Bisa saja memang, orang yang memiliki talenta atau belajar sendiri (otodidak) menekuni dunia tata rambut, namun harus menyadari bahwa tata rambut adalah suatu ilmu bukan sekadar skill, jadi harus tetap belajar. Dengan mempelajari tata rambut inilah, maka akan terbuka wawasan bahwa tata rambut bukan sekadar potong rambut, tapi bisa lebih luas dari itu. Apalagi saat ini masyarakat sudah menyadari akan hal itu, maka minat masyarakatpun semakin besar untuk menekuni dan menjalankan usaha tata rambut ini.
Selain dikenal luas di negeri sendiri, nama Rudy Hadisuwarno juga tersohor di mancanegara. Berbagai pengakuan internasional pernah diraihnya, antara lain pada tahun 1977, Rudy menjadi ahli tata rambut pertama di Asia Tenggara yang diangkat menjadi anggota Intercoiffure Mondial, yaitu perhimpunan ahli-ahli tata rambut profesional sedunia yang berpusat di Paris. Di sana, ia bersanding dengan nama-nama besar di dalam dunia tata rambut seperti Alexandra de Paris, Vidal Sassoon, dan Patric Ales.
Pada tahun yang sama, ia menerima penghargaan World Master of The Craft Award dari The Art and Fashion Group International, sebuah organisasi dunia di bidang tata rambut yang berpusat di New York. Atas kontribusinya dalam mengembangkan profesi tata rambut di dunia, dalam kongres Intercoiffure di New York tahun 1980, Rudy menerima Medaille de Chavelier de la Chavelerie Intercoifferu Mondial.
Rudy juga menjadi salah satu pendiri Guillaume Foundation, yang antara lain mengelola museum tata rambut yang pertama di dunia yang terletak di Paris. Di Indonesia sendiri, tahun 1984, Rudy menerima Satya Lencana Pembangunan dari Presiden Soeharto. Tahun 2004, kembali Intercoiffure memberinya penghargaan The Officer Award of The Ordre de la Cavelerie. Kini, Rudy menjabat sebagai sekretaris umum dan vice chairman di Persatuan Ahli Tata Kecantikan Kulit dan Rambut Indonesia, Tiara Kusuma.
Di balik sederet prestasi itu, rupanya ia masih memendam cita-cita lain, yakni ingin go international. Ia ingin sekali membuka cabang-cabang brand Rudy Hadisuwarno di luar negeri. Sehubungan dengan kesiapannya untuk go international, pria yang murah senyum ini menjelaskan bahwa ada dua hal yang terpenting, pertama adalah kesiapan dan yang kedua adalah peraturan-peraturan.
Misalnya di negara setempat, apakah kita bisa mengirimkan tenaga kerja? Karena orang membeli franchise, berarti tenaga kerja juga dari kami. Jadi, jika negara yang bersangkutan memiliki peraturan yang rumit, ini akan menghambat. Itulah yang menjadi pertimbangan utamanya dalam rangka go international seraya berharap dengan adanya AFTA akan mempermudahkan untuk mewujudkan cita-citanya tersebut. eti | muli, red