Pendidik di Bidang Mode

Susan Budihardjo
 
0
410
Susan Budihardjo
Susan Budihardjo | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Kecintaannya pada dunia fashion membuat ia mendirikan Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo di tahun 1980. Lebih dari tiga dasawarsa, ia menjadi praktisi sekaligus pendidik yang telah banyak menemukan talenta baru di ranah fashion Indonesia.

Berawal dari hobi menggambar dan membuat sketsa, Susan Budihardjo berhasil membangun karirnya di dunia fashion Indonesia. Susan yang gemar menggambar sejak kecil ini mengaku mewarisi darah seni dari sang ibu, yang juga seorang guru menggambar. Selain itu, sang kakek juga merupakan seorang penggemar lukisan. Kecintaan pada seni menggambar itu lantas tumbuh hingga ia beranjak dewasa.

Meski gemar menggambar sejak masih belia, menurut Susan bakatnya itu tak begitu saja menemukan saluran yang tepat. Hanya saja, saat duduk di bangku SMA, Susan sudah mulai mencoba-coba merancang pakaian terutama gaun pesta. Kebetulan ketika itu, sekitar penghujung tahun 60-an, anak-anak muda seumuran Susan tengah gandrung berpesta.

Kendati bakatnya untuk menjadi seorang desainer sudah mulai terlihat, Susan ternyata masih gamang dalam menentukan jalan hidupnya. Terlebih teman-teman sebayanya saat itu biasanya bercita-cita menjadi dokter atau arsitek. Alhasil, setelah tamat SMA, Susan pun memilih untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Tarumanegara (Untar) jurusan Arsitektur.

Namun, lantaran merasa bosan, ia hanya sanggup bertahan di kampus itu selama satu semester. Susan kemudian mulai mencari tahu di mana potensinya dan memutuskan untuk meninggalkan bangku kuliahnya di Untar. Seiring berjalannya waktu, Susan pun mulai tertarik untuk menekuni dunia fashion. Terutama setelah ia menangkap peluang masih sedikitnya merk dan butik fashion ketika itu. Kegiatan merancang dan membuat gaun mulai ia lakoni meski hanya sebatas untuk konsumsi pribadi. Penampilan Susan yang tampak anggun dan cantik dengan gaun-gaun hasil rancangannya mulai menarik perhatian teman-temannya. Sejak itulah, Susan mulai menikmati profesinya sebagai desainer.

Hingga akhirnya, pada tahun 1971, Susan secara khusus mendalami ilmu fashion di Akademi Seni Rupa dan Desain (Asride), Jakarta. Setahun kemudian, ia berhasil menyelesaikan studinya di kampus yang dulu lebih dikenal dengan nama ISWI itu. Tak cukup puas menimba ilmu di dalam negeri, Susan bertolak ke Jerman pada tahun 1974. Namun, karena tidak cocok dengan suasana mode dan budaya Jerman, Susan pun merasa tidak kerasan hingga akhirnya ia memutuskan untuk pindah ke London Fashion Design School, Inggris.

Selanjutnya di tahun 1976, setelah resmi menjadi istri Iwan Budihardjo, Susan bermukim di Ottawa, Kanada untuk menemani sang suami. Di negara terluas di Amerika Utara itu, ia kembali mengambil kuliah jurusan fashion di Richard Robinson Couturier. Begitu lulus kuliah, tidak seperti mahasiswa fashion lainnya yang biasanya ingin menjadi desainer, Susan justru berpikir selangkah lebih maju. Ia tak ingin sekadar menjadi seorang desainer, tetapi juga ingin menurunkan ilmunya kepada orang banyak dengan mendirikan sekolah fashion sendiri. Susan menangkap peluang itu dari pengalaman pribadinya yang kesulitan saat harus mencari sekolah fashion yang tepat. Kalaupun ada, sifatnya lebih sebagai tempat kursus menjahit. Kebanyakan orang pada saat itu masih berpikiran kalau fashion itu identik dengan menjadi tukang jahit.

Pada tahun 1979, Susan kembali ke Indonesia dan mulai merintis karirnya sebagai desainer dengan membuka studio. Setahun kemudian, Susan melebarkan sayapnya dengan mendirikan sekolah fashion yang diberi nama Lembaga Pengajaran Tata Busana (LPTB) Susan Budihardjo. Misinya adalah menjadi sekolah fashion yang terjangkau bagi masyarakat Indonesia.

Bagi Susan Budihardjo, mengembangkan industri fashion lokal bukan hanya sekadar menjadi perancang tetapi juga memunculkan para desainer baru yang akan semakin memberi warna dunia mode di Indonesia bahkan dunia. Di samping itu, pendidikan yang baik dan benar akan sangat menunjang kreativitas seseorang dalam berkarya.

