Bintang yang Terus Bersinar
Ari Wibowo
[SELEBRITI] Pria berdarah Indo Jawa-Jerman ini, mengawali karirnya sebagai peragawan dan foto model hingga kemudian menjatuhkan pilihannya menjadi bintang film dan sinetron. Di kalangan selebritis, peraih penghargaan Bintang Drama Televisi Pria Favorit tahun 2000 dari Panasonic Awards 2000 ini dikenal tidak merokok, rajin beribadah, dan berusaha menjadi teladan bagi lingkungannya.
Ari Wibowo lahir di Berlin, 26 Desember 1970, saat salju turun mewarnai suasana Natal di kotanya. Tidak lama setelah kelahirannya, Ari dan kakaknya, Ira, pindah dari kota Berlin ke sebuah kota kecil bernama Konstanz yang terletak di tepi danau Bodensee berbatasan dengan Swiss. Di kota inilah Ari menghabiskan masa kanak-kanaknya yang menjadi sumber inspirasi untuk kehidupannya kelak.
Sejak usia 7 tahun, Ari sudah tertarik dengan ilmu bela diri dan senang mengamati film. Untuk kesenangannya ini, ia tak segan berangkat sendirian naik bis, hanya demi menonton di sebuah bioskop kecil di tengah kota. Di usia itu, Ari kecil tak sekedar menikmati cerita atau gambar di layar lebar. Diam-diam ia mengamati dan menirukan tingkah polah akting para pemain film itu. Sementara untuk hobinya yang lain, Ari mendaftar diri sebagai anggota perguruan karate yang terletak di tingkat bawah tanah gedung apartemen yang dihuni keluarganya.
Sejak kecil, orangtuanya telah mengajarkan Ari untuk bertanggungjawab dan hidup mandiri. Jika Ari ingin nonton film tidak dengan begitu saja Ari bisa memperoleh uang untuk membeli tiket bioskop dari orangtuanya. Agar bisa selalu nonton film, Ari memutar otak untuk mendapatkan uang. Caranya dengan membawa anjing-anjing tetangganya JJS alias jalan-jalan sore, yang dikenal juga dengan istilah ‘dog walker’.
Kebetulan ada lima pasangan tetangga Ari di rumah tingkat itu, yang sehari-hari sibuk bekerja. Mereka punya anjing, tapi tak sempat mengajak anjingnya jalan-jalan. Jadilah Ari mengambil alih tugas itu hampir setiap sore setelah pulang dari sekolah. Setelah puas berkeliling selama dua jam, anjing-anjing tadi diantar Ari pulang ke rumah tuannya masing-masing. Untuk jerih payahnya, Ari mendapat upah antara 1 hingga 5 DM. Dari sini, Ari sudah mulai belajar untuk menghargai hasil keringat sendiri.
Setelah 10 tahun terbiasa dengan alam kehidupan Jerman, masakan Jerman, dan sehari-hari berkomunikasi dengan bahasa Jerman, Ari ikut orangtuanya menetap di Jakarta, Indonesia. Tentu saja, saat itu Ari sama sekali tak bisa berbicara dengan bahasa ayahnya, bahasa Indonesia. Celakanya, baru sebulan di Jakarta, Ari langsung dimasukkan sekolah ke SD Tarakanita II di Kebayoran Baru, dimana ia langsung duduk di kelas 5.
Mulanya, Ari berkomunikasi dengan teman-temannya melalui bahasa gambar dan isyarat tangan. Sepulang sekolah, tiap hari, ia mengikuti pelajaran tambahan bahasa Indonesia. Mulai membaca hingga mempelajari perbendaharaan kata dari buku-buku pelajaran Bahasa anak kelas 1 SD. Setelah beberapa tahun, Ari mendaftarkan diri pada Perguruan Tae Kwon Do. Seminggu dua kali Ari berangkat latihan dari rumahnya di Kebayoran Lama ke Pancoran naik sepeda 2 jam bolak-balik. Melihat rajinnya Ari berlatih, gurunya selalu menyuruhnya untuk ikut latihan bersama pemegang sabuk hijau ke atas, di saat Ari masih mengenakan sabuk putih. Berkat ketekunannya berlatih, ia pernah meraih juara 3 pada Kejuaraan Tae Kwon Do se-Jakarta dimana ia dihadapkan dengan pemegang sabuk merah (satu tingkat dibawah hitam). Hebatnya, pada saat itu Ari sebenarnya masih memegang sabuk putih!
Perlahan-lahan, Ari diperkenalkan ke dunia entertainment. Saat itu, Ari hendak menjemput kakaknya Ira Wibowo pulang dari latihan menari untuk sebuah pementasan di Jakarta. Ari didatangi salah seorang penyelenggara pementasan tersebut. Orang tadi menawari Ari untuk ikut serta dalam sebuah peragaan busana. Ari diminta untuk memperagakan karya perancang dunia tersohor dari Perancis, Pierre Cardin, di Hotel Hilton Jakarta.
Saat itu usia Ari baru 17 tahun.Tak pernah ia membayangkan sebuah ‘pintu’ bakal terbuka untuknya memasuki dunia entertainment. Malah, ketika ia kerap menonton film-film bioskop, jangankan berangan-angan, merencanakan memasuki dunia seni pun tidak ada dalam rencana hidupnya.
Usia boleh masih remaja, tapi sejak mula Ari sudah memiliki ‘prinsip’ untuk memasuki gerbang dunia hiburan. Ia menyadari bahwa tawaran perdana ini dapat menjadi titik awal yang akan menentukan berhasil tidaknya langkah Ari berikutnya.Terbukti kemudian, setelah penampilan pertama itu, tawaran untuk pemotretan mengalir deras. Ari laris jadi peragawan, model foto, dan bintang iklan majalah.
Beberapa waktu kemudian, datang tawaran seorang produser untuk membintangi sebuah film layar lebar, Ari merasa seolah menemukan wadah untuk mengekspresikan diri di dunia seni. Karena baginya, hanya melalui media ini ia dapat menjajal kemampuannya untuk berakting. Tidak lagi hanya sekedar berpose di depan kamera foto. Ketulusan dan niat Ari sejak awal kali terjun ke dunia seni berbuah. Untuk tawaran pertama di tahun 1989 ini, Ari langsung kebagian peran utama sebagai Valen dalam film karya Bobby Sandy berjudul Valentine. Tak tanggung-tanggung, ia dipasangkan dengan pemain-pemain yang sudah mendapat tempat di hati remaja, seperti Sophia Latjuba, Dian Nitami, Karina Suwandi, dan Thomas Djorghi.
Bermain bersama artis-artis yang sudah memiliki nama dan tempat di hati penonton, diakui Ari telah memberikan dampak positif bagi kelancaran karier Ari selanjutnya. Sehingga, nama Ari ikut terlambungkan dan mulai digandrungi masyarakat. Dari film pertama, disusul dengan empat film berikutnya, ia telah mendapat tempat tersendiri di hati para penontonnya.
Keterlibatan Ari pada produksi acara televisi, terjadi ketikadunia perfilman Indonesia mengalami pukulan berat, akibat kalah bersaing dengan film-film impor yang mulai membanjiri gedung-gedung bioskop Indonesia. Sedangkan Ari berkeinginan untuk tetap mengembangkan dan mengasah kemampuan aktingnya. Hingga datanglah tawaran bermain di sinetron Keluarga Van Danoe. Di sini Ari memerankan anak manja dari orang tua Indo-Belanda yang kaya raya. Meski penonton menyukai penampilannya yang lucu, tapi Ari merasa peran tersebut bertolak belakang dengan image yang ingin dibangunnya. Ari lantas ingin mengubah image itu. Niat itu terwujud dengan datangnya tawaran sebagai aktor laga dari seorang aktor laga senior untuk main di sinetron Deru Debu. Setelah menyelesaikan 10 episode pada sinetron ini, ia beralih ke sinetron laga lainnya berjudul Jacky, di mana Ari menjadi tokoh utamanya bernama Jacky.
Memang, sejak itu Ari dikenal sebagai aktor laga. Kesuksesan sinetron laga yang diperankan Ari, seperti Perjalanan dan juga Darah dan Cinta, kian menguatkan sosok Ari sebagai seorang aktor laga.
Sayangnya, masih ada anggapan beberapa orang bahwa aktor laga tidak mampu berakting menyaingi aktor-aktor drama. Cuma lihai fighting dan bertendang-tendang ria di depan kamera. Dan sebaliknya, aktor drama tidak bisa laga. Ini jadi tantangan bagi Ari yang tak mau disebut sebagai aktor laga semata. Ia hendak membuktikan, selain sanggup memerankan laga, Ari juga bisa menjawab tantangan berolah peran dalam sinetron drama. Hasilnya, Ari tampil dalam berbagai sinetron drama seperti Cinta Berkalang Noda, Tersanjung, Terlanjur Sayang, Badai Pasti Berlalu, dan sebagainya.
Belakangan Ari malah menolak untuk tampil dalam film atau sinetron laga yang sarat dengan kekerasan. Alasannya, ia tak ingin memberi contoh kekerasan terutama pada anak-anak. “Orang dewasa mungkin tahu bahwa itu sekadar akting, tapi anak-anak?” sebutnya prihatin. Adik ipar Katon Bagaskara ini menuturkan pada dasarnya Tuhan sangat membenci kekerasan. “Lambat laun hati kecil saya nggak enak, kok ngasih contohnya nggak benar, kekerasan kan tidak harus dibalas dengan kekerasan,” ulasnya.
Ari kemudian terjun ke dunia tarik suara pada tahun 1996 bergabung dengan Cool Colours yang anggotanya terdiri dari Ari Sihasale, Surya Saputra dan Jonathan. Penampilan ‘cool’ mereka sempat memukau para penggemarnya terutama para gadis dan ibu-ibu di berbagai kota di Indonesia.
Akting, seperti diakuinya, sudah menjadi bagian dari kehidupannya, meski ia menapaki sukses lewat catwalk. Bintangnya masih terus bersinar menerangi dunia sinetron, film dan relung hati sahabat dan penggemarnya. Meski hidupnya terbilang sudah mapan dan terkenal, Ari tetap ingat kepada pencipta-Nya. Seperti yang tercantum dalam websitenya, ariwibowo.com, “Kebahagiaan tidak didasari oleh banyaknya harta yang kita miliki, melainkan oleh kekayaan hubungan kita dengan Tuhan dan orang-orang yang kita hargai dan cintai…”, Ari mencoba menghidupinya hari demi hari.
Di usianya yang sudah berkepala tiga, Ari Wibowo masih menunggu waktu yang tepat untuk melepas lajang. Anak kedua dari dua bersaudara pasangan Wibowo Wirjodiprojo dan Sibylle Ollmann ini mengaku belum ada rencana yang matang. “Saya sangat berharap dia adalah calon terakhir,” seraya melirik sang kekasih, Dian Purba. e-ti | mlp