Bercerai Kita Runtuh

 
0
26
Majalah Berita Indonesia Edisi 43
Majalah Berita Indonesia Edisi 43 - Bercerai Kita Runtuh

VISI BERITA (Bercerai Kita Runtuh, 2 Agustus 2007) – Separatisme, keinginan untuk memisahkan diri (bercerai) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) masih menjadi masalah pelik bagi bangsa ini. Reformasi yang membuka ruang luas bagi beragam ekspresi, selain berdampak positif, sering kali terkesan kehilangan panduan dalam mengarungi lautan kebebasan yang sebelumnya dibungkam. Reformasi, selain diwarnai tuntutan otonomi juga ditabuh genderang tuntutan memisahkan diri, mulai dari daratan Aceh hingga Papua. Satu di antaranya, Timor Timur, sudah terlepas.

Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 43 | Basic HTML

Kejadian paling terkini pengibaran bendera Bintang Kejora saat atraksi tarian pada acara Konferensi Besar Dewan Adat Papua (DAP) ke II tahun 2007 di Gedung Olahraga (GOR) Cenderawasih, Jayapura, Selasa 3 Juli 2007. Beberapa hari sebelumnya, penari Cakalele mengibarkan bendera RMS (Republik Maluku Selatan) di depan Presiden SBY pada puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XIV di Lapangan Merdeka, Ambon, Maluku, Jumat, 29 Juni 2007. Disusul pendeklarasian Partai Gerakan Aceh Merdeka (GAM), partai lokal di NAD, yang dinilai melanggar Kesepakatan Helsinki 12 Agustus 2005.

Apa yang mengkuatirkan dalam beberapa kejadian terakhir itu? Adalah masih adanya keinginan kuat untuk memisahkan diri (bercerai) dari NKRI. Beragam faktor mengapa keinginan memisahkan diri itu masih menyala. Selain faktor naluri (ideologi) merdeka dan merosotnya nasionalisme Indonesia, juga antara lain dipicu faktor ketidakadilan, ketertinggalan dan ketidaksejahteraan rakyatnya.

Lalu, bagaimana cara mengatasinya? Kita bisa belajar dari pengalaman tindakan represif yang pernah dilakukan untuk menumpas kaum separatis atas nama kesatuan dan persatuan di masa lalu, yang ternyata tidak berhasil (kontraproduktif) meredam GAM, RMS dan Papua Merdeka. Tindakan represif itu malah bisa mengundang simpati kepada separatis dari berbagai kalangan bahkan dunia.

Kemudian kita bisa belajar dari keberhasilan meredam GAM di Aceh, yang ditempuh secara persuasif, melalui dialog sehingga dicapai kesepakatan Helsinki Agustus 2005. Dialog berhasil menemukan titik temu, jalan damai, yang membuka hak-hak rakyat terpenuhi sehingga mempersempit keinginan pembangkangan terhadap kesatuan bangsa.

Dalam konteks ini, kita bisa menoleh agenda utama Konferensi Besar DAP ke II 2007 yang membahas berbagai hal menyangkut hak-hak dasar orang asli Papua seperti tanah, hutan, kayu, dan sumber daya alam lainnya, serta hak sosial, ekonomi dan budaya daerah dari kelompok suku masing-masing. Agenda ini bisa kita maknai bahwa kesatuan berbangsa dan kebanggaan berbangsa seharusnya bermuara pada peningkatan harkat, martabat dan kesejahteraan rakyat.

Pada era reformasi ini, dialog dan komunikasi harus dikedepankan, di samping kemampuan prediktif dan antisipatif pihak keamanan negara perlu lebih ditingkatkan. Transformasi pendekatan dari represif senjata ke dialog komunikatif kita yakini akan menanduskan keinginan separatisme.

Semangat Sumpah Palapa 1258, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan Proklamasi 17 Agustus 1945 serta Mukadimah UUD 1945, sesungguhnya sudah demikian baik untuk memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa ini. Kita juga punya peribahasa yang indah: Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Sebagai bangsa kita juga punya motto: Bhinneka Tunggal Ika.