Di tahun-tahun awal ia merintis usaha tersebut, teman-temannya banyak yang memandang sebelah mata, bahkan tak sedikit yang berkata, “Nggak salah buka sekolah”. Namun Susan tak bergeming, ia tetap mantap dengan pilihannya. Bagi Susan Budihardjo, mengembangkan industri fashion lokal bukan hanya sekadar menjadi perancang tetapi juga memunculkan para desainer baru yang akan semakin memberi warna dunia mode di Indonesia bahkan dunia. Di samping itu, pendidikan yang baik dan benar akan sangat menunjang kreativitas seseorang dalam berkarya.

Perlahan tapi pasti, Susan mulai menyadari bahwa membuka sekolah fashion rupanya mempunyai prospek yang menjanjikan, terlebih di masa itu bisnis tersebut belum banyak dilirik di Indonesia. Padahal dunia mode kian menunjukkan geliatnya tahun demi tahun, hal itu dibuktikan dengan semakin banyaknya anak-anak muda yang tertarik untuk terjun sebagai penggiat mode.

Advertisement

Selain sibuk mengurus sekolah fashionnya, wanita berdarah Tionghoa ini juga terjun langsung sebagai pengajar. Dalam mengajar, Susan tidak memaksakan kehendaknya dengan menerapkan sebuah pakem tertentu, namun cenderung membebaskan para siswanya agar lebih kreatif dalam bereksperimen menciptakan suatu tren mode. “Karena ide di setiap kepala orang itu beda-beda,” kata Susan. Para siswa LPTB Susan Budihardjo ditempa untuk mengasah kemampuan mereka dalam menuangkan ide ke dalam desain pakaian hanya dalam kurun waktu satu tahun. Setiap siswa tak hanya mendapat bekal dari para pengajar semata. Mereka juga dibimbing oleh para desainer yang dengan telaten mendampingi mereka ketika merancang.

Kemampuan siswa itu selanjutnya akan diuji saat mereka memasuki jelang kelulusan wisuda. Para orang tua dan keluarga akan menyaksikan karya anak mereka setelah menimba ilmu di LPTB Susan Budihardjo. Kemudian pada saat wisuda juga diadakan kompetisi untuk memotivasi siswa menciptakan karya. Untuk menyemangati siswa, pemenangnya nanti akan mendapat penghargaan. Setiap tahunnya para wisudawan menampilkan karya rancangan yang menampilkan tema berbeda. Menurut Susan hal itu bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mampu mengeksplorasi ide yang dituangkan ke dalam desain.

Ia percaya, meski para siswa belum terlalu pakar dalam hal mendesain busana, namun hasil kerja keras mereka bisa terlihat dari busana yang mereka rancang. Mereka berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan tren yang belum ada, walaupun ada juga yang terlihat belum cocok. Susan juga menambahkan, untuk membantu siswanya menuju kesuksesan, hasil karya siswa yang terbaik akan ditampilkan dalam fashion show yang digelar di berbagai even di Jakarta hingga di daerah.

Sekolah mode Susan telah banyak menghasilkan bibit-bibit muda berbakat dengan keunikan dan ciri khasnya masing-masing. Nama-nama top seperti Sebastian Gunawan yang berguru pada Susan sejak berusia 16 tahun, couturier Eddy Betty, Chenny Han, Adrian Gan, Sofie, Edward Hutabarat, Deny Wirawan, Tri Handoko dan Widhi Budimulia, adalah segelintir orang dari ribuan lulusan LPTB Susan Budihardjo.

Tidak hanya mencetak perancang mode kenamaan, sekolah tersebut juga melahirkan banyak pelaku dan pengusaha mode, mulai perancang aksesori, sepatu, editor mode, hingga penata gaya. “Sudah ribuan murid yang lulus dari LPTB. Meskipun lulus dari satu lembaga namun mereka bisa eksis dengan karya masing-masing,” jelas wanita yang masih terlihat cantik dan modis di usia senjanya itu seperti dilansir situs indopos.com

Selain berhasil menelurkan talenta baru di ranah fashion Indonesia, sekolah mode milik Susan juga sukses menjadi pelopor bagi lahirnya lembaga pendidikan mode lokal yang terus “menyuplai” kebutuhan tenaga profesional dalam industri mode Tanah Air. Selain di Jakarta, Susan juga membuka cabang sekolah fashionnya di Semarang, Bali, dan Surabaya. muli, red

Data Singkat
Susan Budihardjo, Desainer dan pendidik di bidang mode / Pendidik di Bidang Mode | Direktori | sekolah, desainer, tionghoa, pengajar, perancang, busana, fashion, mode

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini