
[OPINI] – Persaingan dua pasangan kontestan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) putaran kedua tampaknya akan berlangsung ketat. Maka pantas saja kedua pasangan melakukan konsolidasi dengan berbagai cara untuk memenangkan putaran final Pilpres 20 September 2004 itu.
Mengamati konsolidasi dan komunikasi politik yang dilakukan kedua pasangan, tampaknya ada perbedaan yang cukup signifikan. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (SBY-JK), yang berada di atas angin dengan perolehan lebih 33.5 persen pada Pilpres putaran pertama, mengedepankan ‘koalisi’ langsung dengan rakyat, kemudian setelah Pilpres usai akan dilanjutkan koalisi dengan partai. Alasannya, rakyatlah yang punya otoritas memilih langsung.
Sementara pasangan Megawati Soekarnoputri dan KH Hasyim Muzadi (Mega-Hasyim) mengawalinya dengan konsolidasi antarpartai yang melahirkan Deklarasi Koalisi Kebangsaan. Alasannya, partai adalah penyambung aspirasi rakyat dan mendapat dukungan dari rakyat. Partai adalah pilar demokrasi. Melalui partai yang berkoalisi itu mereka berkomunikasi langsung dengan rakyat pendukungnya.
MAJALAH TOKOH INDONESIA 14 ? TOKOH UTAMA: Jusuf Kalla Pendulang Suara Putaran kedua = Kader Golkar 39 Tahun = Negarawan yang Relijius = SBY-JK Solusi = WAWANCARA: Jusuf Kalla, 74% Rakyat Ingin Perubahan = OPINI TOKOH: Rauf Purnama, Nilai Tambah SDA = BERITA: SBY-JK Terima Mandat Perubahan = KAPUR SIRIH: Dulang Suara = SELEBRITI: Camelia Malik = SURAT: Laurence Manullang dll Pilpres 20 September 2004 akan membuktikan pendekatan politik mana yang paling efektif untuk mendulang suara rakyat pemilih. Jika SBY-JK menang, maka seharusnya elit-elit partai introspeksi: Apa yang salah dalam sistim dan perilaku kepartaian kita? Sebaliknya, Jika Mega-Hasyim yang hanya bermodal dasar 26,6 persen menang, maka SBY harus mengakui kekeliruannya bahwa mesin politik partai ternyata berfungsi sebagai jembatan mendulang suara rakyat.
Melihat hasil Pemilu Legislatif dan Pilpres putaran pertama, memang pantas saja SBY merasa di atas angan memasuki Pilpres putaran kedua. Namun popularitasnya yang telah mencapai puncak, harus dicermati dan diantisipasi jangan-jangan memasuki fase antiklimaks pada Pilpres putaran kedua.
Salah satu langkah antisipatif adalah mengoptimalkan eksistensi pasangannya Jusuf Kalla. Pada edisi ini, kami menampilkan sosok pengusaha dan poltisi yang negarawan ini sebagai pendulang suara pasangan ini pada putaran kedua Pilpres mendatang.
Diperkirakan, posisinya akan dapat mendulang suara dari simpatisan Partai Golkar mengingat dia seorang kader yang sempat lolos Prakonvensi Capres Partai Golkar. Juga akan mendulang suara dari luar Jawa, terutama dari Indonesia bagian Timur. Termasuk dari kalangan muslim, baik Nahdlatul Ulama maupun Muhammadiyah, sebab ia seorang nahdliyin dan isterinya dibesarkan dalam keluarga Muhammadiyah. Bukan itu saja, di kalangan nonmuslim pun namanya cukup akrab. Dia memang seorang negarawan yang pluralis dan relijius. Jakarta, September 2004 * Redaksi ?Kapur Sirih, Majalah Tokoh Indonesia 14