
Forum Jurnalis Batak (Forjuba) sebuah forum ‘Partungkoan’ (tempat pertemuan) para wartawan suku bangsa Batak secara resmi dideklerasikan Kamis 9 Desember 2021 di Sopo Marpingkir, Jakarta Timur. Deklarasi itu juga sekaligus pelantikan Badan Pengurus Harian Forjuba periode 2021-2026 yang dipimpin (Ketua Umum) Jamida H. Pasaribu.
Wartawan senior Drs. Ch. Robin Simanullang selaku Ketua Dewan Penasehat Forjuba bersama Dewan Penasehat lainnya Nikolas S. Naibaho, Ludin Panjaitan dan Jonro I. Munthe, SSos memimpin upacara deklarasi dan pelantikan pengurus Forjuba tersebut seusai kebaktian singkat yang dilayani Pendeta Marihot Siahaan, STh. Ketua Dewan Penasehat Ch. Robin Simanullang mengucapkan pernyataan deklarasi dan pelantikan pengurus tersebut dengan pesan singkat supaya BPH menakhodai Forjuba sebagai pelayan (pemimpin yang melayani). Deklarasi dan pelantikan pengurus tersebut ditandai dengan penyerahan Pataka Forjuba dari Dewan Penasehat yang diwakili Ludin Panjaitan dan penyerahan Dokumen Badan Hukum Forjuba dan Susunan Pengurus yang diwakili Nikolas S. Naibaho kepada Ketua Umum BPH Forjuba Jamida H. Pasaribu.
Upacara yang berlangsung luring dan daring tersebut selain dihadiri para jurnalis Batak juga antara lain dihadiri Bupati Tapanuli Utara Drs. Nikson Nababan, MSi (yang sebelumnya berprofesi wartawan), Edwin Pamimpin Situmorang, SH, MH (mantan Jaksa Agung Muda Intelijen), Ir. Sintong M. Tampubolon (Ketua Umum Batak Center), Ir. H. Soekirman (Bupati Serdang Bedagai 2013—2015, 2016—2021, secara daring), dan Joyce Sitompul Br. Manik seorang perancang busana dan aktivis budaya Batak. Upacara dipandu dengan apik oleh MC Feber Manalu. Sekretaris Umum Forjuba Hotman Jonathan Marbun Lumban Gaol (Hojot Marluga) lebih dulu memberi kata pembuka menjelaskan secara singkat proses berdirinya Forjuba dan pendeklarasian yang dua-tiga kali tertunda akibat pandemi Covid-19, hingga akhirnya bisa dilakukan tanpa kepanitiaan tetapi hanya diurus oleh Tim Kecil secara mandiri tanpa sponsor.
Ketua Umum Forjuba Jamida H. Pasaribu dalam kata sambutannya setelah dilantik mengatakan Forjuba dimaksudkan untuk membangun sinergisitas dan kolaborasi para jurnalis Batak dalam mendorong terwujudnya peranan jurnalis atau pers sebagai pilar demokrasi keempat, terutama dalam menghadapi era digital 5.0. Wartawan senior Harian SIB Medan tersebut mengatakan melalui kolaborasi dan/atau kerja sama para jurnalis Batak tentu akan memunculkan semangat baru dan karya-karya jurnalistik yang transformatif. “Apalagi di masa generasi milenial saat ini mempunyai tantangan sekaligus peluang besar dalam menghadapi era revolusi digital,” jelasnya. Selain itu, alasan mendasar lahirnya Forjuba juga untuk mendorong peningkatan profesionalisme sumber daya jurnalis Batak. Untuk itu, sinergisitas dan kolaborasi dengan berbagai pihak sangat penting untuk dilakukan, terutama sesama jurnalis Batak. “Mau tidak mau dalam era globalisasi ini kerja sama sesama jurnalis Batak sangat diperlukan guna saling menguatkan,” tegasnya.
Sebelumnya, Pendeta Marihot Siahaan dalam khotbahnya berpesan kiranya Forjuba setelah deklarasi benar-benar Bersatu. Menurut pengamatan dan pengalamannya, orang Batak banyak dan mudah membentuk persatuan-persatuan tetapi cenderung sulit mempersatukan. Dia berharap kemudian hari tidak lagi muncul persatuan sejenis, misalnya Forum Jurnalis Batak Indonesia.
Sementara itu, Ketua Dewan Penasehat Forjuba Drs. Ch. Robin Simanullang (pendiri Website dan Majalah Tokoh Indonesia) meneyebut Forum Jurnalis Batak mempunyai peran yang sangat strategis untuk memperkaya literasi Batak. Dia berharap Forum Jurnalis Batak berkiprah secara aktif sebagai suatu forum literasi strategi kebudayaan Batak, yang melakukan kegiatan diskusi, riset dan pengembangan literatur Batak; untuk mengeksplorasi kemampuan menulis, membaca, mendengar, menghitung, memahami, menganalisa, mengomperasi, menginterpretasi, mengeksegese dan memaknai serta mengomunikasikan (menuturkan) narasi nilai-nilai luhur budaya Batak secara kontemplatif, transformatif dan kolaboratif.
Penulis buku Hita Batak a Cultural Strategy itu menjelaskan bahwa leluhur Batak memiliki narasi nilai-nilai luhur kebatakan (habatahon) yang sangat kaya, bahkan memiliki kisah mitologi, kisah penciptaan manusia dan alam semesta oleh Tuhan Sang Khalik Mahabesar (Debata Mulajadi Na Bolon). Hanya sayang, semua narasi nilai-nilai luhur Batak tersebut hanya dituturkan secara lisan dan dilakoni secara empiris, hampir tidak ada yang dituturkan secara tertulis walaupun leluhur Batak sudah memiliki aksara dan bahasa sendiri. Sehingga nyaris tidak ada orang asing (non Batak) yang mendalami dan memahami nilai-nilai luhur Batak, sebagaimana (atau mendekati) orang Batak sendiri memahaminya. Untuk itulah, dia berharap Forjuba berperan aktif mengembangkan literatur Batak. Ch. Robin Simanullang, menekankan betapa pentingnya Forjuba menggalang kolaborasi secara interdependen, terutama dengan lembaga-lembaga Batak lainnya.
Dia berpandangan orang Batak mempunyai kelebihan dalam membentuk dan menggalang persatuan. Di mana-mana ada persatuan Batak. Orang Batak itu terdaftar dan terstruktur sedemikian rupa di seluruh pelosok Nusantara bahkan di seantero dunia. Yang sangat dibutuhkan adalah menggalang kolaborasi sosial secara massif antar persatuan-persatuan Batak tersebut dalam eksistensinya masing-masing secara interdependen.
Universitas Tapanuli Raya
Bupati Tapanuli Utara Drs. Nikson Nababan, MSi dalam kata sambutannya antara lain mengemukakan bagaimana upayanya membangun Tapanuli Utara dengan membangun akses transportasi (jalan) antar dusun, yang membutuhkan dana yang cukup besar sehingga berusaha mengakselerasinya dengan menggalang gotong-royong dan melengkapinya dengan penyediaan alat-alat berat.
Di samping itu, Drs. Nikson Nababan, MSi juga mengemukakan bagaimana upaya dan perjuangannya untuk menghadirkan sebuah universitas negeri bermutu di Tapanuli Utara dan/atau Tapanuli Raya yang disebutnya Universitas Tapanuli Raya (Untara). Menurut Drs. Nikson Nababan, MSi, pendirian universitas negeri bermutu akan menjadi kunci utama mempercepat kemajuan di Tanah Batak. Menurutnya, kehadiran universitas bermutu akan ‘menghapus’ sebutan ‘peta kemiskinan’ untuk daerah Tapanuli. Nikson Nababan antara lain menjelaskan, akibat ketiadaan universitas negeri bermutu maka para pelajar Batak harus keluar dari Tapanuli, yang berdampak mengalirnya uang dari Tapanuli ke daerah atau kota lainnya di mana putera-puterinya melanjutkan pendidikan. Dengan berdirinya universitas negeri bermutu maka perputaran uang di Tapanuli akan lebih besar. Maka Drs. Nikson Nababan, berharap kiranya lembaga-lembaga persatuan Batak, seperti Batak Center dan lainnya juga secara aktif menyuarakan hal itu kepada pemerintah pusat, secara khusus kepada Mendikbud-ristek dan Presiden, supaya segera terealisasi.
Menanggapi perjuangan Bupati Tapanuli Utara untuk mendirikan Universitas Tapanuli Raya tersebut, Ketua Dewan Penasehat Forjuba Drs. Ch. Robin Simanullang menyebut hal itu suatu perjuangan visioner dan strategis yang sangat membutuhkan kolaborasi sosial massif dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) khususnya Lembaga-lembaga Batak, di antaranya Forjuba. Para jurnalis Batak perlu menulis atau menyuarakan secara massif betapa pentingnya kehadiran universitas negeri bermutu di Tapanuli Raya (Batak Raya).
Menurut Ch. Robin Simanullang, menghadirkan universitas bermutu di Tapanuli jauh lebih urgen daripada memisahkannya dari Provinsi Sumatera Utara, apalagi jika provinsi tersebut tidak mencakup seluruh Tanah Batak. Selain universitas bermutu, hal paling strategis lainnya untuk mengakselerasi kemajuan Tapanuli adalah meningkatkan status Badan Otorita Danau Toba menjadi suatu Badan yang keberadaannya diatur dalam suatu Undang-undang Badan Otorita Danau Toba. Menurutnya, hal itu jauh lebih strategis daripada UU pemekaran Provinsi Sumatera Utara menjadi beberapa provinsi. Salah satu pertimbangan urgensi strategisnya adalah karena Danau Toba merupakan suatu geopark dan pusat budaya Batak, yang mempersatukan Batak.
Berkaitan perjuangan mendirikan universitas negeri bermutu, Ch. Robin Simanullang juga berpandangan kawasan Silangit sangat ideal dijadikan sebagai lokasi universitas tersebut. Selain karena Kawasan Silangit memiliki lahan yang luas, juga telah memiliki Bandara, dan dapat juga disebut sebagai ‘jantung akses transportasi’ Tapanuli, serta memiliki pantai Danau Toba (Muara). Di samping di kawasan itu sudah ada universitas swasta yakni Universitas Sisingamangaraja Tapanuli (Unita) dan juga ada Jetun Silangit sebagai Perkampungan Pembinaan Pemuda Gereja (HKBP). Sehingga Kawasan Silangit sangat ideal dikembangkan menjadi Pusat Pendidikan Tapanuli Raya.
Di samping itu, pembangunan infrastruktur transportasi perlu lebih ditingkatkan, di antaranya peningkatan Bandara Sisingamangaraja Silangit menjadi benar-benar berkelas internasional, serta jalan Tol Medan-Parapat-Sibolga-Padangsidempuan dan Jalan Tol Medan-Berastagi-Sidikalang-Siborongborong, atau setidaknya pelebaran dan peningkatan kualitas jalan tersebut.
Pusat Habatahon
Ketua Umum Batak Center (Pusat Habatahon) Ir. Sintong M. Tampubolon adalah salah satu tokoh yang menyambut baik pendeklarasian Forum Jurnalis Batak. Dalam kata sambutannya, Tampubolon berpesan kiranya Forjuba dapat bersinergi dengan Batak Center, terutama dalam menyebarluaskan berbagai kegiatan Pusat Habatahon tersebut. Perkumpulan Batak Center dibentuk tanggal 18 Agustus 2018 dengan visi: Terwujudnya Masyarakat Batak Raya yang mampu melestarikan dan mengembangkan budaya dan peradaban Batak yang modern demi kemajuan dan martabat suku Batak sebagai bagian integral dari Bangsa Indonesia dan masyarakat dunia.
Sementara itu, Edwin Pamimpin Situmorang, SH, MH, Ketua Umum DPP Perkumpulan Hita Marga Batak (Himaba) yang juga Ketua Yayasan Sopo Marpingkir dalam kata sambutannya mengungkapkan perlunya melakukan penelitian dan penulisan sejarah asal-usul suku bangsa Batak, hal mana para jurnalis Batak juga berperan aktif. Pamimpin mengungkapkan pembicaraannya dengan Jenderal Purn. Gatot Nurmantyo yang berkeyakinan bahwa orang Batak sudah berada di sekitar Danau Toba sejak ribuan tahun lalu. Setelah Gunung Toba Meletus, orang Batak sebagai petualang datang ke pusat letusan vulkanik dahsyat tersebut. Kepejuangan petualang Batak tersebut juga masih terlihat dari keberadaan para pemuda Batak yang selalu ada di setiap pasukan strategis TNI. Pamimpin Situmorang mengungkapkan Gatot Nourmantyo bertanya sudah berapa generasi orang Batak sesuai dengan silsilahnya, yang dijawabnya sekitar 22-25 generasi atau sekitar 800 tahun. Nurmantyo menyatakan tidak yakin orang Batak baru berada di Danau Toba sekitar 800 tahun lalu, untuk itu perlu dilakukan kajian yang lebih seksama.
Edwin Pamimpin Situmorang selaku Ketua Yayasan Sopo Marpingkir sangat menyambut kehadiran Forjuba, antara lain memfasilitasi penggunaan Loby Gedung Sopo Marpingkir sebagai tempat upacara deklarasi dan pelantikan pengurus. Pamimpin Situmorang juga menyatakan kesiapannya menyediakan tempat di Sopo Marpingkir manakala Forjuba memerlukannya.
Pengurus
Adapun susunan lengkap Dewan Penasehat dan Badan Pengurus Harian Forjuba adalah:
Dewan Penasehat: Drs. Ch. Robin Simanullang (Ketua); Ludin Panjaitan, Nikolas S. Naibaho, Jonro I Munthe, SSos, dan Tony Rons Hasibuan.
Badan Pengurus Harian: Ketua Umum Jamida H. Pasaribu; Wakil Ketua Umum Drs. Darwin Situmorang, MSi; Sekretaris Umum Hotman J. Lumban Gaol, STh, MTh (Hojot Marluga); Wakil Sekum Edo Panjaitan; Bendahara Umum Rifal Banjarnahor; Wakil Bendahara Mula Parna Sitanggang. Ketua Umum Forjuba Jamida Pasaribu mengatakan susunan kepengurusan tersebut masih akan dilengkapi kemudian.
Sementara itu Anggota Dewan Penasehat Jonro I Munthe berharap pengurus Forjuba melakukan pertemuan secara berkala untuk berdiskusi mengenai berbagai hal tentang kegiatan Forjuba. Jonro menawarkan kesediaannya menjadi tuan rumah dalam pertemuan-pertemuan pengurus Forjuba.