Berani Netral dengan Nyata
Budiman
[ENSIKLOPEDI] Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Budiman menunjukkan kejujuran, integritas, independensi dan profesionalitasnya saat menjamin netralitas TNI AD dalam Pilpres 2014. Dia tidak sekadar memublikasi netralitas TNI AD dengan pernyataan yang diliput media, melainkan berani jujur dan netral dengan tindakan nyata.
Salah satu tindakan nyatanya adalah ketika dengan tegas memerintahkan pengusutan tuntas kasus anggota Babinsa yang mendatangi rumah-rumah warga di Jakarta Pusat dan mengarahkan mereka mendukung calon presiden tertentu. Selain itu, sebagaimana dikemukakan Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Andika Perkasa, Kamis (5/6/2014), dia juga langsung memerintahkan Asisten Operasi KSAD dan Wakil Asisten Pengamanan KSAD untuk melakukan teleconference dengan seluruh Pangdam guna menekankan sekali lagi ke jajaran masing-masing tentang posisi netral Prajurit TNI AD di Pemilihan Presiden 2014.
Berulang kali Kasad Budiman menegaskan sikap netral prajurit TNI AD dalam Pemilu 2014. Dia menegaskan komitmen tersebut untuk memastikan Pemilihan Presiden 2014 berlangsung tanpa ada intervensi dan tekanan dari pihak manapun, termasuk dari Prajurit TNI AD sendiri.
Andika menegaskan Jenderal Budiman sangat serius menangani dugaan keberpihakan Babinsa di Jakarta Pusat kepada capres tertentu. Jika terbukti, dipastikan akan diberi sangsi kepada mereka sesuai temuan dalam pemeriksaan.
Lalu, dalam keterangan tertulis kepada sejumlah media, Kepala Dinas Penerangan TNI AD Andika Perkasa menyebutkan berdasarkan hasil penyelidikan pada 5-8 Juni 201, anggota Babinsa Koptu Rusfandi terbukti melakukan pendataan terhadap warga di wilayah tugasnya Jakarta Pusat, tetapi tidak bermaksud mengarahkan pilihan warga pada pilpres mendatang. Meski demikian diakui, ketika pendataan, anggota Babinsa mengajukan pertanyaan mengenai preferensi warga Jakarta Pusat pada pemilihan presiden dan menunjuk gambar parpol salah satu capres.
Namun, di tengah keseriusan, kejujuran dan keberanian bertindak nyata untuk menjamin netralitas TNI AD dan menjamin keamanan pengumuman hasil Pilpres tersebut, tersiar kabar bahwa Jenderal TNI Budiman segera diberhentikan dari jabatannya sebagai Kasad. Padahal dia baru akan memasuki pensiun pada akhir September 2014.
Koptu Rusfandi dinyatakan melakukan pelanggaran disiplin perbuatan tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan profesional dan tidak memahami tugas serta kewajibannya, dan dijatuhi sanksi Penahanan Berat selama 21 hari sanksi administratif penundaan pangkat selama 3 periode (3 x 6 bulan). Sementara itu, Kapten Inf Saliman yang merupakan Danramil Gambir juga dijatuhi hukuman teguran, dengan sanksi administratif penundaan pangkat selama 1 periode (1x 6 bulan).
Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Moeldoko dalam keterangan pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Minggu (08/06/2014) siang mengatakan bahwa setelah diadakan pengecekan atas perkembangan yang simpang siur itu oleh Bawaslu, mereka datang ke lokus kejadian bersama dengan aparat daerah setempat, ada pak camat, lurah, rt, rw dan masyarakat. “Apa yang dikatakan oleh pelapor itu tidak terbukti,” jelas Moeldoko. Moeldoko menegaskan TNI wajib bersikap netral dalam setiap pemilu. “Tidak ada perintah dari panglima TNI yang meminta Babinsa untuk seperti itu,” tambah Moeldoko. Panglima mengatakan kasus pendataan oleh bintara pembina desa atau Babinsa tidak terstruktur. Panglima TNI mengatakan tidak ada perintah yang meminta Babinsa untuk meminta masyarakat mendukung salah satu capres-cawapres dalam pemilu presiden 9 Juli 2014.
Pernyataan Panglima TNI tentang netralitas TNI dalam Pilpres tersebut senada dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta TNI-Polri netral pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2014, baik institusi maupun pribadi TNI-Polri yang masih aktif. Presiden SBY dalam pengarahannya di depan perwira TNI-Polri, 2 Juni 2014, yang juga dihadiri Mensesneg Sudi Silalahi, Menhan Purnomo Yusgiantoro, Kepala BIN Marciano Norman, Panglima TNI Moeldoko, Kapolri Sutarman, Kasad Budiman, Kasal Marsetio, mengharapkan pada Pilpres 2014 netralitas TNI-Polri tetap dijaga dan dilaksanakan, jangan sampai dirusak, dan mengkhianati reformasi TNI-Polri yang kita laksanakan dengan sangat tidak mudah waktu itu.
Harapan Presiden SBY yang juga merangkap Ketua Umum Partai Demokrat tersebut dilaksanakan oleh Kasad Budiman dengan tindakan nyata yang bukan sekadar basa-basi atau pencitraan belaka. Bahkan untuk mengamankaan rekapitulasi hasil Pilpres dan pengumuman pemenang Pilpres dalam Rapat Pleno terbuka KPU pada 22 Juli 2014, Kasad mem-BKO-kan 27.000 personil TNI AD ke Polri.
Namun, di tengah keseriusan, kejujuran dan keberanian bertindak nyata untuk menjamin netralitas TNI AD dan menjamin keamanan pengumuman hasil Pilpres tersebut, tersiar kabar bahwa Jenderal TNI Budiman segera diberhentikan dari jabatannya sebagai Kasad. Padahal dia baru akan memasuki pensiun pada akhir September 2014.
“Pergantian mendadak Jenderal Budiman di tengah proses klimaks tahun politik menyisakan tanda tanya besar di masyarakat,” kata pakar politik dan pemerintahan Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi dalam keterangan persnya Senin (21/7/2014). Menurut dugaan Muradi, pergantian ini adalah buntut dari perbedaan prinsip Panglima TNI Jendral Moeldoko dengan KSAD Jendral Budiman dalam melihat adanya anggota babinsa yang dianggap tidak netral dalam pemilu dan itu terbuka di masyarakat.
Muradi mengakui, meski sulit membuktikan dugaan itu namun sudah menjadi isu yang berkembang di internal TNI. Apalagi, kata Muradi, kedekatan Budiman pada pasangan calon tidak seirama dengan visi politik Panglima TNI dan juga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga Ketua Umum Partai Demokrat. Dalam Pilpres 2014, Partai Demokrat mendukung pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Hatta. Pasangan ini dalam quick count beberapa lembaga survei kredibel serta real count kawalpemilu.org dan real count KPU dikalahkan pasangan Capres-Cawapres Jokowi-Jusuf Kalla di kisaran angka 47 koma sekian dan 52 koma sekian.
Muradi juga mengingatkan, harus juga dicermati bahwa pergantian Budiman juga akan berefek domino dengan melakukan pergantian pada sejumlah posisi strategis yang diduduki oleh perwira yang dekat dengan Budiman dan atau yang memiliki visi politik berbeda dengan Panglima TNI dan Presiden Yudhoyono.
Menurut perkiraan Muradi, beberapa jabatan yang berpotensi diganti adalah Pangkostrad, Kepala Dinas Penerangan TNI AD, serta sejumlah pangdam yang dianggap tidak mampu menjaga suara pemenangan capres yang disinyalir disokong oleh Presiden Yudhoyono.
Namun, Kapuspen TNI Mayjen TNI M Fuad Basya membantah pemberitaan mengenai pemecatan Kasad Jenderal Budiman oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait Pilpres. “Tidak ada kaitannya, ini memang karena Jenderal Budiman mau pensiun,” kata Fuad. Fuad Basya kepada pers Senin malam (21/7/2014) menjelaskan masa jabatan Jenderal Budiman memang masih satu bulan lagi, meski demikian harus segera dicari penggantinya. Menurut Fuad, akhir masa jabatan Budiman habis pada 30 Septembar, jadi tanggal 1 Oktober itu Budiman sudah pensiun alias tidak menjabat lagi.
Fuad juga mengungkapkan ada tiga nama yang sudah diajukan kepada Presiden SBY sebagai pengganti Jenderal Budiman. Di antaranya Pangkostrad Letnan Jenderal Gatot, Wakasad Letnan Jenderal Munir dan Sekjen Dewan Ketahanan Nasional Letnan Jenderal Waris. Penulis: Ch. Robin Simanullang | TokohIndonesia.com