Namun, masih sangat ironis: Indonesia (Nusantara) yang berhasil merebut kemerdekaannya dengan heroik, kini malah nyaris kehilangan semangat kepahlawanan. Indonesia yang punya cita-cita agung dalam Pancasila (Mukadimah UUD 1945), kini langkahnya gontai seperti orang mabuk, tidak tentu arah. Indonesia yang wilayahnya luas dan kaya, tapi rakyatnya miskin. Penduduknya banyak, tapi pendidikan (mutunya) masih rendah. Indonesia bangsa beragama, namun korupsinya peringkat teratas di dunia. Indonesia yang punya keindahan kata Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh dan Bhinneka Tunggal Ika, tapi separatisme malah subur.

Advertisement

Kesadaran bersatu sebagai bangsa, hari ini, harus kita bangkitkan agar kita jangan sampai kehilangan national pride, kebanggaan diri sebagai bangsa. Dalam hal ini, kita perlu belajar dari bangsa-bangsa lain. Contoh paling anyar adalah Uni Eropa. Sebanyak 30 negara (bangsa) Eropa mendeklarasikan bergabung dalam Uni Eropa dan menandatangani konstitusi pertama di Roma, 29 Oktober 2004. Mereka telah membentuk parlemen Uni Eropa, Bank Central Eropa dan lembaga-lembaga lain yang mempersatukan Eropa. Mereka bersatu dari 15 sampai kini sudah 30 negara menjadi satu ‘negara raksasa’ Uni Eropa.

Negara-negara Eropa yang relatif tingkat kemajuannya sudah jauh di atas kita, masih membutuhkan persatuan Uni Eropa demi kemajuan mereka. Kehadiran Uni Eropa telah menggetarkan keadidayaan Amerika Serikat. Dari segi jumlah penduduk (potensi sumber daya manusia) Uni Eropa mencapai 550 juta jiwa yang akan menyaingi populasi AS, yang diperkirakan 550 juta pada tahun 2050. Sehingga, AS dan negara manapun di dunia jangan lagi pernah memandang rendah kekuatan Eropa.

Bagaimana posisi Indonesia dalam persaingan dunia, saat negara-negara Eropa malah menyatukan diri, dan Indonesia malah masih menjadi tanah subur tumbuhnya separatisme, keinginan memisahkan diri, bercerai-berai? Peribahasa kita sudah mengingatkan bahwa bercerai kita akan runtuh!

Tentu, kita tidak kehendaki Indonesia yang tercerai-berai, Indonesia yang akan runtuh. Kita mengimpikan Indonesia yang bersatu, Indonesia yang teguh, Indonesia yang kuat. Indonesia Raya! Maka, mari bersatu-padu, menghilangkan ego berlebihan baik sebagai suku, kelompok agama, daerah dan golongan. Menjadi Indonesia yang hidup dalam kebersamaan, bersatu dan senasib sepenangungan. Indonesia yang makmur sejahtera, Indonesia Raya yang kuat.

Sehingga (bahkan) kita (Indonesia) sebagai bangsa besar di Asia Tenggara, seharusnya menjadi pelopor terbentuknya negara raksasa Uni Asia Tenggara. Indonesia yang memiliki populasi penduduk 240 juta, berpotensi memimpin Uni Asia Tenggara. Mungkinkah itu kita capai? Sangat mungkin, jika kita bersatu! (red/BeritaIndonesia)

Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 43

Dari Redaksi

Surat Komentar

Highlight/Karikatur Berita

Berita Terdepan

Visi Berita

Berita Utama

Berita Politik

Berita Khas

Berita Wawancara

Berita Nasional

Berita Ekonomi

Berita Media

Lentera

Lintas Tajuk

Berita Hankam

Berita Hukum

Berita Tokoh

Berita Daerah

Berita Iptek

Berita Budaya

Berita Mancanegara

Berita Publik

Berita Feature

Berita Olahraga

Berita Kesehatan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini