Berkapasitas Kepemimpinan Nasional

Syaukani HR
 
0
806
Syaukani HR
Syaukani HR | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Mantan Bupati Kutai Kartanegara ini memiliki kapasitas dan wawasan kepemimpinan tingkat nasional. Dia pemimpin berkarakter dan berkepribadian kuat seteguh batu karang, berprinsip pengabdian laksana lilin serta berdedikasi, integritas dan komitmen kebersamaan bak lebah. Memiliki mata hati dan kecerdasan (intelektual, emosional dan spritual) yang prima serta visi yang besar, bening dan berani (great, clear and bold vision), jauh melebihi tantangan tugasnya sebagai bupati.

Dia cendekiawan, profesor doktor, ekonom, politisi dan birokrat yang membumi. Pak Kaning, panggilan akrabnya, menggerakkan potensi semua komponen daerahnya, Kutai Kartanegara, dengan konsep Gerbang Dayaku yang brilian, realistis dan implementatif.

Prof Dr H Syaukani Hasan Rais, MM, yang juga menjabat Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Kalimantan Timur dan Rektor Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) ini menjadi profesor pertama yang dihasilkan perguruan tinggi swasta di seluruh Pulau Kalimantan. Doktor Ilmu Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor ini memprakarsai Gerakan Pengembangan dan Pemberdayaan Kutai (Gerbang Dayaku) untuk mengakselerasi pembangunan dan kemandirian daerahnya.

Pimikiran dan konsepnya tentang Gerbang Dayaku itu berhasil mengorbitkan Kutai Kartanegara pada tingkat kemajuan spektakuler yang mengundang decak kagum berbagai kalangan, tidak hanya masyarakat daerahnya tetapi juga masyarakat seantero negeri. Di bawah kepemimpinannya, Kutai Kartanegara menebar wangi harum keberhasilan ke berbagai penjuru negeri, bukan hanya karena berita tentang kekayaan sumber daya alamnya melainkan juga oleh kreatifitas dan kapasitas kepemimpinan bupatinya, Prof Dr H Syaukani HR, MM. Dengan Gerbang Dayaku Tahap II, dia mencanangkan 2010 Kutai Bersinar, menuju Kutai Emas. Selengkapnya baca: Gerbang Dayaku Menuju Kutai Emas.

Tiga Prinsip Hidup
H Syaukani HR, pria kelahiran Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur 11 Nopember 1948, itu memiliki tiga filosofi atau prinsip hidup yang selalu diupayakan terimplementasi dalam keseharian kepemimpinannya. Pertama, hidup seperti lilin. Rela berkorban (meleleh) demi menerangi sekitarnya. Artinya, harus berani berkorban demi kepentingan yang lebih besar, berguna bagi orang lain. Meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan lain-lain demi kepentingan sesama.

Kedua, hidup seperti batu karang. Setiap saat dihantam ombak, namun tetap teguh. Tetap tenang walaupun berbagai cobaan dan tantangan menerpa. Tahan banting oleh berbagai benturan gelombang tantangan dan menjadi tempat perlindungan bagi makhluk lain dalam ekosistemnya.

Ketiga, hidup seperti lebah. Selalu kompak, menghasilkan madu, tidak mengganggu jika tidak diganggu. Prinsip kekompakan, kebersamaan dan persatuan yang menjadi kekuatan, seperti lebah. Perihal kekompakan ini, Syaukani mengutip Jenderal Sudirman yang mengatakan, kemenangan tidak mungkin dicapai tanpa adanya kekuatan. Salah satu faktor yang menentukan kekuatan adalah kekompakan, kebersamaan dan kesatuan. Kekuatan tidak akan mungkin tercapai apabila tidak ada kekompakan, kebersamaan, dan persatuan. Prinsip ini selalu dipedomaninya dalam hidup bermasyarakat, berorganisasi, berbangsa dan bernegara.

Ketiga prinsip ini cukup menggambarkan totalitas dan kapasitas kepemimpinannya. Hal mana dia dengan bening dan berani mau dan mampu mengartikulasikan ketiga prinsip itu secara jitu dalam menjawab realita multidimensi penderitaan dan harapan masyarakat sekitarnya secara keseluruhan. Sekaligus menunjukkan keberaniannya menjadi personifikasi dari ketiga prinsip itu. Dan dalam takaran tertentu, dia telah teruji dalam implementasi dan bersedia membayar harga (berkorban) demi menegakkan prinsip itu.

Baginya, ketiga prinsip, seperti lilin, batu karang dan lebah itu, bukanlah slogan kosong yang hanya enak didengar dan indah dipajang di dinding. Tetapi suatu prinsip yang harus diimplementasikan dengan penuh integritas, dalam keselarasan kata dan perbuatan, penuh keberanian, kecerdasan dan ketulusan hati. Dengan demikianlah dia mampu merumuskan realita multidimensi kehidupan masyarakat Kutai Kartanegara secara akurat, di dalam konsep Gerbang Dayaku, untuk menjemput masa depan Kutai yang lebih baik. Konsep yang hanya lahir dari seorang pemimpin visioner, pemimpin yang punya visi besar, bening dan berani (great, clear and bold vision).

Masa depan Kutai, yang sebelumnya -ditawan- oleh sistem sentralistik pemerintahan serta ketidakcerdasan dan ketidakberanian pendahulunya untuk menyuarakan aspirasi masyarakat Kutai dalam visi dan misi yang jelas dan implementatif.

Advertisement

Lalu, ketika reformasi bergulir, dia pun terpilih menjabat Bupati Kukar, 14 Oktober 1999 “(Kesempatan yang sebelumnya tertutup baginya. Sebab dia sejak 1992 sudah diusulkan berbagai elemen masyarakat Kutai untuk menjabat bupati, tetapi selalu dikandaskan oleh sistem politik, yang disebutnya demokrasi semu, kala itu)” dia pun menggunakan kesempatan itu dengan gagasan, visi dan misi cemerlang yang dirumuskan dalam Gerbang Dayaku.

Cerdas dan Berani
Dia adalah bupati yang dengan cerdas dan berani mengoptimalkan peluang otonomi daerah demi mengakselerasi pembangunan daerahnya. Kendati pada awalnya mendapat tantangan dan cemoohan, dia teguh laksana batu karang, karena yakin atas apa yang dilakukannya adalah demi kemajuan dan kemakmuran daerahnya.

Seperti, tatkala lulusan doktor (S3) dari Institut Pertanian Bogor (IPB), ini menguruk delta, pulau Kumala, di tengah Sungai Mahakam di kota Tenggarong. Tadinya delta itu terlihat seperti mengambang dan dipenuhi semak belukar yang hanya dihuni kera dan binatang lainnya. Tak kurang dari sejuta setengah kubik pasir dia masukkan ke sana. Kala itu, dia disebut orang gila, mau menenggelamkan pulau, dan merusak lingkungan.

Tapi setelah pulau seluas 76 hektar itu diuruk dan dibangun menjadi Pulau Wisata Kumala, orang yang melihatnya menjadi terkagum-kagum. Pulau wisata ini direncanakan akan dirampungkan pembangunannya dengan biaya ratusan milyar rupiah. Di situ ada Patung Lembuswana ukuran raksasa yang indah karya pematung terkenal Nyoman Nuarta, juga dilengkapi fasilitas wisata yang tidak kalah dengan fasilitas objek wisata lainnya, seperti Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta. Juga dibangun menara setinggi 80 meter, seperti Monas, untuk bisa menatap pemandangan seluruh pulau. Juga ada kereta gantung (sky lift) sepanjang 1.300 meter yang membentang di atas pulau. Bahkan resor modern pun ada di tengah pulau itu.

Berdekatan dengan Pulau Kumala itu, dibangun juga jembatan berdesain indah, bak Golden Gate di San Fransisco, yang membentang sepanjang 712 meter di atas Sungai Mahakam. Pada malam hari, pulau dan jembatan serta jalan di sekitarnya itu bertaburan cahaya terang benderang warna-warni menyuguhkan pemandangan amat indah. Pulau dan jembatan itu menjadi landmark Kutai Kartanegara, yang pada tahun 2010 ditargetkannya akan makin bersinar, yang disebutnya 2010 Kutai Bersinar, menuju Kutai Emas.

Keberaniannya melakukan sesuatu, yang semula tak pernah terpikirkan oleh banyak orang, bahkan oleh para pendahulunya, membuat nama Tenggarong dan Kutai Kartanegara melejit bagai satelit yang mengorbit di angkasa raya. Menjadi pusat perhatian dan pembicaraan banyak orang. Publikasi tentang Kutai Kartanegara pun menghiasi berbagai media yang membuat sinar keberhasilannya makin terpandang dari jauh, menembus ruang dan waktu.

Syaukani, seorang pemimpin modern yang sangat memahami arti informasi, komunikasi dan publikasi. Dia sangat menyadari, suatu visi harus jelas, komunikatif, menarik perhatian, sederhana dan mudah diingat, merefleksikan keunikan, sesuai dengan harapan dan keinginan banyak orang, sesuai dengan nilai-nilai yang dianut sebagian besar orang, mampu memberi makna dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, memotivasi, memberikan rasa bangga, membuat orang bersedia berkorban dan diyakini dapat dicapai.

Slogan, siapa menguasai informasi, dia menguasai dunia, sungguh dapat diraih dan diimplementasikan untuk menyosialisasikan dan mewujudkan visi dan konsepnya. Secara sadar, dengan kecerdasan intelektualnya, dia berusaha membangun image dan citra Kutai Kartanegara sebagai daerah tujuan wisata, untuk kelak tidak hanya mengandalkan kekayaan alamnya, terutama minyak, gas bumi dan batubara yang akan ada masa habisnya. Dia berobsesi menjadikan Kutai Kartanegara setara dengan Bali, demi kemakmuran masyarakatnya. Jika Indonesia dikenal dengan Bali, setidaknya Kalimantan dikenal dengan Kutai Kartanegara, Kutai Emas.

Itulah yang ingin dia capai dengan membangun berbagai infrastruktur pendukungnya serta menggalang informasi, komunikasi dan publikasi itu. Bukan semata-mata untuk mencari pupularitas pribadinya. Bahkan sangat sulit dia diyakinkan untuk bersedia menguraikan profil perjalanan hidupnya. “Perjalanan hidup saya biasa saja, seperti dialami semua orang. Lebih baik Anda melihat langsung apa yang kami lakukan di Kutai Kartanegara,” katanya saat bertemu wartawan Tokoh Indonesia di Jakarta.

Karya-karyanya, serta suara masyarakat Kutai dan para kerabatnya, memang lebih bercerita tentang siapa H Syaukani HR. Setelah mengunjungi Kukar selama lima hari penuh, Tim Wartawan Tokoh Indonesia, mengapresiasinya sebagai seorang pemimpin yang memiliki kapasitas kepemimpinan nasional, jauh melebihi tantangan tugasnya sebagai bupati, seperti diuraikan dalam lead artikel ini.
Pantas saja masyarakat Kutai Kartanegara berdemo dan mogok hampir dua bulan lamanya menolak penggantiannya secara mendadak oleh Mendagri tanpa lebih dulu memberitahukan kepada DPRD dan kepadanya, November 2004. Masyarakat Kutai Kartanegara berdemo bak lebah saat mereka diusyik dengan mengganti pimpinan yang mereka idamkan.

Akibat perlawanan masyarakat itu, Syaukani malah dituduh mendalangi demo itu bahkan dituduh melakukan korupsi. Tuduhan yang ternyata tidak terbukti. Kendati akhirnya, ia diganti sesuai ketentuan menjelang Pilkada Bupati, masyarakat Kutai Kartanegara kemudian membuktikan pilihannya. Pada Pilkada Bupati pertama secara langsung di Indonesia itu, pasangan Syaukani HR dengan Samsuri Aspar meraih suara mutlak lebih 60 persen, mengungguli dua pasangan pesaingnya. Rakyat menentukan pilihannya, kendati pada saat kampanye Syaukani dihujani black campaign luar biasa buruk. Selengkapnya baca: Pemimpin Seteguh Batu Karang.

Suara rakyat telah bergema melalui pilihannya. Jika pada periode pertama sebagai Bupati Kartanegara, Syaukani dipilih melalui Sidang Paripurna DPRD, pada periode kedua, dia dipilih langsung rakyat melalui Pilkada 1 Juni 2005. Hal ini sekaligus pembuktian, bahwa apa yang dilakukannya mendapat dukungan mutlak dari masyarakatnya. Sehingga masyarakat memberi kesempatan melanjutkan program-program Gerbang Dayaku Tahap II yang telah disetujui DPRD.

Sesungguhnya sudah sejak awal tahun 1990-an masyarakat Kutai mengharapkannya menjadi bupati. Pada tahun 1992, dia sudah didaulat berbagai elemen masyarakat dan empat fraksi DPRD Kutai untuk menjadi bupati. Tapi karena sistem demokrasi semu kala itu, namanya dicoret dari daftar calon untuk memenangkan calon yang diinginkan Gubernur dan Pusat. Sejumlah anggota DPRD memboikot, tidak menghadiri sidang pemilihan, sehingga tidak memenuhi qorum. Namun pemilihan tetap dilangsungkan, walau kemudian dibatalkan.

