Al-Zaytun Gagas Gerakan Pendidikan Revolusioner Lewat Pelatihan Pelaku Didik
Dimulai 1 Juni 2025

Indramayu – Ma’had Al-Zaytun kembali menegaskan posisinya sebagai pelopor pembaruan pendidikan berbasis nilai-nilai luhur dan kebudayaan nasional dengan menggelar “Pelatihan Pelaku Didik” yang berlangsung di lingkungan kampus Al-Zaytun pada Minggu, 1 Juni 2025. Kegiatan ini menjadi ruang strategis untuk mengonsolidasikan visi pendidikan berasrama yang menyeluruh dan berkelanjutan, dengan mengusung semangat transformasi revolusioner dalam sistem pendidikan Indonesia.
Penulis: Mangatur L. Paniroy, TokohIndonesia.com (Tokoh.ID)
Acara diawali dengan prakata penyelenggara oleh Ketua Umum Panitia, Eji Anugrah Romadhon, S.S., M.A.P., sebelum secara resmi dibuka oleh Syaykh Al-Zaytun, AS Panji Gumilang, di aula utama Masjid Rahmatan Lil Alamin (MRLA). Acara ini dihadiri oleh ribuan peserta yang terdiri dari para guru, pengasuh, mahasiswa, santri, wali santri, serta jajaran pengelola pendidikan di Al-Zaytun. Hadir sebagai narasumber utama, Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd., pakar pendidikan dan mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang menyampaikan pidato bertajuk arah dan cita-cita transformasi pendidikan menuju generasi unggul Indonesia 2045.
Pendidikan sebagai Jalan Kedaulatan Bangsa
Dalam pidato pembukanya, Syaykh Panji Gumilang menekankan pentingnya pendidikan sebagai jalan untuk menegakkan peradaban bangsa. Ia memperkenalkan istilah novum gradum, sebuah langkah baru dalam pendidikan untuk membentuk manusia unggul yang tidak hanya terampil, tetapi juga berakhlak dan berdaya cipta. Dalam pandangannya, pendidikan yang kuat harus berpijak pada dasar konstitusi bangsa, yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai pijakan ideologis dan moral dalam membentuk karakter kebangsaan. Lebih dari sekadar proses pengajaran, pendidikan menurutnya adalah proses panjang yang membentuk manusia utama atau jalmo utomo, yakni insan yang memiliki keunggulan dalam ilmu, budi pekerti, dan daya cipta.
“Negara besar dibentuk oleh manusia utama. Dan manusia utama itu tidak hadir dari sistem yang malas dan asal-asalan. Ia dibentuk melalui disiplin, kejujuran, dan kecintaan pada ilmu dan nilai,” ujar Syaykh Panji Gumilang.
Ia mengenang masa kecilnya ketika dididik orang tua dengan nilai-nilai luhur lewat lagu-lagu berbahasa Jawa yang sarat makna. “Jalma utomo, ilmunya harus kauroh utomo, maka menjadi manusia utama. Itu dari Sokrates sampai Plato sampai Aristoteles. Itu menciptakan manusia utama. Itu yang akan bisa menegakkan republik. Dulu bahasa Plato itu republik. Jadi ini saja, coba ikuti nanti tadi. Itu dari sejak dulu ditanamkan begitu, setiap melangkah, pambudi itu apa nggak dijelaskan.”
Ia juga menyampaikan perlunya membangun sistem pendidikan nasional yang berlandaskan pada hukum (law) dan sains, serta mengintegrasikan prinsip STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics). “Subur sarwa tinandur, murah sarwa tinuku. Negeri yang baik adalah negeri yang hukum ditegakkan, pangan tercukupi, dan ilmu dihormati,” tegasnya.
Prof. Sutrisna: Dari Reformasi Menuju Transformasi
Pidato kunci disampaikan oleh Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd., yang membawakan orasi ilmiah selama lebih dari satu jam. Ia menyampaikan bahwa dunia pendidikan saat ini memerlukan lebih dari sekadar reformasi. Yang dibutuhkan adalah transformasi revolusioner, perubahan paradigma yang menyeluruh dan mendalam.
“Reformasi itu tambal sulam. Yang kita perlukan adalah perubahan akar hingga batang. Kita tidak sedang berbicara soal teknis kurikulum saja, tapi cara kita memandang dan memanusiakan peserta didik,” tegasnya.
Menurutnya, pendidikan Indonesia saat ini harus mampu menjawab tantangan zaman sekaligus menjaga akar budaya. Ia mengembangkan konsep jalmo utomo yang sebelumnya diperkenalkan oleh Syaykh Panji Gumilang, dan mengaitkannya dengan ideal insan kamil dalam Islam serta gagasan Triloka Ki Hadjar Dewantara sebagai prinsip kepemimpinan pendidikan yang kontekstual.
Prof. Sutrisna juga menyoroti pentingnya sistem pendidikan berasrama seperti yang diterapkan di Al-Zaytun. “Relasi guru dan murid tidak berhenti di kelas. Ada pembiasaan, ada keteladanan. Pendidikan bukan hanya soal pengetahuan, tapi juga penanaman nilai melalui hidup bersama.”
Ia menyebut bahwa Al-Zaytun memiliki model pendidikan masa depan: holistik, adaptif terhadap kemajuan teknologi, tetapi berakar kuat pada nilai budaya dan kebangsaan. “Kalau seluruh pelaku didik bersatu dan bergerak, Indonesia akan punya model pendidikan masa depan. Pendidikan yang berakar tapi menjulang. Yang membumi tapi juga mendunia.”
Ruang Interaktif: Dialog dan Gagasan
Usai pemaparan, sesi diskusi dibuka dan diikuti dengan antusias oleh peserta dari berbagai jenjang pendidikan di Al-Zaytun. Seorang mahasiswa semester enam dari Institut Agama Islam Al-Zaytun, Adang Kadarusman, mengangkat topik skripsinya yang mengkaji kepemimpinan transformasional Syaykh Panji Gumilang dalam menanamkan nilai nasionalisme dan perdamaian dunia.
“Saya semester 6, sudah membuat proposal skripsi dengan KPPP itu, Kepemimpinan Transformasional, Kepemimpinan Karismatik Transformasional Syaykh Al-Zaytun dalam menanamkan nasionalisme, toleransi, dan perdamaian dunia. Nah di sini juga berkaitan dengan transformasi revolusioner, kemudian tadi dengan pembahasan jalma utomo. Ternyata ini kayak seperti gayung bersambut, Prof,” ujarnya.
Pertanyaan tersebut dijawab Prof. Sutrisna dengan mengapresiasi pendekatan skripsi yang menyambungkan teori dan praktik. “Konsep utamanya adalah kepemimpinan transformasional. Karismatik ini adalah pelaksananya. Kebetulan yang diteri adalah Syaykh yang memiliki sifat karismatik. Jadi orientasinya adalah kepemimpinan transformasionalnya. Tinggal pelaksana, ternyata kalau pemimpinnya itu karismatik, maka apakah memudahkan, apa mempersulit? Nanti di situ. Jadi hubungannya karismatik dengan transformasional. Karena transformasional revolusioner itu kan cita-cita. Kebetulan ini konsep beliau,” jelasnya.
Sementara itu, Nayla Sakia Zukruf, santriwati kelas 10, bertanya bagaimana generasi muda Al-Zaytun dapat berkontribusi di tengah perkembangan teknologi dan revolusi industri. “Saya ingin menanyakan bagaimana santri-santri Al-Zaytun dapat menciptakan generasi unggul karena terbentuknya daerah of the disruption yang telah disampaikan Prof tadi.”
Prof. Sutrisna menjawab, “Generasi unggul itu adalah generasi yang mempersiapkan diri dengan ciri-ciri keunggulan tadi: kreatif, inovatif, mandiri, enterpreneur. Itu adalah syarat untuk bagaimana mewujudkan, menggapai dunia itu, yang Indonesia emas tadi. Tanpa generasi unggul, kita akan sulit mewujudkan Indonesia emas yang akan kita tuju.”
Arah dan Kelanjutan Gerakan Pendidikan
Dalam pidato penutupnya, Syaykh Panji Gumilang menyampaikan akentuasi yang sarat filosofi dan sejarah. Ia kembali menekankan pentingnya pendidikan berbasis nilai hukum dan STEAM. “Subur sarwa tinandur, murah sarwa tinuku. Negeri yang baik adalah negeri yang hukum ditegakkan, pangan tercukupi, dan ilmu dihormati.”
Syaykh mengajak seluruh elemen bangsa untuk tidak hidup enak sendiri. “Ojo urip enak dewe, Rek. Ayo bangsa Indonesia ini semua.” Ia menegaskan bahwa kemajuan bangsa hanya bisa dicapai jika semua elemen pendidikan bergerak bersama membangun sistem yang berkeadaban.
“Revolusi pendidikan tidak cukup di mimbar. Harus masuk ladang, asrama, dapur, dan ruang kelas. Jangan jadi bangsa jongos untuk negara lain,” tegasnya.
Pelatihan ini menandai langkah nyata Al-Zaytun sebagai kampus yang mengintegrasikan visi pendidikan nasional dan global melalui pendekatan yang berakar pada nilai, hukum, dan kebudayaan Indonesia. Ke depan, pelatihan ini direncanakan akan dilaksanakan secara rutin minimal dua kali dalam sebulan, dengan menghadirkan narasumber berlatar belakang profesor sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas wacana dan arah pendidikan berkelanjutan.
Dengan antusiasme yang kuat dan kesadaran akan pentingnya arah baru pendidikan, Al-Zaytun telah dan sedang menjelma menjadi laboratorium transformasi pendidikan yang nyata di Indonesia. Pelatihan ini bukan hanya agenda seremonial, melainkan bagian dari gerakan kolektif menuju sistem pendidikan nasional yang berakar, berdaulat, dan berorientasi masa depan. (Atur/TokohIndonesia.com)