
[WIKI-TOKOH] Kisah hidup doktor bidang hukum dari Universitas Padjajaran Bandung ini cukup berwarna dan tak pantas ditiru. Ia pernah melakoni hidup sebagai tukang semir, loper koran, supir, bahkan sempat hampir putus sekolah. Namun berkat keuletannya, ia sempat berhasil menjadi seorang pendekar hukum di lembaga penegak konstitusi di Indonesia. Namun, dia ternyata bermental busuk. Dia dipecat dari jabatan Ketua MK karena tertangkap tangan menerima suap dan kemudian divonis penjara seumur hidup.
Akil Mochtar menghabiskan masa kecil dan remajanya di Putussibau, ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, sebuah daerah terpencil di perbatasan Indonesia-Malaysia sehingga sempat menjadi wilayah konflik antara kedua negara. Daerah ini kira-kira berjarak 860 km dari Pontianak, ibu kota Kalimantan Barat. Berhubung pada tahun 60-an belum ada jalur darat, daerah ini hanya bisa dijangkau lewat jalur sungai. Perjalanan dari Putussibau ke Pontianak bisa sampai 14 hari dengan kapal kecil.
Kedua orang tuanya, Mochtar Anyoek dan Junnah Ismail, sebenarnya memberi dia nama Rachmat Abdillah. Namun oleh pamannya yang bernama Den Mahmud, Rachmat Abdillah kecil diberi nama Muhammad Akil. Nama itu lama kelamaan menjadi akrab di telinga keluarga. Karena sang ayah dan ibu tidak begitu keberatan dengan nama itu, akhirnya ketika masuk sekolah pun, ia didaftarkan dengan nama Muhammad Akil Mochtar.
Pria kelahiran 18 Oktober 1960 ini punya kenangan tersendiri tentang orang tuanya. “Ayah saya hanya tamat SMA. Ibu saya malah buta huruf, nggak bisa membaca. Tapi dari keduanyalah saya bisa maju hingga seperti sekarang,” ujarnya.
Ada satu kisah dengan sang ayah yang selalu Akil kenang. Ketika Akil masih duduk di bangku SD, ia ikut membantu sang ayah menangkap ikan di sebuah sungai di kampungnya. Malam itu, Akil tidak fokus mengemudikan sampan karena mengantuk. Ketika tahu Akil mengemudi sampan dengan mengantuk, sang ayah pun menggoyang sampan sehingga Akil tercebur ke sungai. Rasa kantuknya pun sontak hilang dan berganti rasa takut. Ia pun cepat naik ke sampan sambil menangis dan menggerutu. “Kalau kerja itu jangan sambil tidurlah,” kata ayahnya saat itu.
Dalam hati Akil ketika itu, ayahnya begitu kejam. Namun setelah besar, ia baru memahami ada suatu pelajaran yang ditanamkan ayahnya saat itu, yakni bekerja harus sungguh-sungguh. Kalaupun dalam keadaan lelah dan mengantuk, kita harus kerja dengan benar.
Sementara ibunya termasuk figur yang mendidik dengan keras dan disiplin. Kalau tidak suka melihat sesuatu, ibunya akan langsung bicara. Ibunya pun sangat ketat dengan waktu. Bila masih ada anaknya yang keluyuran di luar jam sekolah, ibunya pasti marah.
Akil menjalani pendidikan dasar dan sekolah menengah pertama (SMP) sampai kelas 2 di Putussibau. Namun saat duduk di SMP kelas 3, ia bersekolah di SMP Negeri 2 Singkawang, di tempat kakaknya yang kebetulan tinggal di sana. Usai menamatkan SMP, orang tuanya nyaris tak bisa melanjutkan sekolah Akil ke tingkat lanjutan atas. Sebab orang tuanya juga harus mencukupi kebutuhan delapan saudaranya yang lain. Tapi karena tekad Akil yang sangat kuat untuk sekolah, orangtuanya pun berusaha sebisa mungkin mencari biaya sekolah. Berhubung di Putussibau pada saat itu belum ada SMA, Akil pun akhirnya masuk ke SMA Muhammadiyah Pontianak.
Bermodalkan semangat dari sang ayah yang menyebut, “Kalau mau merubah nasib, maka hijrahlah, merantau”, Akil berangkat dari Putussibau menuju Pontianak dengan menggunakan kapal boat. Selama 14 hari Akil menyusuri Sungai Kapuas.
Saat bersekolah di SMA Muhamadiyah Pontianak, Akil terpaksa masuk ke pusaran persoalan biaya sekolah yang menghimpit. Untuk menutupi biaya hidup, Akil memilih mengerjakan sesuatu yang jarang dilakukan remaja sebayanya. Ia misalnya pernah menjadi loper koran, tukang semir, sopir angkot, hingga calo.
Usahanya itu tak sia-sia dan ia berhasil lulus dari SMA tepat pada waktunya. Dengan sisa uang tabungannya, ia melanjutkan kuliah ke Fakultas Hukum Universitas Panca Bhakti Pontianak. Untuk menyambung kelangsungan kuliahnya, Akil menyambi menjadi supir usaha video shooting. Uang itulah yang ia tabung untuk hidup sehari-hari, biaya kuliah hingga menyelesaikan skripsi. “Waktu itu, untuk daftar skripsi Rp 75 ribu. Dari upah sopir saya cuma ada tabungan Rp 50 ribu. Sisanya pinjam sana-sini,” ujar Akil seperti dikutip harian Indopos.
Setelah menyandang gelar sarjana hukum, Akil sebenarnya ingin menjadi jaksa. Tapi oleh sesuatu hal, ia akhirnya terjun menjadi pengacara. “Saat itu sih pengennya jadi jaksa. Tapi akhirnya malah jadi pengacara. Alhamdulillah dari lawyer itu hoki saya bagus, rezeki mengalir,” kata suami Ratu Rita itu.
Selama menjadi pengacara, banyak perkara yang telah ditanganinya. Bersama Tamsil Soekoer dan Alamuddin misalnya, ayah dua orang anak ini pernah membela kasus salah vonis terhadap Lingah, Pacah dan Sumir di Ketapang, pada 1991. Satu hal yang istimewa dialaminya ketika menangani kasus ini, yakni ia tidak mendapatkan bayaran apapun dari kasus yang mencuat hingga tingkat nasional dan internasional itu. Baginya, itu merupakan komitmen sosial.
Bersamaan dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, Akil kemudian diajak bergabung ke Partai Golkar oleh salah seorang gurunya. Lewat partai beringin tersebut, Akil berhasil duduk sebagai anggota DPR RI periode 1999-2004. Dia mewakili daerah pemilihan Kabupaten Kapuas Hulu dan memperoleh 85 persen suara. Akil menjadi anggota DPR RI di Komisi II, membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan agraria.
Semasa di Komisi II inilah, ia turut serta memekarkan 97 kabupaten dan 6 provinsi baru di Indonesia. Beberapa kabupaten dan kota yang dimekarkan itu antara lain Kabupaten Melawi, Sekadau, dan Kota Singkawang. Pemekaran Kabupaten Kayong Utara dan Kubu Raya juga tak lepas dari perannya.
Pada Pemilu 2004, ia kembali terpilih dengan perolehan suara terbanyak dari semua calon anggota DPR RI di Kalimantan Barat. Akil memperoleh 127 ribu suara. Pada periode kedua ini, ia duduk di Komisi III yang membidangi komisi hukum dan HAM, perundang-undangan, dan keamanan. Ia misalnya turut serta dalam membuat UU Perlindungan Saksi, UU PT, dan lainnya.
Ketika di DPR RI, ia juga ikut mengamandemen UUD 45. Sebuah proses yang membuahkan perubahan konstitusi dan perubahan demokrasi di Indonesia. Artinya, ia adalah pelaku sejarah langsung dari proses perubahan di Indonesia.
Namun menjadi wakil rakyat, belum memuaskan hati Akil karena gagasannya dianggapnya sulit berkembang. “Kebebasan menyampaikan pikiran dan hati nurani terkekang karena terikat dengan kebijakan politik partai. Ada sesuatu yang kontradiktif dalam hati,” katanya.
Pada Pemilukada Provinsi Kalimantan Barat 15 November 2007, Akil ikut mencalonkan diri sebagai calon gubernur berpasangan dengan AR Mecer sebagai wakil. Pasangan ini didukung oleh delapan partai yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Kalbar Bersatu (KRKB) yakni PPDK, PNBK, PKPI, PPDI, PBB, Pelopor, PSI, dan PPNUI.
Terhadap sesama manusia, mungkin semua orang, termasuk saya bisa membungkus kemunafikan ke dalam sebuah kemasan yang sangat lugu. Tetapi kepada Allah, siapapun tidak bisa berbohong. Menjadi hakim konstitusi adalah sebuah pilihan bagi saya. Kalau hanya mencari enak, seumur hidup saya pasti pilih menjadi anggota DPR.
Ketika itu, pasangan ini mengusung isu pendidikan, kesehatan, mengentaskan kemiskinan, perbaikan infrastruktur, perbatasan, pemekaran wilayah, dan lingkungan hidup. Namun setelah perhitungan suara, pasangan ini hanya memperoleh 288.578 suara atau 15,08 persen suara, alias mengalami kekalahan dari saingannya.
Pada tahun 2008, bersamaan dengan dibukanya pendaftaran calon hakim konstitusi, Akil juga ikut mendaftar. Dia tertarik masuk MK karena MK sebagai lembaga independen dianggapnya akan cukup memberikannya kebebasan berpikir. Hal tersebut tampak dari pandangannya tentang MK di berbagai media ketika itu. Di situ Akil mengatakan bahwa keputusan MK tidak boleh lahir karena tekanan atau intervensi dari pihak manapun termasuk opini publik. Tetapi harus atas dasar sumpah dan pertanggungjawaban kepada Tuhan.
“Kalau saya lulus dalam fit and proper test ini, maka saya tidak akan pernah tunduk pada intervensi pihak manapun, termasuk tekanan/opini publik,” ujarnya dalam uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon hakim konstitusi di Gedung DPR/MPR, Rabu (12/3/2008).
Penegasan itu dikatakan Akil karena pada masa datang, beban perkara yang akan dihadapi MK menurutnya bisa jadi semakin berat seiring meningkatnya kekritisan masyarakat. Akil mengumpamakan perkara berat yang akan dihadapi MK nanti itu adalah penyelesaian perkara antarlembaga pemerintah, bahkan impeachment terhadap presiden, sekalipun hal itu mungkin tidak terjadi. Kedua perkara itu menurut Akil jauh lebih berat daripada penyelesaian sengketa Pemilu.
Karena itu MK harus independen, akurat menempatkan peraturan dan perundang-undangan untuk kasus itu, dan tidak boleh terpengaruh oleh kekuatan manapun. Kalau ternyata keputusan MK itu lahir atas dasar tekanan, maka hakim konstitusi yang ada di MK menurutnya patut diberhentikan. Hakim konstitusi juga harus bisa melepaskan dirinya dari profesi yang melekat pada dirinya sebelum menjadi hakim konstitusi.
“Saya dari Partai Golkar. Tapi begitu saya menjadi hakim konstitusi, saya harus berhenti dari keanggotaan partai. Begitu perintah undang-undang. Sesuai sumpah dan tanggungjawab kepada Allah SWT, saya tidak akan pernah memberikan keistimewaan kepada partai manapun jika suatu saat berurusan dengan MK,” tegas Akil saat test and proper test menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR dari F-PAN Patrialis Akbar, bahwa jika Akil lolos sebagai hakim konstitusi, Golkar diuntungkan satu langkah.
Akil menegaskan, dirinya tidak ingin lolos karena pertemanan dengan anggota Komisi III DPR. “Saya tak ingin karena pertemanan. Kalau saya dianggap layak silakan. Tapi jangan loloskan saya jika dianggap tidak kompeten,” ujar Akil.
“Terhadap sesama manusia, mungkin semua orang, termasuk saya bisa membungkus kemunafikan ke dalam sebuah kemasan yang sangat lugu. Tetapi kepada Allah, siapapun tidak bisa berbohong. Menjadi hakim konstitusi adalah sebuah pilihan bagi saya. Kalau hanya mencari enak, seumur hidup saya pasti pilih menjadi anggota DPR,” tutur Akil lagi. Setelah menjalani fit and proper test di DPR, Akil akhirnya diterima menjadi hakim di MK bersama delapan orang lainnya untuk periode 2008-2013.
Sebagai hakim konstitusi, Akil bertekad menjadikan MK sebagai lembaga yang bersih dan berperan dalam pengembangan demokrasi di Indonesia. Menurutnya, MK berperan penting menciptakan keseimbangan dalam kehidupan berdemokrasi, sesuai kewenangannya, yang nantinya diharapkan bisa berdampak bagi kehidupan lebih baik bagi bangsa Indonesia. “Dengan peran yang dimiliki MK ditambah pekerjaan kami sebagai hakim konstitusi yang tidak bisa ditekan atau dipengaruhi, maka MK sebagai lembaga baru yang punya kewenangan dalam peradilan ketatanegaraan, bisa menjadi desain peradilan modern dan contoh bagi pengembangan kekuasaan yudikatif di luar MK,” jelasnya.
Akil mengakui saat ini masih banyak tantangan yang dihadapi MK. “Demokrasi kita belum mencapai tataran demokrasi yang ideal sehingga masih banyak pemahaman masyarakat mengenai MK yang salah. Itu tantangan bagi MK untuk terus melakukan sosialisasi dan aktualisasi melalui kewenangan-kewenangannya,” ujarnya.
Menurutnya, tidak semua penyelenggara negara mengerti kewenangan MK, misalnya bisa membatalkan UU. MK juga berperan mengontrol dan mengawal konstitusi, apakah dijalankan atau tidak oleh semua penyelenggara negara maupun warga negara. “Semua yang dilakukan di negara ini kan harus berpedoman pada konstitusi. Jika ada yang menyimpang, MK yang mengontrolnya melalui kewenangan yang ada. Namun hal ini nggak semua orang paham,” katanya. Karenanya, lanjut Akil, hal itu bisa menimbulkan goncangan bagi MK.
“Akan banyak usaha orang untuk menghancurkan MK. Orang akan melakukan tekanan politik. Kalau tidak bisa secara politik, maka dengan uang, menyogok hakim atau pegawai MK. Ini seharusnya tidak boleh terjadi,” jelasnya.
Akil lebih lanjut mengatakan, peradilan dan proses hukum di MK seharusnya bisa dijaga dan harus steril dari segala hal yang tidak benar, misalnya suap atau sogok. “Keputusan MK itu kan sifatnya final. Tidak ada upaya hukum sesudahnya. Bayangkan jika keputusan hakim yang final dan mengikat itu lahir dari proses sogok atau suap. Bisa hancur negara ini,” tuturnya.
Selama beberapa tahun duduk di MK, Akil sempat beberapa kali mendapat tudingan miring. Misalnya saat praktisi hukum yang juga mantan staf MK, Refly Harun menuding Akil Mochtar telah menerima suap terkait perkara uji materi yang diajukan calon Bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih. Namun belakangan, Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menyimpulkan tidak ada pelanggaran etik yang dilakukan Akil Mochtar dalam kasus tersebut.
Akil juga sempat dituding terlibat korupsi sepanjang 2003-2004 dalam kasus pemekaran daerah di Kalimantan Barat. Namun, seperti dugaan miring kasus suap calon bupati Simalungun yang sudah terbantahkan, tudingan yang kedua ini juga terpatahkan. Wakil Jaksa Agung Darmono yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat mengatakan, kasus dugaan korupsi itu tidak terbukti hingga saat dirinya meletakkan jabatan Kejati Kalbar. “Untuk Kalbar kaitan masalah dulu ada pemekaran wilayah, ada dana yang diduga mengalir Pak Akil waktu itu kasusnya tahun 2003-2004. Penyelidikan dengan data-data yang ada, sampai saya tinggal Kalbar, tidak ada bukti korupsi,” papar Darmono di Istana Bogor, Rabu (22/12/2010).
Selain dua tudingan langsung tersebut, masih ada serangan-serangan tersembunyi lain yang dihadapi Akil setelah duduk di MK, seperti tudingan yang disampaikan pihak-pihak melalui sms kepada koleganya di MK. Namun mendapat serangan-serangan pribadi seperti itu, Akil menanggapinya dengan santai. Ia mengaku sudah biasa mendapat serangan seperti itu sejak lama, sejak zaman Orde Baru. “Kita lihat saja, akhir pusaran ini. Saya sudah terbiasa dengan semua ini,” kata Akil.
Ia mengatakan, orang sering salah menilainya secara pribadi. “Mungkin karena orang melihat saya mantan politisi, mantan anggota DPR yang flamboyan. Tapi jika saya orangnya tidak baik, pastinya saya tidak akan berada di Jl Medan Merdeka Barat (Gedung MK, Red) ini. Saya akan berada di Kuningan, di tahanan KPK,” ujarnya.
Meski berbagai tudingan negatif dialamatkan kepadanya, Akil tetap dipercaya dan ditunjuk menjadi pengawas atau pengawal penyelesaian kasus pembuatan surat palsu Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pemilu 2009 di wilayah Sulawesi Selatan I yang melibatkan mantan hakim MK Arsyad Sanusi, mantan anggota KPU Andi Nurpati, calon anggota legislatif Partai Hanura Dewi Yasin Limpo, dan mantan staf MK, Masyuri Hasan.
Ia juga diberikan tugas baru sebagai Juru Bicara MK yang ditetapkan dalam rapat pemusyawarakatan hakim yang digelar di Gedung MK (30/6/2011). Dengan penunjukan itu, ia dimandatkan untuk memberi penjelasan ke publik terkait persoalan-persoalan yang ditangani MK. eti | ms, mlp