Syaukani, dengan kepemimpin-nya yang kala itu menjabat Kadispenda Kutai merangkap Ketua DPD Golkar Kutai, bersedia mundur dua langkah, menganjurkan para anggota DPRD itu bersedia menghadiri pemilihan bupati ulang. Sejak itu, dia makin intens dalam dunia politik dan pendidikan.

Kemudian setelah reformasi, tepatnya 14 Oktober 1999, dia terpilih menjadi Bupati Kutai Kartanegara (1999-2004), setelah sempat menjabat Ketua DPRD Kutai Kartanegara. Masih dua tahun menjabat bupati, berbagai elemen masyarakat Kalimantan Timur mendaulatnya untuk bersedia dicalonkan menjadi Gubernur Kaltim. Tawaran ini tidak serta-merta diterimanya. Dia bahkan menolak dengan alasan, dia baru saja menerima amanah dari rakyat daerah kelahirannnya, Kukar.

Saat ini, dalam periode kedua menjabat Bupati, berbagai elemen masyarakat sudah memintanya lagi untuk bersedia dicalonkan menjadi Gubernur Kaltim pada Pilkada 2008 nanti. Ketua DPD Partai Golkar Kaltim ini mensyukuri keinginan masyarakat Kaltim itu. Dia bukan pemimpin yang munafik. Namun sekali lagi, dia harus membuktikan dulu karyanya di Kukar sampai 2008. Jika kemajuan daerahnya signifikan dan sesuai dengan harapan masyarakat, dia baru bersedia dicalonkan. Jika tidak, dia lebih memilih meneruskan masa jabatannya sebagai bupati sampai 2010.

Pemimpin yang Merakyat
Gaya kepemimpinan yang me-rakyat membuat pupularitasnya demikian tinggi di tengah masyarakat. Kepemimpinan yang merakyat itu lahir dari mata batin dan kata hatinya yang paling dalam. Bukan dibuat-buat seperti dilakukan beberapa pemimpin dewasa ini. Melainkan lahir dari dalam dirinya yang berproses sejak masa kecil di bawah asuhan ibundanya. Pada usia tiga tahun, ayahandanya telah berpulang. Sejak itu, ia diasuh ibu dan neneknya dengan kasih sayang, ketulusan berkorban, kemandirian dan kebersamaan.

Pengasuhan ibunya, serta keuletan mengasah diri sendiri (long life education) membuat mata batin, mata hati, mata budi, mata spiritualnya fungsional, yang ditandai dengan moralitas, integritas dan karakter yang relatif tak tercela (walaupun sebagai manusia, tentu dia tidak sempurna, pasti punya kekurangan manusiawi). Semua itu membuatnya mau dan mampu melihat dan mendengar dengan melibatkan diri secara total (mata, telinga, pikiran, hati dan perasaan) dengan segala konsekuensinya, di antaranya, kesiapannya menerima tamu, siapa pun dan mendengar keluhan dan harapannya. Dia tidak hanya mendengar secara ragawi, tetapi mendengar dengan hati dan akal budinya (empathic listening).

Proses pengasuhan Sang Bunda itu telah mengasah kepedulian dan kebersamaannya dengan rakyat kecil. Gaya kepemimpin-an yang merakyat ini, tercermin sangat kasat mata dari cara bagaimana dia melayani setiap tamu yang ingin bertemu dengannya. Di tengah kesibukan dan mobilitasnya yang terbilang tinggi, dengan berbagai jabatan dan kegiatan yang diembannya, Syaukani selalu dengan ramah melayani siapa saja, tanpa mem-bedakan status dan latarbelakang orang yang ingin menemuinya.

Di mana saja dia berada selalu mau menerima siapa saja, sepanjang dia memiliki waktu. Bahkan tak jarang dia langsung mendatangi tamu yang ingin bertemu dengannya. Seperti tatkala Tim Wartawan Tokoh Indonesia dan beberapa tamu lainnya menginap di Hotel Singgasana, Tenggarong, Syaukani malah memilih datang menghampiri setiap tamunya di hotel itu. Secara bergilir dilayani satu persatu, dengan keakraban yang sama. Tak pilih kasih, apakah seseorang itu datang untuk kepentingan pribadi atau bisnis apalagi untuk kepentingan dinas atau kepentingan umum.

Dia pemimpin yang secara total mengerahkan segala yang dimiliki demi tugas pengabdian-nya. Dia sungguh menganut prinsip hidup seperti lilin, yang memberi penerangan atas kegelapan, kendati dia sendiri harus meleleh. Dia seperti tidak kenal lelah dengan mobilitas dan kepebulian yang amat tinggi.

Dia juga pemimpin yang berwawasan kebangsaan. Seorang muslim yang taat dan tak membedakan siapa pun oleh faktor agama, suku dan golongan. Syaukani yang boleh dibilang seorang pejuang otonomi daerah, memimpin Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) periode 2000-2004, bahkan sangat menyesali sebagian pemimpin daerah lain yang menerjemahkan otonomi daerah dengan pemahaman sempit, seperti mengangkat pejabat harus putera asli daerah.

Menurutnya, otonomi itu harus diartikan luas, seperti misalnya pengertian putera bangsa. Putra bangsa itu siapa pun dia, dari mana pun dia, suku apa pun dia, agama apa pun dia, kalau dia berbakti, berkorban, berjuang untuk negara dia adalah putra bangsa. Begitu pula putera daerah.”Dari mana pun dia, suku apa pun dia, agama apa pun dia, kalau dia berbakti, berjuang, berkorban untuk daerah, dia putera daerah. Jangan diartikan sempit, harus suku tertentu, harus lahir di sini, tidak. Dia menjadikan Kutai Kartanegara menjadi rumah Indonesia. Nggak ada sukuisme di sini. Cermin Pancasila di sini, cermin Indonesia di sini,” katanya. Selengkapnya baca: Wawancara: Daerah Kuat, NKRI Kukuh.

Kecerdasan, totalitas pengabdian dan wawasan kebangsaannya membuat Syaukani pantas didambakan untuk memimpin dalam ruang lingkup yang lebih luas, apakah sebagai gubernur, menteri atau jabatan yang lebih tinggi. Dia memang seorang Bupati, yang memiliki kapasitas dan wawasan kepemimpinan tingkat nasional. e-ti/Ch. Robin Simanullang

02 | Profesor Pertama dari PTS Bumi Etam

Prof Dr H Syaukani HR, SE, MM adalah professor pertama Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dari Bumi Etam, Kalimantan. Pengukuhan penulis buku ?Pendidikan Paspor Masa Depan? ini sebagai guru besar ilmu ekonomi Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) dilakukan dalam Rapat Senat Terbuka Unikarta di Gedung Putri Karang Melenu, Tenggarong Seberang, 9 Februari 2006.

Dia dikukuhkan sebagai profesor berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) RI Bambang Sudibyo No 53349/II/271/KP/2005 tertanggal 31 Oktober 2005. H Syaukani HR yang akrab dipanggil Pak Kaning, ini berhak menyandang gelar profesor bidang ilmu ekonomi setelah berhasil mengumpulkan 880 angka kredit, atau kelebihan 30 poin dari 850 angka kredit yang disyaratkan untuk menjadi profesor.

Poin itu diperoleh antara lain dari karya tulisnya yang dimuat dalam jurnal yang terakreditasi dan penelitian, pengajaran, dan pengabdian masyarakat. Salah satu di antaranya adalah keberhasilannya memprakarsai Gerakan Pengembangan dan Pemberdayaan Kutai Kartanegara (Gerbang Dayaku) dan keterlibatannya dalam Pembuatan Rancangan Undang Undang konsesi bagi hasil pertambangan.

Prof Dr H Syaukani HR SE MM menyampaikan orasi ilmiah pengukuhannya sebagai profesor berjudul: Reorientasi Strategi Pengembangan dan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan (Pergeseran Paradigma). Dalam orasi ilmiah selama kurang lebih 45 menit, itu Syaukani mengatakan, ilmu ekonomi sebagai ilmu sosial harus diindonesiakan menjadi ilmu ekonomi yang bermanfaat bagi bangsa yang sedang membangun, khususnya dalam memberdayakan ekonomi rakyat Indonesia.

Sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Jember (1978) dan Magister Manajemen Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto (2001) ini menegaskan, upaya pemberdayaan ekonomi kerakyatan pada dasarnya bukan semata-mata soal dana tetapi soal kepedulian sosial terhadap kelompok-kelompok usaha kecil yang marjinal. Tolok ukur kepedulian dimaksud, menurutnya, bukan dalam volume dan jumlah suara seperti saat Pemilu atau Pilkada tetapi aktualisasinya.

Bupati yang memang dikenal sangat peduli pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan ini, juga dikenal sangat peduli pada dunia pendidikan. Kepedulian pada dunia pendidikan itu dibuktikannya dari diri sendiri. Di tengah kesibukannya sebagai Bupati Kutai Kartanegara dan Ketua Apkasi (Assosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) tahun 2000-2004, dia masih menyempatkan diri mengikuti Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor hingga meraih gelar Doktor Ilmu Kehutanan tahun 2004.

Selain giat menimba ilmu di perguruan tinggi reguler, dia juga menempuh pendidikan struktural di pemerintahan antara lain Pendidikan dan Latihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Menengah (SPAMEN) di Lembaga Administrasi Negara (LAN) Republik Indonesia (1995). Dilanjutkan dengan Program Khusus Legislativ di Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia (1997). Bahkan menjalani pendidikan dan latihan di Amerika Serikat dalam Special Education Reinventing Government Course di Amerst, Massachusets (1996.

Bahkan di sela-sela kesibukan menjalankan berbagai tugasnya, Syaukani masih menyempatkan diri menulis beberapa buku dan essay. Di antaranya buku berjudul “Overview to The Future of Regional Autonomy” yang merupakan buku ketiga yang telah diterbitkan. Buku ini berisi pemikiran-pemikiran kreatif tentang budaya demokrasi dan reorganisasi di lingkungan pemerintahan kabupaten dalam perspektif otonomi daerah.

Konsep-konsep yang tertuang dalam buku tersebut banyak dibahas dalam banyak seminar di banyak tempat antara lain di lingkungan Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas).

Dia juga aktif menulis berbagai ulasan dan makalah seminar ilmiah di dalam maupun luar negeri.

Paspor Masa Depan
Di bawah asuhan Sang Ibundanya, Jauhariyah, setelah Ayahandanya, Hasan Rais, meninggal dunia pada saat usia Syaukani baru tiga tahun, dia menjalani masa pendidikan dengan prihatin. Namun dari sejak kecil, dia sudah memandang pendidikan itu sangat penting untuk masa depan. Maka belakangan dia juga menulis buku: Pendidikan Paspor Masa Depan.Dia juga menulis buku: Titik Temu dalam Dunia Pendidikan. Dalam buku ini, Syaukani melengkapi gagasan Ki Hajar Dewantoro tentang Tri Pusat Pendidikan yang melibatkan seluruh komponen bangsa, yakni pemerintah, pendidik dan masyarakat atau orang tua dalam tanggung jawab pendidikan.

Menurut Syaukani, tanggung jawab bersama itu, pada akhirnya mengharuskan semua aspek kehidupan menjadi sarana dan media pembelajaran, sehingga akan melahirkan iklim kondusif bagi lahirnya masyarakat pembelajar (learner society) sebagai fundamen dari masyarakat madani (civil society).

Dalam percakapan dengan Wartawan Tokoh Indonesia, Syaukani mengatakan, semakin kita belajar semakin terasa kurang ilmu kita. Sebaliknya apabila kita memberi pelajaran (mengajar) ilmu kita tidak akan pernah habis bahkan juga semakin bertambah. Jadi belajar dan mengajar itu adalah suatu bentuk sistem kehidupan yang sangat bagus.

Dia menamatkan Sekolah Rakyat (SR) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) 19 (kini SLTP 1 Tenggarong). Kemudian sempat melanjut ke Sekolah Teknik Menengah (STM) di Samarinda, karena semula ingin menjadi pelaut. Namun hanya enam bulan dia di STM itu. Dia pindah ke SMA 1 Tarakan, tamat 1968.

Setamat SMA, Syaukani mendaftar ke Jurusan Ekonomi Perusahaan, Fakultas Ilmu Ekonomi, Universitas Mulawarman (Unmul). Pada 1973, dia meraih gelar sarjana muda (BSc). Sebelum meraih gelar sarjana muda, Syaukani menikah dengan temannya semasa SMP, Dayang Kartini.

Syaukani mengawali karir pegawai negeri sipil (PNS) berprofesi sebagai guru SMEA. Tak heran bila dia sangat cinta dengan pendidikan. Tahun 1974, dia sudah sebagai kepala SMEA. Kemudian, sambil bekerja, ia mengajukan izin untuk melanjutkan kuliah di Fakultas Ilmu Ekonomi Universitas Jember. Tak sampai genap dua tahun, pada Maret 1978, dia berhasil meraih gelar sarjana ekonomi. Syaukani kemudian kembali ke Kutai dan bekerja sebagai PNS Pemda Kabupaten Kutai.

