Gubernur di Masa Sulit

Sutiyoso
 
0
597

05 | Gubernur Periode Kedua

Sutiyoso
Sutiyoso | Tokoh.ID

Sutiyoso mengakhiri masa jabatan pertama 1997-2002 dengan baik. Partai pemenang Pemilu 1999 PDI Perjuangan, pimpinan Megawati Soekarnoputri yang saat itu sedang berkuasa mengusulkan nama Sutiyoso untuk dipilih kembali memegang tampuk pemerintahan 2002-2007. Megawati mempertahankan pilihannya terhadap Sutiyoso sebagai satu-satunya Gubernur yang paling layak memimpin Ibukota Negara, kendati mendapat berbagai hujatan dan penilaian miring.

Walau sebagian kalangan menuduh Sutiyoso sebagai Gubernur yang tidak berpihak kepada wong cilik (warga yang sangat identik sebagai basis konstituen PDI Perjuangan), terkait berbagai penertiban (penggusuran). Posisi Pangdam Jaya saat terjadi peristiwa 27 Juli 1996 juga dikait-kaitkan untuk menolak pencalonan Sutiyoso.

Walau menghadapi sejumlah protes, termasuk dari ribuan demonstran yang mengurung Balaikota dan Gedung DPRD DKI Jakarta, calon gubernur Sutiyoso yang berpasangan dengan Fauzi Bowo sebagai calon Wakil Gubernur, terpilih sebagai pemenang. Sutiyoso meraih 47 dari 84 suara anggota DPRD DKI Jakarta, atau sekitar 55% suara.

Sutiyoso menyebutkan semua itu ada hikmah dan pelajaran di dalamnya. Sama sekali tidak pernah diperkirakannya berkesempatan dua kali menjadi Gubernur. Pada saat itu, ia sebenarnya sudah siap untuk berhenti. “Tapi, itu kan panggilan tugas,” katanya penuh makna.

Dengan berbekal pengalaman periode pertama, tentulah Bang Yos tidak mengalami kesulitan menjalankan program pemerintahan masa jabatan keduanya. Pada tahun keenam sebagai Gubernur, atau tahun pertama masa jabatan kedua (2003), ia berhasil mendongkrak APBD menembus batas psikologis menjadi Rp 11,7 triliun dari sebelumnya Rp 9,6 triliun (2002). Kemudian tahun ketujuh (2004) naik lagi menjadi Rp 12,6 triliun, dan tahun kedelapan (2005) diproyeksikan akan mencapai Rp 14,01 triliun.

Langkah-langkah penertiban yang selama lima tahun sebelumnya dilakukan tetap dilanjutkan. Termasuk langkah yang oleh kalangan awam dipahami sebagai ‘penggusuran’ walaupun itu sesungguhnya penertiban, relokasi atau resettlement warga dari lokasi yang tak layak huni ke lokasi baru yang lebih manusiawi. Seperti memindahkan warga dari sisi bantaran sungai ke rumah susun massal murah. Atau, memindahkan pedagang kali lima ke pasar-pasar tradisonal atau kios-kios milik PD Pasar Jaya.

Bang Yos tampaknya tak ingin menyia-nyiakan masa jabatan kedua berlalu begitu saja tanpa karya nyata. Ia memilih program-program yang krusial dan strategis dijalankan yang kelak lebih dapat dirasakan langsung manfaatnya.

Seperti penanganan masalah transportasi Jakarta secara makro, penanggulangan banjir, membersihkan langit Jakarta agar sehat dihirup dengan program langit biru, menghijaukan Jakarta, menertibkan kawasan-kawasan publik dari pihak-pihak yang tak berkepentingan, memindahkan warga dari pemukiman kumuh ke rumah susun massal murah meriah agar warga memiliki usia harapan hidup lebih panjang, dan program memelihara kesehatan warga dengan membagikan gratis Kartu Sehat kepada keluarga miskin.

Sutiyoso juga memprogram pendirian Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Bojong, Bogor, Jawa Barat, yang menggunakan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan. Walau sebatas masih ujicoba namun oleh warga kehadirannya sempat ditolak. Sebagai pemimpin sipil yang berwibawa, Sutiyoso mau membujuk ulang warga agar peduli memikirkan sampah 6.000 ton/hari yang rutin mengotori Ibukota Negara.

Sehingga pantaslah Yayasan Pengembangan Kreativitas (YPK) menobatkan Sutiyoso sebagai gubernur paling kreatif (2005). Dia dinilai orang paling kreatif dalam bidang pemerintahan. ch robin s – sh (Diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 20)

Advertisement

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini