Bentuk Densus Antikorupsi
Sutarman
[ENSIKLOPEDI] Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Drs. Sutarman berniat membentuk Detasemen Khusus (Densus) Antikorupsi untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi. Pria kelahiran Weru, Sukoharjo, Jawa Tengah, 5 Oktober 1957, menegaskan hal itu sebelum dilantik menjabat Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta pada 25 Oktober 2013. Mantan Kabareskrim dan Kapolda Metro Jaya itu menggantikan Jenderal Timur Pradopo.
Mantan Ajudan Presiden Abdurrahman Wahid itu dalam catatan Kompolnas memiliki integritas yang bagus, tegas, sederhana, polisi reserse yang berprestasi, dan cukup mumpuni dalam tugasnya karena sudah tiga kali menjabat Kepolda yakni Kapolda Kepri, Jawa Barat dan Metro Jaya[1].
Dia alumni Akpol 1981, sama angkatannya dengan Panglima TNI Jendral Moeldoko) yang juga Akmil 81. Putera pasangan Paidi Pawiro Mihardjo dan Samiyem ini mengawali karier sebagai Perwira Staf Lantas Polres Bandung Polda Jabar (1982). Kemudian menjabat Kapolsek Dayeuh Polres Bandung Polda Jabar (1982) dan Kasat Lantas Polres Sumedang Polda Jabar (1983).
Lalu menjadi Danki Tar Akpol (1986); Kasubbag Renset Dit Pers Polda Metro Jaya (1988); Kapolsek Metro Kebon Jeruk Restro Jakbar (1989); Kapolsek Metro Penjaringan Restro Jakut (1991); Paban Muda III / Binkar Spers ABRI (1993); Kabag Bintibmas Dit Binmas Polda Metro Jaya (1995); Kapusdalaops Polwil Timor Timur Polda Nusra (1996).
Pada tahun itu juga, dia diangkat menjabat Kapolres Lombok Timur Polda NTB (1996). Tahun berikutnya menjabat Kabag Top / DSP Subdit Diaga Dit Minpers POLRI (1997); Kabag Diawan / Gassus Subdit Dalkar Minpers POLRI (1997) dan Kabag Dalkar Dit Pers Polda Metro Jaya (1997). Kemudian dipercaya menjabat Kapolres Bekasi Polda Metro Jaya (1999).
Sutarman, mengatakan pembentukan Detasemen Khusus Antikorupsi tak akan berbenturan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Densus Antikorupsi justru akan menguatkan upaya pemberantasan korupsi. “Justru kita harus saling menguatkan. Kalau Polri-nya kuat, KPK bisa fokus di pencegahan,”
Ketika KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi Presiden RI, Sutarman dipercaya menjadi Ajudan Presiden RI (2000-2001). Di mata Sutarman, Presiden Abdurrahman Wahid memiliki daya ingat kuat, dan visinya juga kuat, tokoh yang hebat. Maka dia mengaku termasuk pengagum Gus Dur.
Setelah menjadi Ajudan Presiden, dia diangkat menjabat Kapoltabes Palembang Polda Sumsel (2001-2003). Dari Polda Palembang, dia dimutasi menjabat Dirreskrim Polda Jatim (2003-2004), lalu menjabat Kapolwiltabes Surabaya Polda Jatim (2004-2005). Selanjutnya, kariernya terus melejit menjabat Kapolda Kepri (2005-2008) dan Kaselapa Lemdiklat Polri (2008-2010).
Kemudian, Sutarman menjabat Kapolda Jabar (2010-2011), dia menggantikan Timur Pradopo. Lalu menjabat Kapolda Metro Jaya (2010) juga menggantikan Timur Pradopo. Tahun berikutnya diangkat menjabat Kepala Bareskrim Polri (sejak 6 Juli 2011 hingga 24 Oktober 2013) menggantikan Komjen Ito Sumardi.
Kariernya mencapai puncak setelah diajukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai calon tunggal Kapolri kepada DPR-RI pada hari Jumat, tanggal 27 September 2013. Setelah melalui uji kelayakan (fit and propertest), Komisi III DPR-RI menyetujui secara aklamasi pengakatannya menjadi Kapolri. Pengesahan persetujuan tersebut di rapat paripurna DPR pun berjalan lancar.
Dia pun secara resmi menjabat Kapolri (Tri Brata 1) setelah dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Jumat ( 25/10/2013 ) sore. Dia menggantikan Jenderal (Pol) Timur Pradopo untuk ketiga kalinya. Dengan jabatan Kapolri itu, Sutarman berpangkat Jenderal Bintang Empat.
Pelantikan dihadiri Ibu Negara Ani Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono didampingi Ny Herawati Boediono, Jenderal (Pol) Timur Pradopo, para pemimpin lembaga tinggi negara, jajaran kabinet, para perwira tinggi Polri dan TNI. Juga disaksikan keluarga Sutarman.
Seusai dilantik, Sutarman melayani beberapa pertanyaan wartawan, di antaranya: Apa program pertama Anda? Sutarman menjawab: Kita akan membenahi ke dalam apa yang menjadi persoalan dan tuntutan masyarakat. Seperti yang saya paparkan di DPR, dengan menghadirkan seluruh kekuatan dan kemampuan kita. Polri hadir di tengah-tengah masyarakat saat masyarakat membutuhkan.
Saya juga pernah menjelaskan kapan masyarakat membutuhkan kehadiran polisi. Pada saat mereka tidur pun perlu kehadiran polisi. Karena dengan hadirnya polisi, dia merasa aman dan tenang, tidurnya nyenyak. Lalu pada saat berangkat ke kantor, pada saat pulang kerja perlu kehadiran polisi.
Polri ini menolong masyarakat. Kalau ada yang ingin menyeberang jalan, mungkin orangtua, atau anak-anak, diseberangkan. Itu sebagian dari contoh menolong masyarakat sehingga hidupnya Polri ini untuk menolong dan melindungi masyarakat.
Kemudian, yang kedua dari aspek penegakan hukum. Kemarin saya sampaikan dari penegakan hukum sampai tindak korupsi, terorisme, dan narkotika, kejahatan yang cukup membahayakan kelangsungan berbangsa dan bernegara itu harus menjadi prioritas di samping kejahatan-kejahatan jalanan yang meresahkan masyarakat. Premanisme, perjudian, dan lainnya harus kita bersihkan dan kita berikan target-target ke wilayah untuk penegakan hukum.
Ketiga, meningkatkan aspek pengawasan. Anggota yang bekerja di lapisan pelayanan sudah bekerja baik atau belum bisa dilihat dari kontrol, baik yang dilakukan oleh kesatuan, oleh Irwasum dan jajarannya, maupun kontrol dari luar. Kita akan menampung semua komplain yang ada di masyarakat untuk ditindaklanjuti sehingga masyarakat dapat merasa dilayani oleh Polri.
Dari aspek pelayanan, ini kita berikan trust. Kalau trust berjalan, masyarakat akan memberikan kontribusi nyata terhadap tugas-tugas Polri dengan cara membantu memberikan informasi, membantu mengamankan lingkungannya, dirinya, dan mengamankan tempat-tempat bekerja atau tempat lainnya.
Bagaimana penanganan terorisme?
Jaringan terorisme sudah kita ketahui bersama dan sel-sela terkecil pun kita ketahui. Kalau dulu terorisme menyerang terlebih dulu, terjadi pengeboman baru kita tangkap. Tapi, saat ini kita menangkap mereka dulu sebelum mereka melakukan tindakan kekerasan dan pengeboman.
Tapi, saya juga tidak akan menangkap mereka para pelaku terorisme ini bila mereka tidak melakukan aksinya dengan cara-cara yang melanggar hukum. Kalau dia melakukan kegiatan itu dengan cara yang baik, tidak ngebom, tidak menembak polisi, tidak menyerang, saya kira itu tidak ada pelanggaran hukum. Tapi, kalau dia sudah menyiapkan perangkat bom, sudah menyiapkan senjatanya, dan dia sudah menargetkan yang akan dibom, maka sebelum dia melakukan peledakan kita sudah tangkap duluan.
Karena apa? Kalau itu sudah telanjur meledak, dampak ekonomi, sosial, dan dampak kepercayaan dunia terhadap keamanan Indonesia akan kurang. Dan itu yang harus kita tangani sekarang. Kita akan menjaga republik ini tidak terjadi ledakan di mana pun.
Bagaimana sinergi dengan KPK?
Selama ini kita sudah bekerja sama dengan baik. Kita punya kerja sama pelatihan, mulai dari pelatihan yang digagas oleh KPK. Kemudian, apa pun yang diminta oleh KPK, untuk pemeriksaan di beberapa daerah, atau minta kekuatan, pengawalan, minta apa pun kita selalu saling bersinergi.
Kita tidak mungkin melakukan pengungkapan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sendiri karena kondisi korupsi yang sudah begitu masif di masyarakat. Itu harus kita tangani bersama-sama dari aspek penegakan hukum maupun pencegahan.
Soal ormas yang anarkistis?
Semua lapisan masyarakat, kelompok-kelompok, kalau melakukan kegiatan dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia, tidak melanggar aturan, tidak ada persoalan. Tapi, bila melakukan tindakan dengan cara-cara kekerasan, dengan cara melanggar hukum, kewajiban kita untuk melakukan penegakan hukum kepada siapa pun dia. Kita harus tegas terhadap masalah seperti ini agar di Indonesia ini, kelompok masyarakat mana pun tidak menyelesaikan permasalahannya dengan cara sendiri.
Kalau dibiarkan menyelesaikan cara-cara sendiri maka hukum rimba yang berlaku dan itu akan berbahaya pada negara yang kita cintai. Hukum harus ditegakkan dan Polri adalah garda terdepan untuk penegakkan hukum dan mencegah hal hal yang menyimpang.
Bagaimana pengamanan Pemilu 2014?
Kita harus mulai start karena tahapan pemilu yang seharusnya kemarin, tahap penetapan daftar pemilih tetap diundur. Tentu tahapan-tahapan yang ada Polri akan mengawal dari tahap awal sampai nanti pencetakan logistik pemilu, distribusinya sampai ke TPS. Seluruhnya kita akan kawal secara maksimal.
Saya tegaskan Polri harus netral dalam pelaksanaan pemilu ini. Kita akan terus mengawal tahapan pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden. Diharapkan masyarakat dapat nyaman untuk memilih dengan pikiran yang jernih. Dia akan memilih siapa-siapa wakilnya yang paling baik untuk membawa kemajuan negara yang kita cintai .
Bagaimana soal kasus-kasus salah tangkap dalam penanganan kasus?
Ini bagian yang harus saya perbaiki pelan-pelan dengan latihan di kesatuan, latihan di lembaga pendidikan resmi, mengirim ke beberapa negara. Itu dimaksudkan kita memiliki kompetensi yang cukup sehingga tidak ada lagi nanti salah tangkap, salah tahan
Densus Antikorupsi
Dalam pemaparan visi dan misinya saat menjalani uji kelayakan di Komisi III DPR, Sutarman dengan tegas menyatakan akan memprioritaskan perkara korupsi. Selama menjadi Kabareskrim dari 2011, dia mengklaim telah berhasil meningkatkan jumlah penanganan kasus perkara korupsi. Sutarman memaparkan bahwa pada 2012, Polri telah menangani 1.176 kasus atau naik 65 persen dibandingkan pada 2011 yang berjumlah 766 kasus. Dari jumlah itu, pada 2012, Polri telah menyelesaikan 657 kasus korupsi atau naik 24,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Total uang negara yang diselamatkan Rp 261 miliar. Sementara itu, sepanjang 2013 berjalan hingga September, Polri menyelamatkan Rp 907 miliar dari 554 perkara korupsi yang diselesaikan.
Saat menjalani uji kelayakan di Komisi III DPR, itu Sutarman menyatakan berniat segera mendirikan sebuah satuan baru di kepolisian, yakni detasemen khusus anti-korupsi (densus anti-korupsi). “Densus antikorupsi) adalah bagian yang harus kita lakukan,” ujar Sutarman di Kompleks Parlemen, Kamis (17/10/2013). Ide soal densus anti-korupsi ini bermula dari lontaran anggota Komisi III, yakni Ahmad Yani (Fraksi PPP) dan Bambang Soesatyo (Fraksi Partai Golkar).
Sutarman memandang Densus Antikorupsi tersebut perlu dibentuk untuk mempercepat kinerja Polri dalam penanganan perkara korupsi yang termasuk dalam kejahatan luar biasa. “Tetapi, karena menyangkut kelembagaan, itu tidak menyangkut institusi Polri saja, tetapi juga sampai ke atas. Itu yang harus didiskusikan. Kalau bisa dibentuk, sangat luar biasa,” kata Sutarman.
Sutarman, mengatakan pembentukan Detasemen Khusus Antikorupsi tak akan berbenturan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Densus Antikorupsi justru akan menguatkan upaya pemberantasan korupsi. “Justru kita harus saling menguatkan. Kalau Polri-nya kuat, KPK bisa fokus di pencegahan,” ujar Sutarman di Kompleks Parlemen, Selasa (22/10/2013). Sutarman juga membantah keberadaan Densus Antikorupsi akan mengerdilkan peran KPK. Penulis: Ch. Robin Simanullang | Bio TokohIndonesia.com