Kenapa Sandi Lebih Terhormat Bersama Ganjar?

Bukan Perubahan Tapi Percepatan

Sandiaga S Uno Sukses Setelah Badai Krisis Ladang Pengabdian Politik
 
0
100
Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno ketika satu gagasan yang didukung kelompok yang politisasi agama pada Pilgub DKI 2017 dan Pilpres 2019

Catatan Kilas Ch. Robin Simanullang

Sandiaga Salahuddin Uno salah satu putra bangsa yang digadang-gadang bakal ikut dalam kontestasi Pilpres 2024 sebagai bakal calon wakil presiden (Cawapres) dari salah satu tiga kandidat Capres yang elektabilitasnya menonjol saat ini yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Dari catatan jejak rekam kontestasi politiknya, dia pernah berpasangan dengan Anies (Pilgub DKI Jakarta 2017) dan Prabowo (Pilpres 2019). Tapi kenapa dia kini (Pilpres 2024) merasa lebih terhormat bila diberi kesempatan berpasangan dengan Ganjar?

Sandiaga Uno yang saat ini menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), mempunyai jejak rekam menarik. Dia seorang pengusaha muda yang ‘mendadak’ kaya raya oleh situasi krisis multidimensional 1998. Pada Pilgub DKI Jakarta 2012 dia menolak ajakan Jokowi sebagai pasangan Cawagub dengan alasan belum tertarik pada kontestasi politik.

@tokoh.id

Catatan Kilas: Kenapa Sandi Lebih Terhormat Bersama Ganjar? #tokohid #catatankilas #robinsimanullang #sandiagauno #sandiagauno2024 #sandiagaunocawapres

♬ original sound – Tokoh Indonesia – Tokoh Indonesia

Namun dalam pengamatan saya, Sandi berbeda visi dengan Jokowi. Itulah alasan utamanya. Terbukti dalam Pilgub DKI berikutnya (2017), Sandi justru berinisyatif mengajak Anies Baswedan, yang baru dipecat Jokowi dari jabatan Mendikbud, menjadi Cagub dan dia sendiri Cawagub. Sandi pun mengeluarkan uang banyak, sebagian diantaranya menjadi utang Anies yang belum lunas. Mereka pun menang dengan ‘gagasan dan kampanye’ politisasi agama yang paling hitam sepanjang sejarah Pilkada Indonesia. Lawan tandingnya, Ahok dituduh menista agama dengan mengedit video pidatonya di Pulau Seribu dan gelaran demo berjilid-jilid. Demo 212 yang mendatangkan pendemo pembela agama yang datang dari berbagai penjuru dan diklaim berjumlah 7,5 juta atau mungkin sekitar 100-200 ribu orang. Demo itu tentu butuh uang. MUI merespon mengeluarkan fatwa. Ahok pun dipenjara. Mereka puas dan menang.

Tapi setelah dua tahun menjabat Wagub DKI, tampaknya Sandi tak puas sebagai Wagubnya Anies. Ambisinya pun melonjak meninggalkan jabatan Wakil Gubernur dan tampil sebagai Cawapres mendampingi Capres Prabowo dalam Pilpres 2019. Mereka yakin menang dengan mendayagunakan Parpol dan gerbong pendemo 212 (Pilgub DKI) yang mempolitisasi agama sebagai kekuatan utama.

Tapi, pesaingnya incumbent Jokowi yang secara taktis memilih Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma’aruf Amin yang tadinya ‘mengayomi 212’ sebagai Cawapres. Tidak mudah mengatakan bahwa Jokowi satu visi dengan Ma’aruf Amin. Tapi tampaknya ini lebih pada taktis pragmatis.Memecah persepsi bahwa Prabowo-Sandi pasangan yang mewakili Islam. Ternyata ketika Ma’aruf menjadi Cawapres kurang dipandang juga mewakili Islam. Aneh. Namun, taktik itu telah membuat gerbong politisasi agama menjadi gamang. Prabowo-Sandi pun kalah.

Kemudian, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan yang ingin menciptakan kondisi aman setelah Pilpres 2019, berusaha menjembatani pertemuan Jokowi – Prabowo. Prabowo percaya kepada Budi Gunawan. Bahkan sebelum menetapkan Sandi sebagai Cawapres, konon lebih dulu ditawarkan kepada BG, tapi BG menolak secara halus mengingat jabatannya sebagai Kepala BIN. Setelah bertemu Jokowi yang menawarkan jabatan Menteri Pertahanan, Prabowo pun mengambil kesempatan emas itu.

Tak berapa lama, Sandi yang menjabat Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra pun menggenggam jabatan Menparekraf yang diberikan Jokowi mewakili Gerindra. Prabowo dan Sandi sebagai menteri terlihat patuh pada visi Presiden Jokowi. Mereka berdua terbilang sebagai menteri yang berprestasi cukup lumayan. Terkesan, keduanya masih menyimpan ambisi untuk menjabat Presiden dan Wakil Presiden, maka berusaha memanfaatkan kesempatan emas sebagai menteri itu untuk menggaet simpati publik.

Mereka berhasil, terlebih lagi Prabowo. Prabowo berhasil membangun persepsi bahwa Presiden Jokowi dan keluarganya lebih condong menjagokannya daripada Capres PDIP Ganjar Pranowo. Elektabilitasnya dalam beberapa survei naik. Bersamaan, Prabowo pun menggandeng PKB dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya. Salah satu kesepakatannya: Prabowo dan Muhaimin Iskandar akan menentukan siapa Capres dan Cawapres. Kesepakatan yang tentu mempersulit posisi Sandi tampil dalam kontestasi Pilpres 2024. Maka, Sandi pun memilih keluar dari Gerindra.

Advertisement

Muncul spekulasi. Sandi akan bergabung dengan PAN atau PKS; terutama PPP yang sudah resmi menyatakan dukungan kepada Capres PDIP Ganjar. Bahkan PPP disebut telah mengusulkan Sandi menjadi Cawapres berpasangan dengan Ganjar.

Pers pun memburu Sandi. Diminta tanggapannya atas digadang-gadangnya dia berpeluang menjadi Cawapresnya Anies atau Ganjar. Sandiaga yang pernah satu visi dengan Anies Baswedan di Pilkada DKI Jakarta 2017, dengan tegas menyatakan tak sepakat dengan gagasan perubahan yang diusung Bacapres Anies dan koalisi pendukungnya.

“Saya ingin menyampaikan bahwa yang saya usung itu adalah percepatan pembangunan, bukan perubahan,” kata Sandiaga di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (31/5/2023). Selama menjadi Menparekraf, Sandi menyebut masyarakat puas dengan arah pembangunan Presiden Jokowi, sehingga menurutnya tidak perlu diubah.

“Kalau mengubah arah pembangunan saya merasa itu kurang pas. Karena saya sudah keliling Indonesia, saya mendengar banyak masukan dari masyarakat dan data yang kami terima 80 persen dari masyarakat memberikan kepuasan terhadap arah pembangunan,” katanya. Dia menegaskan, mengubah arah pembangunan Presiden Jokowi malah tidak sesuai dengan harapan masyarakat. “Kalau mengubah apalagi mengubah peta besar dan arah pembangunan kita, ini mungkin tidak mendapatkan kesamaan pemikiran dengan saya,” kata Sandiaga.

Sandi mengaku mendukung percepatan pembangunan sebagaimana yang dijalankan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. “Saya ingin menyampaikan bahwa yang saya usung itu adalah percepatan pembangunan, bukan perubahan,” kata Sandiaga.

Menurut Sandi, Indonesia hanya memiliki waktu 15 tahun untuk meningkatkan capaian pembangunan dan ekonomi guna menjadi negara maju. “Kalau kita ubah lagi arah pembangunan kita, kita nanti akan hilang waktu dan bonus demografi kita akan terkikis, sehingga tidak ada potensi, tidak tercapai target Indonesia maju di tahun 2045.

Berkaitan dengan itu, ketika diminta tanggapannya jika diminta jadi Cawapres Ganjar, Sandi mengatakan “Saya merasa terhormat. Tapi yang akan mengambil keputusan itu pimpinan partai politik jadi itu ranahnya dan domainnya partai politik,” kata Sandiaga. Sementara, Sandi pun mengaku baru sekali bertemu dengan Ganjar Pranowo, sehingga belum ada komunikasi khusus dengan Ganjar apalagi terkait Cawapres.

Mengapa Sandi merasa lebih terhormat menjadi Cawapresnya Ganjar? Tentu karena Ganjar adalah Capres yang mempunyai visi dan gagasan yang sama dengan Presiden Jokowi yang lahir dari kandungan politik yang sama; yang akan melanjutkan dan mengakselerasi pembangunan yang sudah digerakkan Jokowi dalam 9-10 tahun pemerintahannya.

Masalahnya, apakah PDIP dan partai pengusung Capres Ganjar Pranowo akan sepakat memilih Sandiaga sebagai Cawapres? Tampaknya, Sandi akan bersaing dengan Eric Tohir yang sudah disodorkan PAN, dan beberapa kandidat lainnya termasuk Prabowo dan Muhaimin.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini