Prabowo dan Usulan Penyelesaian Perang Rusia-Ukraina
Prabowo Subianto
Oleh: Dr. Sampe Purba
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam dialog Shangri-la ke 20 di Singapura baru-baru ini, menyampaikan usulan penyelesaian konflik antara Rusia dan Ukraina. Usulan tersebut berisi lima butir. Pertama, gencatan senjata. Kedua, penarikan 15 kilometer masing-masing pasukan dari posisi depan ke zona demiliterisasi baru. Ketiga, PBB menempatkan pasukan pemantau dan pengamat di zona demiliterisasi baru. Keempat, pasukan pemantau didatangkan dari negara-negara yang disepakati. Kelima, PBB mengorganisir, mengatur dan melaksanakan referendum di wilayah sengketa untuk memastikan secara objektif kehendak mayoritas penduduk di wilayah sengketa.
Dialog Shangri-la International Institute for Strategic Studies (IISS) adalah Forum Konferensi Pertahanan dan Keamanan yang sangat bergengsi di dunia, di mana selain delegasi resmi Pemerintah, juga dihadiri oleh para legislator, akademisi, jurnalis dan pebisnis. Selain Prabowo, dua pembicara lainnya dalam sesi Penyelesaian Ketegangan Regional adalah Lee Jong Sup, Menteri Pertahanan Korea Selatan, dan J.B Fontelles, High Representative dan Wakil Presiden Komisi Eropa, Uni Eropa.
Menhan Korea Selatan banyak berbicara mengenai perlunya menjaga keamanan semenanjung Korea dari ancaman dan intimidasi Korea Utara. Adapun Komisi Eropa mengulas dua hal, yaitu persaingan Amerika Serikat dan China yang dianggap lebih serius dari persaingan Soviet ā Amerika Serikat di masal lalu. Isu kedua yang disampaikannya adalah bahwa hingga saat ini Uni Eropa memberikan dukungan militer, ekonomi, keuangan dan kemanusiaan kepada Ukraina senilai 60 milyar dolar Amerika Serikat. Selain itu Uni Eropa juga melatih 30.000 tentara Ukraina, dan memodernisasi kemampuan pertahanan Uni Eropa dengan teknologi baru senilai 100 milyar Euro.
Dalam sesi tanya jawab banyak peserta yang mengkritisi pandangan Prabowo yang terkesan lebih memihak Rusia. Titik awal gencatan senjata dari posisi militer masing-masing saat ini serta meminta referendum yang diselenggarakan oleh PBB tidak dapat diterima oleh berbagai kalangan. Rym Momtaz dari Amerika Serikat mempertanyakan bagaimana mungkin terdapat perdamaian yang adil apabila posisi Rusia yang melakukan invasi dengan posisi Ukraina yang merupakan korban diperlakukan sama? J. Wadephul dari Jerman juga berpendapat yang sama, dan bahkan mewanti-wanti apabila model penyelesaian demikian yang digunakan, hal ini hanya akan seolah-olah membakukan penyelesaian konflik baru di bumi Eropa.
Peserta Vietnam mempertanyakan proposal Prabowo. Apabila mekanisme tersebut dapat diterima, maka dapat saja kelak misalnya di sekitar Laut China Selatan, wilayah batas maritim yang tidak dalam sengketa, namun karena diklaim oleh satu pihak, posisi terakhir kedudukan pengklaim menjadi basis awal untuk diskusi penyelesaian sengketa. Sementara itu ada peserta dari Indonesia menanyakan, apabila Indonesia mengusulkan pengurangan ketegangan seperti yang disampaikan pak Prabowo, kira-kira apa peran Indonesia termasuk dukungan anggaran, apabila kenyataan di lapangan Ā kelak tidak seperti yang diharapkan. Peserta lainnya dari Indonesia bertanya kepada Prabowo, apakah mungkin QUAD (kaukus empat negara Amerika Serikat, Australia, Jepang dan India) serta AUKUS (kerja sama militer Australia, Inggris dan Amerika Serikat) di kawasan dapat diminta ASEAN sebagai mitra untuk penyelesaian konflik seperti itu.
Atas gugatan pertanyaan-pertanyaan tersebut, Menteri Prabowo memberikan tambahan penjelasan sebagai berikut: Dalam pengambilan suara di PBB, posisi Indonesia jelas, yaitu menentang invasi Rusia. Namun usulan yang disampaikannya adalah untuk penyelesaian konflik, bukan soal benar dan salah. Dengan menerima kehadiran penengah, akan lebih mudah untuk mengusahakan penyelesaian konflik. Pelibatan PBB sebagai aktor utama penyelesaian konflik secara historis telah tercatat berhasil. Misalnya dalam perang Korea, perang antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan, Perang Kongo, di Indonesia dan lain-lain.
Pandangan Pak MenHan Prabowo ini, di luar forum Shangri-la juga mengundang beberapa komentar. Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov menganggap tidak perlu ada referendum. Yang diperlukan adalah agar Rusia menarik pasukannya dari Ukraina. Duta besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin menindaklanjuti dengan menemui Menhan Prabowo. Sementara itu Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrey Rudenko menyambut usulan Prabowo sebagai salah satu proposal untuk penyelesaian konflik.
Atas pertanyaan T.B Hasanuddin anggota komisi I di DPR, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan bahwa posisi politik Indonesia tidak berubah, yaitu menghormati integritas teritorial masing-masing Negara. Presiden Joko Widodo juga menyiratkan akan mengundang Prabowo untuk mendapatkan penjelasan lengkap.
Menurut kami, apa yang disampaikan pak Prabowo tersebut adalah sesuatu yang substansial. Prabowo mungkin melihat ā dengan merefer kepada statement Presiden Putin di awal-awal perang ā bahwa tentara Rusia tidak akan masuk ke Ukraina, kalau Ukraina tidak melamar menjadi anggota NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara). Apabila suatu negara masuk NATO maka sesungguhnya ā pada tingkat tertentu – wilayahnya akan merupakan wilayah militer NATO termasuk sebagai pangkalan aju dan penggelaran alat-alat militer dan pasukan. Rusia berhak untuk mempertahankan negaranya dari potensi ancaman, termasuk dengan pre-emptive action.
Memang hingga saat ini, permintaan Ukraina menjadi anggota NATO tidak dikabulkan. Namun, penjelasan perwakilan Uni Eropa di forum Shangri-la jelas mengkonfirmasi bahwa Uni Eropa ā dan juga NATO ā memberikan dukungan militer kepada Ukraina.
Terlepas dari berbagai pendapat pro dan kontra, penyampaian pendapat oleh Menteri Pertahanan Prabowo di Forum IISS Shangri-la, telah tepat. Itu adalah forum diskusi Pertahanan dan Keamanan di tingkat global. Pak Prabowo telah menunjukkan kelasnya sebagai politisi kelas dunia yang tulus, substantif dan tidak larut dalam kemunafikan.