Dia pernah menjabat Kepala Seksi Ipeda Dispenda (1978), Kepala Seksi Pendapatan Lain-lain Dispenda (1979), Kepala Sub Bagian Tata Usaha (1980), Kepala Bagian Sosial Sekretariat Wilayah Kabupaten Kutai (1991) dan Asisten I Tata Praja Sekretariat Wilayah Daerah Kutai (1991) dan Kepala Dispenda Kutai (1992).

Dirikan Unikarta
Tahun 1985 dia mengambil inisiatif mendirikan Universitas Kutai bersama Bupati Kutai waktu itu. Mereka mendirikan Universitas Kutai Kartanegara itu, dengan menggabungkan beberapa perguruan tinggi swasta yang ada waktu itu. Waktu itu, Syaukani melihat, motivasi perguruan-perguruan tinggi swasta itu untuk mencari keuntungan seperti di perusahaan. Dia tidak mau masyarakat dijadikan korban, diperas oleh pendidik. Lalu didirikan Universitas Kutai Kartanegara, Syaukani jadi pembantu rektor, bupatinya rektor.

Kemudian Syaukani menjadi rektor sampai saat ini. Selain rektor, dia juga pernah menjabat Direktur Lembaga Penelitian Universitas Kutai Kartanegara. Sebagai dosen dia mempunyai jabatan akademis dan pangkat akademis, mulai dari lektor, lektor kepala dan rektor.

Pada 2001, dia menyelesaikan program magister (S2) di Universitas Jenderal Soedirman Perwokerto. Kemudian 2004, dia diusulkan jadi profesor oleh Unikarta, tapi terbentur jurnal luar negeri yang belum dipenuhi. Jurnal luar negeri ini pun kemudian dipenuhi.

Lalu di tengah proses itu, saat bersamaan dia dipercaya jadi Ketua Apkasi di Jakarta. Sehingga hampir lima puluh persen waktunya di Jakarta, dan dimanfaatkan mengikuti program S3 (doktor) di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang diselesai-kannya awal September 2005. Dia membuktikan dan memberi contoh kepada masyarakatnya, bahwa sekolah itu tak kenal usia, sampai akhir hayat. Long life education, pendidikan itu berlangsung seumur hidup. Dia mau memberi contoh, bupati pun bisa sekolah, sudah tua pun sekolah, apalagi masih muda.

Di IPB itu tidak ada tawar-menawar, tidak mungkin gelar bisa dibeli. Dia betul-betul mengikuti program pendidikan doktor itu step by step. Dia sungguh-sungguh melakukan penelitian untuk menyelesaikan program Ilmu Kehutanan karena yakin Kaltim kaya akan sumber daya alam. Dia ingin berperan menjaga sumber daya alam, hutan di daerah itu.

Pada saat sidang (ujian) terbuka di IPB, dia disaksikan Meneg PAN Taufik Effendi, Gubernur Lemhanas dan beberapa mantan menteri. Hal itu sengaja dimintanya, untuk mencegah adanya sangkaan buruk orang bahwa gelar doktor itu dibeli. Karena belakangan memang banyak pejabat yang diduga membeli gelar.

Di depan tujuh dosen penguji, dia berhasil mempertahankan disertasi bertajuk: Pengembangan Kebijakan Daerah bagi Pengelolaan Kawasan Konservasi, Studi Kasus Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. Sebuah disertasi yang sangat relevan dengan jabatannya sebagai Bupati Kutai Kartanegara, yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas hutan.

Setelah dia berhasil meraih gelar doktor, proses penganugerahan profesor kepadanya pun menjadi lebih cepat. Keluarlah SK Mendiknas RI tertanggal 31 Oktober 2005. Sementara upacara pengukuhannya dilakukan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah XI Kalimantan Ir Hj Darni Subari MS dalam Rapat Senat Terbuka Unikarta yang dipimpin Sekretaris Senat Unikarta Tenggarong Ir HM Arifin Mas’ud MM di Gedung Putri Karang Melenu, Tenggarong Seberang, 9 Februari 2006.

Hadir dalam acara itu, antara lain mantan Ketua MPR RI Prof Dr H Amien Rais MA yang juga anggota Dewan Penyantun Unikarta, mantan Mendiknas RI Prof Dr Wardiman Joyonegoro, mantan Gubernur Lemhanas Prof Dr Ermaya Suradinata, para pejabat Depdiknas, para rektor serta guru besar dari beberapa universitas ternama di tanah air.

Syaukani saat menyampaikan orasi pengukuhan sebagai guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Kutai Kartanegara, itu diliputi rasa haru. Dia mengakui bahwa gelar profesor atau guru besar itu merupakan tanggung-jawab moral baginya untuk meningkatkan kepedulian di bidang pendidikan. Dia menyebut pemberian gelar profesor itu akan memacu dan memicu untuk meningkatkan pendidikan di Kutai Kartanegara.

Dia menegaskan komitmennya, menyisihkan 20 persen APBD Kutai Kartanegara untuk dunia pendidikan. Sebelumnya dana pendidikan jatahnya baru hanya bekisar 10-14 persen. Syaukani mengungkapkan bahwa kini sebanyak 178 gedung sekolah sudah diinvestarisasi untuk diubah menjadi gedung sekolah yang layak. Tak akan ada lagi genteng bocor dan sebagainya. Dia juga akan menambah tiga ruang, yaitu untuk perpustakaan, komputer dan laboratorium untuk setiap sekolah, mulai SD sampai SMA. Ketiga ruang itu dibangun untuk menerapkan sistim belajar mengajar yang berbasis pada informasi dan tehnologi.

Setiap murid juga akan dilengkapi dengan buku wajib sehingga orang tua tidak perlu lagi membeli buku wajib untuk anak-anaknya. Semua buku itu akan disimpan di perpustakaan.

Dia menyadari, perjuangannya un-tuk mencerdaskan masyarakat Kukar bukanlah pekerjaan mudah. Badai dan gelombang akan menghempas dari berbagai penjuru. Namun bak batu karang, yang menjadi filosofi kemandiriannya, biar dihantam badai, dia akan tetap tegar menenteramkan amarah topan, ombak dan gelombang itu.

Menurut Dekan Fakultas Ekonomi Unikarta, Dr Iskandar, sebagai guru besar dan Rektor Unikarta, Syaukani diposisikan sebagai integible asset yang dibutuhkan untuk berhubungan dengan pihak luar yang akan memberikan manfaat bagi Unikarta. Dengan dikukuhkannya Syaukani sebagai profesor, yang merupakan pangkat akademik, akan bermakna bagi Unikarta bisa melepaskan ketergantungan dari universitas negeri dalam penyelenggaraan ujian negara dan bisa independen mengatur jadwal akademik.

Selain itu, menurut Dr Iskandar, pangkat akademik itu bisa diman-faatkan untuk menambah poin akreditasi.”Makin banyak perolehan angka akademik, makin bagus akreditasi sebuah perguruan tinggi,”kata Iskandar. m-ti/mlp-ms

03 | Dilahirkan Sebagai Pemimpin

Bakat kepemimpinan Syaukani telah tampak sejak kecil. Dia memang dilahirkan sebagai pemimpin. Sejak kecil, dia telah cenderung menjadi pemimpin di antara kawan-kawannya. Namanya, Syaukani Hasan Rais pun sudah bermakna sebagai seorang yang mempunyai kekuatan sebagai pemimpin yang baik.

Syaukani lahir di Tenggarong, Kutai Kartanegara, 11 November 1948, anak kelima dan satu-satunya anak laki-laki dari pasangan Hasan dan Djauhariah. Pemberian namanya Syaukani, yang dalam bahasa Arab berarti ?memiliki kekuatan? sudah menunjukkan keteguhannya sebagai pemimpin. Di belakang nama itu kemudian ditambahkan (dilengkapi) nama ayah dan kakeknya, Hasan dan Rais. Sehingga nama lengkapnya menjadi Syaukani Hasan Rais.

Semakin lengkaplah makna namanya sebagai seorang yang memang dilahirkan menjadi pemimpin. Sebab dalam bahasa Arab, Hasan artinya baik dan Rais (Rois) artinya pemimpin. Dengan demikian, nama Syaukani Hasan Rais, bermakna seorang yang mempunyai kekuatan (keteguhan karakter) sebagai pemimpin yang baik.

Talenta kepemimpinannya semakin terasah, tatkala sejak usia tiga tahun, dia telah menjadi satu-satunya lelaki dalam keluarganya. Ayahnya, Hasan Rais, meninggal dunia, saat usianya memasuki tahun ketiga. Jadilah dia dan keempat kakak perempuannya sebagai anak yatim, yang diasuh dengan kemandirian seorang ibu. Kemandirian ini juga telah menjadi ciri kepemimpinannya. Semasa sekolah, karena merasa bukan berasal dari keluarga berada, dia pernah menjadi tukang reparasi jam dan berdagang untuk dapat memperoleh uang.

Sejak kecil telah terlihat kecenderungannya menjadi pemimpin di antara kawan-kawannya. Saat remaja bakat kepemimpinan itu pun makin menonjol. Semasa SMA, dia telah aktif berorganisasi. Sebagai seorang muslim yang mewarisi darah Nahdlatul Ulama (NU) dari keluarganya, ia aktif di Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU).

Setamat SMA, dan kuliah di Universitas Mulawarman (Unmul), dia aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Di organisasi mahasiswa itu, dia semakin mengaktualisasikan diri sebagai seorang pemimpin masa depan. Selepas meraih gelar BSc dari Unmul, dia mulai berkiprah sebagai PNS sekaligus aktif dalam berbagai organisasi.

Pernah menjadi Ketua Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Kutai pada tahun 1978, Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kutai periode 1982-1987, dan Wakil Ketua Pemuda Panca Marga (PPM) Kalimantan Timur. Dua dari organisasi tersebut berafiliasi ke Golongan Karya (Golkar), yang kini menjadi Partai Golkar.

Debutnya di pentas politik praktis dimulai tahun 1973 dengan menjadi kader Golkar Kaltim. Dia pernah menjabat di Biro Cendekiawan dan Kemahasiswaan, dan sekretaris untuk dua periode berturut-turut. Tahun 1992, dia sudah menjabat Ketua DPD Golkar Kutai, yang dijabatnya dua periode. Bahkan kini dipercaya menjabat Ketua DPD I Partai Golkar Provinsi Kalimantan Timur.

Syaukani memutuskan total terjun ke pentas politik dengan ikut Pemilu Legislatif pada 1997. Dia terpilih menjadi anggota DPRD Kutai dari Golkar, bahkan terpilih menjadi Ketua DPRD Kutai. Tahun 1999, dia kembali terpilih sebagai Ketua DPRD Kutai. Jabatan Ketua DPRD Kutai itu kemudian dilepaskan saat ikut mencalonkan diri sebagai Bupati Kutai. Pada 14 Oktober 1999, dia terpilih sebagai Bupati ke 9 Kutai untuk periode 1999-2004. Dan kembali terpilih sebagai Bupati Kutai Kartanegara melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pertama secara langsung oleh rakyat, pada 1 Juni 2005, dengan meraih suara mutlak, lebih 6o.85 persen atau 159.000 suara dari 261.790 suara pemilih yang sah.

Kemampuannya memimpin dan menggalang kekuatan, telah mengantarkan dirinya ke pentas politik nasional. Sebagai Bupati Kutai Kartanegara dengan dinamika sosial politik yang sedemikian liat, dia juga dipercaya oleh rekan-rekannya bupati di seluruh Kabupaten di Indonesia menjadi Ketua Umum Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) yang pertama, periode 2000-2004.

Dalam posisi itu, dia dikenal sebagai tokoh daerah yang menasional dan gigih memperjuangkan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain aktif sebagai Bupati Kutai Kartanegara (periode 1999-2004 dan 2005-2009) dia juga menjabat Rektor Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), dan Ketua Umum Pengurus Cabang Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Kutai Kartanegara (dua periode). Dia juga berperan dalam Pembuatan Rancangan Undang Undang konsesi bagi hasil pertambangan.

Sebagai bupati, Syaukani sangat dekat dengan masyarakat lintas kelompok. Itulah resep mengapa dia selalu mendapat dukungan penuh dari partai dan rakyat. “Ini merupakan amanah, dan itu akan saya jaga betul,” ujar pria yang bertekad menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan melalui strategi yang dimilikinya.

Dukungan Keluarga
Aktivitas dan prestasinya tidak lepas dari dukungan keluarga. Ketika ditanya, bagaimana dukungan keluarga terhadap perjalanan karirnya, Syaukani menjawab: “Alhamdulillah. Keluarga saya keluarga kecil. Anak saya hanya tiga, tapi cucu saya sudah enam. Jadi kalau keluarga Alhamdulillah, kecil tapi sangat mendukung.”

Isteri yang setia mendampinginya, Ibu Hj Dayang Kartini dan putera-puterinya Silvi Agustina, ST, Rita Widyasari, SSos serta Windra Sudarta. Mereka menikah tahun 1970, ketika masih kuliah. Dia bersyukur menikah muda. Isterinya teman sekelas sejak SMP sampai SMA. Sebelumnya, sebagai teman, malah sempat sebagai perantara surat kepada seorang gadis di sekolah lain, cinta monyet. Eh, malah keduanya kecantol. Kenapa jadi kecantol? “Itulah rahasia Tuhan. Karena jodoh rahasia Tuhan,” ujarnya mengenang. m-ti/tsl-dw

04 | Pemimpin Seteguh Batu Karang

Dalam kondisi bangsa dan negara saat ini, saat kebebasan kadang kala keluar dari koridor hukum, tarik-menarik tentang implementasi otonomi daerah, dan lain sebagainya, dibutuhkan pimpinan yang punya karakter kuat seperti batu karang. Tidak dapat runtuh oleh empasan ombak dan gelombang betapa pun dahsyatnya, sekaligus berfungsi sebagai tempat ber-lindung bagi mahluk di sekitarnya.

Hujatan dan tantangan yang menerpa, serta sebaliknya godaan politik dan ekonomi yang mementingkan diri dan kelompok, tidak boleh melemahkan karakter kepemimpinnya. Dia harus tahan banting dalam menghadapi cobaan hidup. Harus berjiwa seperti batu karang yang sehari-hari dihantam ombak. Tegar dan bahkan harus bisa menentramkan amarah.

Ciri kepemimpinan seperti itu, dimiliki oleh Prof Dr H Syaukani HR SE MM, Bupati Kutai Kartanegara. Memang, satu dari tiga prinsip hidupnya adalah hidup seperti batu karang. Dia pemimpin berkarakter kuat seteguh batu karang. Tahan banting oleh berbagai benturan gelombang tantangan.

Dia telah tahan uji sepanjang jenjang karirnya, terutama saat menjabat Bupati Kartanegara, sebuah daerah kabupaten di Kalimantan Timur, yang kaya sumber daya alam. Kabupaten terkaya di Indonesia. Dia tidak tergoda untuk hanya memperkaya diri.

Bahkan ketika dia diberhentikan oleh Mendagri dan Gubernur Kaltim secara tiba-tiba, yang kemudian diikuti tuduhan korupsi, dia tetap tegar dan bahkan menentramkan amarah masyarakat pendukungnya. Juga ketika dia menyampaikan suatu ide, tidak semua orang mendukung, bahkan ditentang dan dicerca, ada pro kontra, dia tetap teguh pada prinsipnya. Seperti dialaminya ketika baru meluncurkan gagasan Gerbang Dayaku. Bahkan dia sempat diolok sebagai orang gila ketika memulai pembangunan Pulau Kumala, delta di tengah Sungai Mahakam, di tengah kota Tenggarong.

Sungguh dia sangat menjiwai prinsip hidup batu karang itu. Dunia terumbu karang yang indah dan merupakan rumah bagi ribuan jenis binatang dan tumbuhan laut yang memiliki nilai ekonomi dan estetika tinggi. Bangunan ribuan karang yang menjadi tempat hidup, berkembang biak, pertumbuhan, berlindung dari serangan pemangsa serta mencari makan berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Setiap mahluk hidup yang tinggal di ekosistem terumbu karang memiliki fungsi yang berbeda dan saling bergantung satu dengan lainnya.

Karang Batu adalah karang yang keras disebabkan oleh adanya zat kapur yang dihasilkan oleh binatang karang. Melalui proses yang sangat lama, binatang karang yang kecil (polyp) membentuk koloni karang yang kental, yang sebenarnya terdiri atas ribuan individu polyp. Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang.

Terumbu karang termasuk ekosistem yang paling tua di bumi ini. Terbentuk dalam waktu yang sangat lama. Selama satu tahun rata-rata karang hanya dapat menghasilkan batu karang setinggi 1 cm. Jadi selama 100 tahun karang batu itu hanya tumbuh 100 cm. Sehingga waktu yang dibutuhkan terumbu karang untuk tumbuh adalah antara 5000 sampai 10.000 tahun.

Batu karang, antara lain, berfungsi melindungi pantai dan penduduk dari hantaman ombak dan arus. Dia juga berfungsi sebagai sumber penghasilan bagi nelayan (tangkapan ikan), sumber kekayaan laut yang bisa digunakan sebagai obat-obatan alami dan sebagai laboratorium alam untuk pendidikan dan penelitian.

Begitulah prinsip hidup batu karang, yang dianut Syaukani, melalui proses pergumulan dan pengasuhan sejak masa kecil. Prinsip hidup yang membentuk karakter teguh yang hanya mungkin diperoleh seseorang dengan keuletan yang berproses dalam jangka waktu lama. Terbentuk dari butiran-butiran (polyp) pengalaman kecil menjadi kepribadian yang tangguh. Ketangguhan yang tidak hanya berguna bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain, menjadi tempat perlindungan bagi orang lain.

Prinsip Lilin dan Lebah
Apalagi prinsip hidup batu karang ini, dilengkapi prinsip hidup seperti lilin dan lebah. Prinsip hidup seperti lilin, harus berani berkorban demi kepentingan yang lebih besar, menghilangkan kegelapan sekalipun badan meleleh. Meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan lain-lain demi kepentingan sesama, tanpa mengeluh. Syaukani HR, sungguh berkomitmen mewujudkan pengabdian laksana lilin dalam menjalankan amanah di setiap jabatan yang dipercayakan kepadanya.

Dia juga menganut prinsip hidup seperti lebah. Dia memiliki integritas diri bak lebah. Menganut prinsip kekompakan, kebersamaan dan persatuan yang menjadi kekuatan, seperti lebah. Sama seperti sapu lidi, pelajaran waktu SD. Kalau hanya satu-satu mudah dipatahkan tapi kalau sudah jadi sapu (disatukan) akan sulit dipatahkan. Persatuan dan kekompakan harus diciptakan.

Lebah tidak pernah hinggap di tempat yang kotor, melainkan dia hinggap di atas bunga yang harum. Artinya dalam hidup setiap orang harus menghindari perbuatan yang tercela, yang tidak disukai masyarakat, yang merugikan masyarakat. “Terutama para pejabat, pemimpin, harus selalu bersama-sama menciptakan sesuatu dengan cara yang baik sesuai dengan hukum dan apa yang kita kerjakan harus bisa dinikmati masyarakat. Lebah itu menghasilkan madu. Madu itu berguna bagi orang lain. Pokoknya kita harus bermanfaat bagi orang lain,” Syaukani menjelaskan.

Lebah itu tidak pernah mengganggu tapi jangan coba-coba diganggu. Kalau tidak diganggu, kita lewat baik-baik, dia tenang saja. Tapi kalau dia diganggu, lebahnya akan menyerang secara bersama, berkerumun.

Prinsip hidup lebah ini dia amati dan petik sejak masih kecil. Kala itu dia nakal juga. Pada dahan sebuah pohon ada sarang lebah persis di atas jalan. Kemudian dia memanjat di pohon yang agak jauh menunggu ada orang lewat. Ketika seseorang lewat pakai sepeda, pas di bawah sarang lebah, dia mengganggu lebahnya dengan ketapel, sebagian jatuh ke bawah. Lalu lebahnya berkerumun menyerang orang itu.

Dalam kehidupan nyata, keadaan yang hampir sama, pernah juga dia alami. Sebagai bupati dia membina hubungan baik dengan segenap lapisan masyarakat, kompak dan sebagainya. Setelah lima tahun masa jabatannya berakhir, diperpanjang lagi oleh Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno.

Tapi, kemudian setelah Menteri Dalam Negeri berganti, tiba-tiba melalui Gubernur Kaltim Suwarna AF dia diberhentikan begitu saja, tanpa alasan yang jelas, tanpa koordinasi, tanpa memberitahu DPRD, dan tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat Kutai Kartanegara. Lalu, yang marah bukan dia melainkan rakyatnya, spontanitas, seperti lebah yang diganggu.

Kala itu Gubernur Suwarna AF yang menunjuk Awang Dharma Bakti sebagai Pejabat Bupati Kukar, tidak bisa masuk kota Tenggarong. Puluhan ribu massa datang menghadang, akibatnya gubernur tak berani masuk Tenggarong. Terpaksa pejabat bupati yang ditunjuk begitu saja menggantikannya dilantik di Balikpapan. Ketika pejabat bupati itu mau masuk ke Tenggarong, massa berkerumun mengejarnya.

Kala itu, Syaukani ada di Jakarta. Dia bilang bahwa dia ikhlas, masa jabatannya sudah habis. Jangan dihalangi pejabat bupati itu, nanti kita ikut Pilkada saja. Tapi masyarakat terus demo menolak pemberhentiannya dan menolak penunjukan Awang Dharma Bhakti sebagai penggantinya. Mungkin itu demo terlama di dunia. Mereka, dari berbagai lapisan masyarakat, demo setiap hari selama dua bulan lebih. Bahkan buruh, guru dan murid-murid juga mogok. Kalau di tempat lain masyarakat demo menurunkan bupati tetapi di Kutai Kartanegara mereka demo dan mogok agar bupati tidak diturunkan.

Lalu, Mendagri HM Ma’ruf merespon tuntutan masyarakat itu. Awang dicopot dan digantikan Drs H Hadi Susanto, sebagai Pjs Bupati Kukar. Kebijakan ini dianggap sebagai jalan tengah dan mampu menciptakan situasi yang kondusif sampai terselenggaranya Pilkada, 1 Juni 2005.

Pilkada Percontohan
Bahkan Pilkada Kutai Kartanegara, sebagai Pilkada pertama secara langsung oleh rakyat, dapat disebut sebagai Pilkada percontohan bagi 365 kabupaten dan 33 provinsi di Indonesia. Pilkada itu diikuti tiga pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kukar, yakni pasangan Sofyan Alex -HM Irkham, Tadjoeddin Noer – Djebar Bukran, dan Syaukani HR – Samsuri Aspar.

Padahal sebelumnya, beberapa pengamat memprediksi Pilkada di Kukar itu tidak akan berlangsung damai. Berhubung ketika kampanye, terjadi itu black campaign untuk menjegal calon kuat yang didukung mayoritas masyarakat, yakni pasangan Syaukani HR-Samsuri Aspar. Di antaranya, Syaukani dituduh korupsi, sebagai upaya pembunuhan karakter.

Tapi kampanye hitam itu, ternyata tidak mampu mempengaruhi pilihan rakyat. Rakyat tidak bodoh. Mereka punya mata hati yang mampu melihat siapa pemimpin yang mereka inginkan. Terbukti pasangan Syaukani HR dan Samsuri Aspar berhasil meraih suara mayoritas mutlak, lebih 60 persen dari 261.790 suara pemilih yang sah.

Setelah terpilihnya pasangan Syaukani HR dan Samsuri Aspar, untuk menjabat Bupati dan Wakil Bupati periode 2005-2010, gejolak politik yang sebelumnya selama berbulan-bulan terjadi, spontan berhenti. Kutai Kartanegara, terutama kota Tenggarong, kembali damai.

Demikianlah prinsip hidup lebah, membentuk network. “Kalau kita membangun kebersamaan, memperhatikan orang yang susah, maka pada saat kita susah atau diganggu orang lain, kita diperhatikan dan didukung orang banyak. Itulah keadilan Tuhan. Tanpa itu nggak mungkin hatinya digerakkan oleh Tuhan, spontanitas,” kata Syaukani dalam percakapannya dengan Wartawan Tokoh Indonesia.

Dia pun dengan tenang memulai Gerbang Dayaku Tahap II. Sebuah konsep Gerakan Pengembangan dan Pemberdayaan Kutai yang sangat mudah dipahami, dan melibatkan semua komponen di daerahnya. Gerakan pembangunan yang tidak sekadar janji dan memberi mimpi yang sulit diwujudkan, melainkan suatu hal yang realistis dan implementatif dengan menggalang kebersamaan semua komponen untuk meningkatkan kesejahteraan bersama.

Di mata masyarakatnya, Syaukani adalah bupati yang amat kreatif dan berdedikasi untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Dia bupati yang punya komitmen menyejahterakan rakyatnya. Dia tidak hanya punya niat dan komitmen, tetapi sekaligus mampu menggagas, melahirkan dan mengimplementasikan program yang bisa melepaskan rakyat dari lingkaran keterbelakangan.

Keterpaduan prinsip hidup, yang juga merupakan prinsip kepemimpin-annya, seperti batu karang, lilin dan lebah, menunjukkan tekad totalitas pengabdiannya. Maka tak heran bila ada pers dan banyak pihak yang menyebutnya menjadi anugerah bagi rakyat Kutai Kartanegara. Disebut, sungguh masyarakat Kutai Kartanegara tidak salah ketika memilihnya untuk periode kedua sebagai bupati. m-ti/tsl-dw

Data Singkat
Syaukani HR, Bupati Kutai Kartanegara (1999-2004 dan 2005-2008) / Berkapasitas Kepemimpinan Nasional | Ensiklopedi | golkar, Bupati, Guru Besar, Pejabat, Pemda

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini