Seorang raja kerap kali diidentikkan dengan feodalisme. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Presiden RI ini. Sebagai seorang pemimpin keraton, ia adalah seorang demokrat yang mengabdikan diri sepenuhnya kepada rakyat.
Berkat keahliannya dalam strategi perang, ia diangkat menjadi penasihat siasat perang Pangeran Diponegoro. Hingga usia senja, ia masih memimpin pasukan melawan kolonial.
Pendiri Taman Siswa ini adalah Bapak Pendidikan Nasional. Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan). Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 28 April 1959 dan dimakamkan di sana.
Perjuangan pria yang kerap berganti nama ini dilakukan dengan berbagai cara, seperti melalui gerakan bawah tanah, melalui tulisan, maupun secara langsung memberikan saran-saran kepada tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya.
Salah satu pendiri Partai Katolik Indonesia ini dikenal berpegang teguh pada kebenaran, menolak oportunisme, serta menjunjung tinggi etika berpolitik yang bermartabat. Dia pernah beberapa kali menjabat sebagai menteri dan turut berjasa memperjuangkan kemerdekaan dan pluralisme di Indonesia. Atas jasa-jasanya, pemerintah Indonesia menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2011.
Door Duistermis tox Licht, Habis Gelap Terbitlah Terang, itulah judul buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal. Surat-surat yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya.
Dokter Sutomo yang bernama asli Subroto ini lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, 30 Juli 1888. Ketika belajar di STOVIA (Sekolah Dokter), ia bersama rekan-rekannya, atas saran dr. Wahidin Sudirohusodo mendirikan Budi Utomo (BU), organisasi modem pertama di Indonesia, pada tanggal 20 Mei 1908, yang kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Raja Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1893-1939 ini berperan aktif dalam pergerakan nasional dengan membantu pergerakan Budi Oetomo dan pendirian Sarekat Islam. Ia menunjukkan dukungannya baik berupa fasilitas, materi, maupun moral. Atas jasa-jasanya, pemerintah Indonesia menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional pada 2011.