Menjadi Bidadari
Ananto Sidohutomo
[WIKI-TOKOH] Dokter Ananto dengan bersemangat menjelaskan mengenai kanker serviks dan kanker payudara dalam sebuah pameran dan lelang 20-an karya murid dan alumni Sekolah Mode Arva di Tunjungan Plaza, Surabaya, beberapa waktu lalu.
Semangatnya konsisten dan dengan pede dia menyebut diri sebagai salah satu bidadari. Bahkan, dia mengajak orang-orang untuk ikut menjadi relawan. “Ibu juga jadi bidadari, ya?” ujarnya.
Bidadari memang gerakan moral yang dicetuskan Ananto. Kendati menggunakan simbol peri yang cantik dan lembut, bidadari tidak selalu perempuan. Sebab, bidadari yang dimaksud berasal dari kata vidya dan dharya. Dalam bahasa Sanskerta, vidya berarti pengetahuan dan dharya adalah orang yang mempunyai atau membawa.
Sebagai orang yang mempunyai dan membawa pengetahuan, bidadari memfokuskan diri pada masalah kanker serviks (leher rahim) dan kanker payudara. Kini, sudah sekitar 300 orang tergabung sebagai bidadari, termasuk Dyah Katarina dan Tjahjani Retno Wilis, istri Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya.
Bidadari mudah diterima masyarakat. Sebab, gerakan moral ini tidak berbadan hukum sehingga bisa melakukan kegiatan apa pun, kendati tidak liar. Selain itu, Bidadari juga konsisten pada pembelaan perempuan secara murni tanpa ditunggangi kepentingan apa pun.
Keinginan pembelaan secara murni ini didorong kenyataan bahwa masyarakat kerap dibingungkan oleh informasi sarat kepentingan bisnis. Bahkan, ketika hal itu berhubungan dengan layanan kesehatan dan produk pengobatan.
Secara khusus, Bidadari bergerak untuk terus mengampanyekan masalah pencegahan dan deteksi dini kanker serviks dan kanker payudara. Sebab, kata Ananto, tahun 1980-1990 kanker adalah penyebab kematian nomor 16 di Indonesia. Tahun 2000-2006, kanker naik jadi peringkat ke-8 sebagai penyebab kematian. Pada perempuan, kanker yang terbanyak diderita adalah kanker serviks dan kanker payudara.
Kedua jenis kanker ini kerap menyebabkan kematian. Sebab, pada tahap awal memang tidak ada gejala spesifik. Umumnya, perempuan baru didiagnosa kanker payudara atau kanker serviks pada tahap lanjut. Padahal, kata Ananto yang lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga tahun 1988 itu, semestinya kanker serviks dan kanker payudara bisa dicegah, bisa dideteksi dini, dan diobati tuntas.
Berusaha mencegah
Kesedihan melihat betapa banyak perempuan di sekitarnya yang menderita kedua jenis kanker ini membuat Ananto memikirkan cara untuk mencegahnya. Selain itu, sebagai putra kandung Prof dr Roemwerdiniadi Soedoko, SpPA—guru besar yang sangat rajin menjelaskan pencegahan dan pengobatan kanker—Ananto mulai memahami kedua penyakit ini karena sejak berusia belasan sering mengikuti ibunya menjenguk pasien atau memberi penyuluhan.
Kini, Ananto yang sejak mahasiswa aktif berorganisasi meneruskan perjuangan dan amanat ibunya melalui Bidadari. Dalam gerakan yang bisa dilakukan di mana pun, seperti di mal, sekolah, melalui media massa, atau di jalan, kampanye disuarakan.
Untuk mengecek tingkat risiko atas kanker payudara dan kanker serviks, setiap perempuan bisa menggunakan berbagai pertanyaan dengan nilai tertentu yang disebut skor Ananto. Selain dibagikan dalam kampanye-kampanye Bidadari, skor ini bisa dilihat di situs www.bidadariku.com. Skor ini, menurut lelaki kelahiran Surabaya, 28 November 1963, itu, dibuat berdasarkan pengetahuan dari buku, browsing, chating, bertemu dengan sejumlah orang, pengalaman orang, dan hasil perenungan.
Menyadari penyebab kanker serviks dan kanker payudara bisa disebabkan faktor alami, faktor tidak bersih, dan faktor pilihan, perempuan bisa mencegah kemungkinan terkena kedua penyakit ini. “Kalau faktor alami seperti usia, kita tidak bisa lakukan apa-apa. Tapi, faktor tidak bersih dan faktor pilihan, bisa diubah,” kata Ananto yang penggemar sepak bola, basket, bridge, dan silat itu.
Faktor tidak bersih dan pilihan itu dilandasi pengetahuan bahwa sel normal tidak langsung menjadi sel kanker, tetapi lebih dulu berubah menjadi sel tidak normal. Perubahan sel normal menjadi tidak normal bisa disebabkan oleh paparan kuman, infeksi, jamur, dan sebagainya.
Faktor tidak bersih bisa disebabkan buang air kecil di tempat yang tidak higienis, akibat pembalut yang tidak tepat, dan pasangan yang tidak dikhitan. Adapun faktor pilihan yang dimaksud adalah penggunaan terapi hormonal atau pil kontrasepsi.
Mengetahui berbagai penyebab, perempuan pun bisa melakukan pencegahan supaya terhindar dari kanker serviks dan kanker payudara. Salah satu cara mencegah kanker serviks yang dipopulerkan Ananto adalah valeri (vagina toilet sendiri) dan kencing berdiri (standing pee).
Upaya penyuluhan ini dibantu oleh istri Ananto, Etty Ananto, dokter spesialis patologi anatomi. Dokter Etty berpraktik di RSU dr Soetomo dan Pusat Deteksi Dini dan Diagnosa Kanker yang didirikan Prof Roem.
Selain itu, sekitar 20 dokter termasuk spesialis obstetri ginekologi bergabung dengan Bidadari. Secara bergantian dan berkala, semua bidadari itu menjelaskan masalah kanker serviks dan payudara serta cara mencegah dan mendeteksi dininya. Upaya ini harus terus dilakukan. Sebab, masih banyak perempuan menjadi korban kanker serviks dan payudara. e-ti
Sumber: Kompas, Kamis, 24 September 2009 | Penulis: Nina Susilo