
[WAWANCARA] CHARLES SAERANG: Dalam bisnis keluarga ada pameo yang mengatakan, “generasi pertama menemukan, generasi kedua mengembangkan dan generasi ketiga menghancurkan”. Tapi pameo itu sama sekali tidak berlaku bagi PT Nyonya Meneer. Sekalipun terjadi konflik, akhirnya dapat diatasi dengan baik.
“Potensi yang saya miliki dan dukungan dari istri tidak hanya sekadar mampu mengatasi masalah tapi juga berhasil membangun dan mengembangkan perusahaan. Banyak kemajuan dan peningkatan yang diraih perusahaan,” katanya kepada TokohIndonesia.com.
Untuk mengetahui bagaimana kondisi dan perkembangn PT Nyonya Meneer setelah ditangani generasi ketiga, Tokoh Indonesia mewawancarai Presiden Direktur PT Nyonya Meneer, DR Charles Saerang. Berikut ini rangkumannya.
Bagaimana proses regenerasi Nyonya Meneer berlangsung?
Secara umum, bisnis keluarga yang langsung dikelola anggota keluarga sendiri tidak terlepas dari konflik keluarga, tidak terkecuali PT Nyonya Meneer. Itulah sebabnya, kegagalan atau kehancuran bisnis keluarga, bukan karena kalah bersaing atau kekurangan modal, tetapi karena perseteruan yang tak kunjung teratasi. Artinya, jika berhasil mengatasi konflik, selamatlah perusahaan. Sebaliknya, jika gagal menyelesaikan perseteruan, perusahaan akan tutup.
Dalam bisnis keluarga ada pameo yang mengatakan, “generasi pertama menemukan, generasi kedua mengembangkan dan generasi ketiga menghancurkan”. Tapi pameo itu sama sekali tidak berlaku bagi PT Nyonya Meneer. Sekalipun terjadi konflik, saya dapat mengatasinya dengan baik. Potensi yang saya miliki dan dukungan dari istri tidak hanya sekadar mampu mengatasi masalah tapi juga berhasil membangun dan mengembangkan perusahaan. Banyak kemajuan dan peningkatan yang diraih perusahaan.
{/pub}
Perkembangan perusahaan setelah Anda tangani?
Ketika saya memasuki perusahaan tahun 1976, karyawan berjumlah 150 orang dan tahun 2002 meningkat jadi 3000 orang. Produk meningkat dari 120 jenis menjadi 254 jenis. 80 persen dari produk untuk kepentingan wanita.
Pangsa pasarnya meningkat baik di dalam maupun di luar negeri. Hampir semua pasar dalam negeri dimasuki Jamu Nyonya Meneer yang didukung 2000 agen. Negara tujuan ekspor antara lain Malaysia, Singapura, Belanda Arab Saudi, Australia, Amerika Serikat. Hasil ekspor rata-rata Rp 20 miliar per bulan. Total keseluruhan omset jamu asli Indonesia (Jamu bebas bahan kimia) mencapai Rp 1,2 triliun per tahun atau sekitar 15 % dari total obat-obatan non jamu yang berjumlah Rp 11 triliun. Cukup besar kontribusi jamu dalam mengisi devisa negara. Intinya, 35 produk Jamu Nyonya Meneer untuk kebutuhan dalam negeri dan 15 % lagi untuk ekspor.
Dalam bentuk bubuk setiap bulan diproduksi 200 ton dan dalam bentuk kapsul 4 ton per bulan. Mengenai pasar ekspor, di Singapura PT Nonyonye Meneer memiliki 400 outlet. Di Malaysia terdapat 1.600 outlet. Jumlah outlet jamu Nonya Meneer di luar negeri hingga tahun 2002, mencapai 4.900 outlet. Selain di Singapura dan Malaysia, juga terdapat di Filipina, Korea, Belanda, Taiwan, Jepang, AS, Brunei, Arab Saudi, Vietnam, dan Selandia Baru. Sedangklan outlet di dalam negeri mencapai 28.665 lokasi di 19 propinsi.
Kini perusahaan memiliki dua lokasi pabrik di Jalan Raden Fatah dan Jalan Raya Kaligawe Semarang, Jawa Tengah. Perusahaan juga telah memiliki sebuah Museum yang merupakan pertama di Indonesia. Kehadiran Museum ini dimaksudkan sebagai cagar budaya untuk melestarikan warisan leluhur, sehingga generasi muda dapat dengan mudah mengenal jamu asli Indonesia di kemudian hari.
Bagaimana mutu Jamu setelah ditangani generasi ketiga?
Setelah saya menginjakkan kaki di perusahaan, pesan yang saya terima dari nenek (Nyonya Meneer) dan ayah (Hans Ramana) sebagai orang pertama dan kedua yang menemukan dan mengembangkan Jamu Nyonya Meneer, adalah agar mutu dan hasiat jamu buatan PT Nyonya Meneer tetap dijaga dan harus ditingkatkan. Pesan ini saya jaga betul, sehingga sangat selektif dalam memilih bahan baku.
Kami membuka pembibitan sendiri, tujuanya disamping mempermudah pengadaan bahan baku juga meningkatkan kualitasnya karena bisa diawasi secara langsung. Zaman boleh saja berubah tapi khasiat Jamu Nyonya Meneer tidak berubah dan tetap terjamin. Bahkan kemajuan tekonologi dapat dimanfaatkan untuk semakin meningkatkan kualitas dari jamu buatan PT Nyonya Meneer. Semua produk perusahaan dijamin dan tidak menggunakan bahan-bahan kimia.
Apa tantangan yang dihadapi dalam bisnis jamu ini?
Sungguh banyak terutama karena kurangnya perhatian pemerintah. Terus terang, perhatian dan perlindungan pemerintah terhadap perajin, produsen dan pengusaha jamu asli Indonesia masih lemah. Buktinya, masih sangat banyak jamu-jamu yang mengandung bahan kimia beredar di dalam negeri. Pada hal, ‘jamu kimiawi’ itu sangat berbahaya karena bisa mematikan. Jamu berbahan kimia atau juga disebut jamu bermasalah ada buatan Cina dan ada juga buatan Cilacap. Sedang yang disebut jamu asli Indonesia adalah jamu yang sama sekali tidak menggunakan bahan kimia.
Baik sebagai pengusaha maupun sebagai Sekjen Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia (DPP GPJI), saya selalu menyuarakan pembasmian jamu berkandungan zat kimia itu. Sebab, jamu kimia tidak sekadar merugikan pasar jamu asli Indonesia tapi juga sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Memang, kahasiat jamu asli Indonesia sampai kini masih diakui secara turun temurun. Kendati secara medis, dokter-dokter Indonesia belum berkenan memasukan jamu sebagai resep pengobatan. Untuk mengatasinya dan sesuai dengan tuntutan konsumen, GPJI telah menjalin kerjasama dengan dengan Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta membuka pendidikan program diploma 2 ( D2) dan dengan Universitas Trisakti, Jakarta membuka program baru khusus mengenai jamu.
Dengan masuknya Jamu ke kampus dan resmi sebagai salah satu jurusan, diharapkan akan membuka mata semua pihak terutama dokter akan keampuhan obat tradisional yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Obsesi saya tidak lagi sekadar agar Jamu dapat disejajarkan dengan obat farmasi, tapi bercita-cita agar jamu dapat dijadikan sebagai metode pengobatan di rumah sakit.
Ke depan saya berniat agar di negeri ini yang merupakan gudangnya jamu berkhasit berdiri sebuah Rumah Sakit yang khusus menggunakan obat-obat tradisional/jamu dalam pengobatan atau penyembuhan. Karena itulah, para pengusaha jamu asli Indonesia tetap komit untuk meningkatkan martabat jamu dengan berbagai upaya yang tidak melanggar norma, etika dan budaya.
Tantangan lainnya, pada satu sisi, ingin membangun perusahaan keluarga menjadi lebih modern dan profesional. Tapi di sisi lain mutu dan khasiatnya harus lebih baik. Komitmen saya jamu asli Indonesia jangan sampai ternoda bahan kimia. Karena itu, saya selalu berteriak-teriak, agar pemerintah berkenan melarang peredaran jamu kimia. Ini bukan semata-mata untuk kepentingan perusahaan saya, tapi untuk menjaga eksistensi, mutu dan martabat jamu asli Indonesia.
Sikap Anda, melihat industri farmasi yang memproduksi jamu?
Silahkan saja. Hanya saya berharap, jika memang mau terjun dalam usaha jamu, jangan membawa-bawa nama industri farmasinya. Berilah kesempatan kepada produsen jamu yang masih kecil yang jumlahnya 700-an untuk berkembang. Selain itu, pasar produk-produk jamu industri farmasi jangan sampai merebut pasar jamu asli.
Segmen pasarnya harus dibedakan, sehingga semuanya dapat saling tumbuh bahkan bergandengan tangan. Mungkin saja, karena perkembangan dan tuntutan, boleh saja uji klinis dilakukan terhadap jamu, tapi jamu sebagai empiris yang diolah secara tradisional dan peninggalan nenek moyang, jangan dihilangkan. Yang mau uji secara klinis, silakan saja. Tapi yang empiris tetap dipertahankan dan jangan sampai hilang.
Saya dan rekan-rekan pengusaha jamu selalu mendorong dan mendesak pemerintah agar jamu dapat dijadikan sebagai salah satu metode pengobatan dan bukan sekadar alternatif. Jamu harus disejajarkan dengan obat farmasi. Artinya, kalau sudah minum jamu, orang tak usah lagi minum obat farmasi.
Bagaimana persaingan di antara produsen jamu sendiri?
Oh, ketat sekali. Bahkan sering terjadi perang harga sampai pemberian diskon yang mencolok. Persaingan tidak sehat dalam bisnis itu sangat dirasakan. Akibatnya, harga jamu tertekan terus. Untuk bertahan akhirnya mutu jamu dikurangi oleh para produsen. Agar tidak saling mematikan dan mutu jamu tetap terjaga, disepakati untuk menabukan perang harga dan memberlakukan standar harga.
Cara ini dianggap sebagai solusi terbaik dalam upaya memberikan kesempatan kepada yang lain terutama yang kecil untuk berkembang. Prinsipnya, yang besar boleh besar dan yang kecil jangan dimatikan tapi harus lebih dibesarkan. rbh, sam
*** TokohIndonesia.Com (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
{/reg}