Rektor UI Layaknya Diktator

 
0
158

Rektor UI Layaknya Diktator

[BERITA TOKOH] – LEADERSHIP TKI Dipacung, Rektor UI Beri Panghargaan – Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar Rusliwa Somantri dianggap bersikap layaknya seorang diktator. Pasalnya, dia memberikan gelar Doktor Honoris Causa bidang kemanusiaan kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis, raja negeri yang telah berulang kali menghukum pancung Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Berbagai pihak mengecam perilaku (blunder) Rektor UI itu yang dinilai sama sekali tak memahami nurani rakyat Indonesia yang terluka akibat tindakan rakyat dan penguasa Kerajaan Arab Saudi yang sering kali tidak manusiawi kepada para TKI. UI telah memberikan gelar Doktor Honoris Causa di bidang kemanusiaan dan Iptek kepada Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Azis. Gelar itu dianugerahkan oleh Rektor UI dan seluruh Dekan UI dengan menghantarnya bersama-sama di Arab Saudi, Minggu (21/8/2011).

Guru Besar sosiologi UI Thamrin Amal Tomagola dalam keterangan pers di DPR, Jakarta, Jumat (26/8/2011) menuding Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri bersikap layaknya diktator. “Langkah-langkah yang diambil oleh Rektor UI seperti praktik diktator karena dia membuat kebijakan sendiri tanpa memperhatikan persetujuan mitra,” ujar Thamrin Amal Tomagola.

Thamrin menyebut, Rektor UI hanya mengedepankan nalarnya, tanpa menggunakan nurani. “Pikiran saya jelas, ini demi bangsa. Ketika ada pemberian gelar pada negeri yang memancung warga saya, saya akan lawan. Orang UI tak boleh diam. Tapi tentunya dengan cara konstitusional,” katanya.

Thamrin mengaku, sebagai orang UI, kecewa dengan sikap Gumilar tersebut, sebab masyarakat Indonesia masih terluka dengan hukuman pancung dan kekerasan lainnya kepada para TKW Indonesia. Dia menilai pemberian gelar itu sebagai black sunday. “Kami memprotes keras ini. UI itu menyandang nama Indonesia yang mencakup seluruh bangsa ini, kita harus tanggungjawab atas pengkhianatan anak bangsa oleh UI ini. Bangsa sedang terluka sejak pemancungan, kok rajanya diberi gelar kehormatan,” jelasnya.

Thamrin menyebut, Rektor UI hanya mengedepankan nalarnya, tanpa menggunakan nurani. “Pikiran saya jelas, ini demi bangsa. Ketika ada pemberian gelar pada negeri yang memancung warga saya, saya akan lawan. Orang UI tak boleh diam. Tapi tentunya dengan cara konstitusional,” katanya.

Demikian pula Koordinator Migran Care, Anis Hidayah dalam keterangan pers di DPR, Jakarta, Jumat (26/8/2011), memprotes keras pemberian anugerah ini karena ini pengabaian nilai kemanusiaan sendiri. Menurutnya, sebagai penguasa tertinggi di sana, Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Azis, telah membiarkan praktik pengabaian nilai kemanusiaan itu. Maka, Migran Care menilai Rektor UI perlu dipanggil oleh Komisi X DPR. Sebab, pemberian gelar ini sudah menyakiti hati bangsa Indonesia.

Alasan Global
Sementara itu, Rektor Universitas Indonesia Gumilar Ruswila Somantri mengatakan, keputusan UI memberikan gelar doktor Honoris Causa (HC) kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis di bidang perdamaian dan kemanusian sudah melalui kajian dan landasan berpikir yang holistik. Raja Arab Saudi dinilai punya peran dalam perdamaian dan kemanusiaan di tingkat global.

Menurut Gumilar, dalam aturan dan mekanisme pemberian doktor HC dari UI ada perbaikan-perbaikan di masa awal kepemimpinannya yang juga dengan kajian-kajian yang melibatkan unsur-unsur di UI. Perubahan tersebut mengacu pada pemberian HC di luar negeri yang dibuat lebih mudah.

Berikut pertimbangan-pertimbangan Rektor UI yang membuat Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis layak menerima gelar doktor HC dari UI:

Advertisement

1. Raja Arab Saudi dianggap melakukan langkah-langkah modernisasi Islam di Arab Saudi. Contohnya, beliau mendirikan King Abdullah University of Science and Technology yang membolehkan mahasiswa laki-laki dan perempuan kuliah bersama.

2. Raja mendukung pengembangan perekonomian yang berbasiskan energi terbarukan. Untuk mewujudkan ini, Raja membangun sains dan teknologi untuk menghasilkan riset-riset.

3. Raja Arab Saudi dinilai aktif mengembanghkan dialog lintas keagaamaan, utamanya Islam-Yahudi-Kristen. Termasuk juga memberikan pemahaman bahwa terorisme tidak terkait ajaran Islam, namun masalah dimensi ketidakadilan.

4. Raja Arab Saudi juga dinilai aktif mengembangkan perdamaian di kawasan Timur tengah, terutama masalah Palestina-Israel. “Konsep pemikiran beliau disampaikan ke PBB. Meskipun tidak diterima, pemikiran beliau visioner dan berpihak kepada semua pihak,” jelas Gumilar.

MWA Tak Tahu
Namun ironisnya, selain alasan pertimbangan global yang dikemukakan Rektor UI dengan tidak peduli pada pertimbangan nurani nasional, itu ternyata pemberian gelar doktor kehormatan kepada Raja Abdullah dari Arab Saudi itu, sama sekali tidak sepengetahuan Lembaga Majelis Wali Amanah UI.

“Kami tidak tahu soal itu dan tidak tahu justifikasi pemberian gelar doktor kehormatan itu,” ujar Prof Emil Salim, salah satu anggota Majelis Wali Amanah (MWA)-UI kepada Kompas, Rabu (31/8/2011). Menurut Emil Salim, inti masalahnya adalah ketiadaan transparansi dan tata kelola yang baik di UI.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 152 Tahun 2000 yang menjadi anggaran dasar UI sebagai badan hukum milik negara (BHMN), Rektor UI adalah anggota MWA. Menurut Emil Salim, MWA sebagai lembaga yang mengangkat dan memberhentikan rektor, bertanggung jawab agar UI berjalan sesuai ketentuan yang disepakati, yang mengacu pada ketentuan akademik.

Sementara itu, Presidum I Paguyuban Pekerja UI, Dr Andri G Wibisono, dalam pernyataan sikap paguyuban, Senin (29/8/2011) mengatakan, pemberian gelar kepada Raja Abdullah merupakan bukti ketidakdemokratisan dan ketidakilmiahan kebijakan pimpinan UI, ditambah relasi kuasa yang timpang antara otoritas dan lainnya. Paguyuban Pekerja UI menuntut agar gelar itu dicabut.

Persoalan pemberian gelar itu merupakan puncak gunung es karut-marut pengelolaan UI terkait pembatalan BHMN setelah Mahkamah Konstitusi pada 5 April 2010 membatalkan dua undang-undang dasar pelaksanaan BHMN setelah uji materi Pasal 53 Ayat (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terkait BHMN dan UU No 9/ 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Sambil menunggu peraturan baru, terbit PP No 66/2010 yang mengatur tata kelola dan tata laksana perguruan tinggi pada masa transisi tiga tahun. Berita TokohIndonesia.com | rbh

© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA

 

Tokoh Terkait: Gumilar R Somantri, | Kategori: Berita Tokoh – LEADERSHIP | Tags: Rektor, UI, Leadership, Diktator

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini